webnovel

BAB 2

Luxury Restaurant,

Suara high heels yang bersentuhan dengan ubin lantai terdengar nyaring. Empunya sedang berjalan anggun penuh percaya diri. Mengenakan tank dress ketat berwarna hitam, lekukan indah tubuh Greta berhasil mencuri perhatian beberapa pria disana. Tak sedikit yang menggodanya. Mengedipkan sebelah mata. Hingga memanggilnya "SEXY".

Gre acuh. Karena ia tak kenal siapa mereka. Begitupun sebaliknya. Para pia itu tidak betul-betul tahu nama Gre. Mereka hanya mencari peruntungan, siapa tahu Gre mendekat.

Tapi mustahil. Greta tidak semurah itu. Ia gadis elegan, juga memiliki gengsi yang tinggi. Ia tahu apa pekerjaannya saat ini. Pekerjaan yang beresiko menjatuhkan harga dirinya. Meski begitu, dia tahu bagaimana harus bersikap.

Dimeja 202, telah duduk seorang pria. Dia adalah Vinson. Seperti biasa, di Luxury Restaurant ini mereka bertemu membicarakan segala hal. Dari hal absurd, hingga hal yang serius seperti pekerjaan. Keduanya bekerja sama sejak bertahun-tahun. Dalam pekerjaan apapun karena memiliki latar belakang hidup yang hampir sama.

Brakk!! Gre melemparkan sebuah amplop coklat kepada Vinson sambil mendaratkan bokongnya dikursi yang telah tersedia.

Setelah benda itu mengenai tangannya, Vinson tersenyum lebar. Deretan giginya terlihat. "Good job!" ucapnya girang. Deretan giginya terlihat.

Seperti biasa, pria itu memeriksa isi amplop tersebut. Ia membaca lembaran mutasi rekening atas nama Shamir yang sudah dicetak Gre dengan seksama.

"Thats crazy!!" ucap Vinson terkejut setelah melihat lembaran tersebut. Ia menganga. Tidak menyangka dengan kelakuan pejabat yang dikenal di semua lini media sosial tersebut. Yang terlihat cerdas dalam pemikirannya, tetapi ia sang koruptor handal.

"Memang kita nggak boleh terlalu percaya sama cover. Yang terlihat baik-baik aja, kemungkinan menyimpan kebusukan." Mulut Vinson dengan reflek mengucapkan kalimat itu sambil mengingat wajah Shamir.

"Dia bener-bener merugikan negara. Korupsinya nggak pake hati," imbuhnya. Kepala Vinson berulang kali geleng-geleng.

"Are you okay? Dia nyakitin kamu nggak? Atau kamu ada terluka?" tanya Vinson. Pertanyaan rutin dari Vinson setiap kali Gre selesai melakukan misinya. Vinson tahu, Gre butuh itu. Butuh untuk ditanya.

Gre meneguk sedikit segelas minuman whisky yang sudah tersedia dihadapannya. Setelah itu, ia menggeleng. "As usual. Gue baik-baik aja. Nggak ada luka. Dan yang paling penting, I am still virgin."

Jawaban Gre selalu sama sejauh ini. Kalimat Gre yang terakhir membuat Vinson lega. Setidaknya dengan Greta mengatakan bahwa dirinya masih perawan, itu berarti tidak ada hubungan seks yang terjadi. Gre tidak dilecehkan oleh mereka para pejabat yang merugikan negara. Mencuri uang rakyat. Alias yang melakukan korupsi.

"Cepet setorin ke Shadow. Minta bonus gue ke dia," pinta Gre. Vinson itu rasa asisten untuk Gre. Menghandle segala pekerjaannya. Bahkan untuk masalah gaji dari atasan, Greta memercayakannya kepada Vinson. Karena ia percaya jika Vinson tidak pernah mengecewakannya. Tidak pernah untuk tidak membantunya meski Vinson sedang kesulitan sekalipun. Gre hanya punya Vinson didunia ini. Sebagai teman, keluarga, saudara, bahkan partner in crimenya.

"Gue bakal secepatnya setor ini ke Shadow. Tapi, untuk gaji bonus lo kali ini gue nggak bisa ambil. Shadow udah notice ke gue kalau lo yang harus berhadapan sama dia untuk ambil bonus ini." Vinson memberi penjelasan. Layaknya seorang mentor.

Gre hanya mengangguk. Langsung mengerti.

Vinson memberikan iPadnya ke Gre. Gadis itu langsung mengambilnya. Dan sejenak membaca informasi yang tertera dilayar tersebut.

"Data-data tentang target selanjutnya. Masih muda. Gue nggak yakin kita bisa berhasil jebak dia." Vinson lebih dulu menceritakan kecemasannya. Ia menjalankan tugasnya dengan baik sebagai asisten pribadi Gre. Selalu memeriksa latar belakang target Gre dengan baik. Jika membahayakan, Vinson yang pertama memberitahu Gre untuk tetap hati-hati.

"Data buruknya?" tanya Gre. Matanya menatap serius ke arah Vinson. Tidak sabar menunggu pria itu menjelaskan secara rinci. Sebab, Greta tidak melihat satupun kekurangan pria yang akan menjadi target selanjutnya. Tidak ada jejak digital kesalahannya.

"Itu masalahnya gue bilang sulit. Dia itu crazy rich. Seorang trader muda yang langsung terjun ke dunia politik tahun lalu, dan mencalonkan diri sebagai presiden untuk periode tahun depan. Jejak digital sosmednya bagus. Dia banyak dukungan. Tapi, data keburukannya nggak terdeteksi. Nggak terlihat."

"Terus, kenapa dia jadi target kita? Lo tahu kan, gue nggak mau ambil pejabat yang bersih. Kalau dia nggak punya kesalahan atas negara dan rakyat, buat apa gue usik hidupnya." Tegas Gre. Ia kembali mengatakan prinsipnya. Bahwa yang menjadi targetnya hanyalah para pejabat yang memiliki kesalahan dengan negara dan rakyat. Yang tidak terdeteksi hukum. Atau yang sudah terdeteksi, tetapi hukumannya tidak sesuai. Yang jelas salah, namun tetap mengelak dan tidak mengakui.

"Thats way, aku bilang dari tadi. Target kita ini nggak mudah. Tapi ini perintah Shadow. Partai oposisinya yang meminta kita untuk mengusut tuntas dia," jelas Vinson.

Setelah itu, Vinson mendekati Gre. Tepatnya telinga gadis itu. Ia sengaja membisikkan sesuatu agar tidak ada yang mendengar.

"Dia diduga menjadi dalang atas penggelapan uang proyek Rajistan. Tapi nggak ada yang berani mention. Kabarnya, dia sogok semuanya biar namanya nggak ikut terseret atas kasus itu."

Bisikan Vinson itu ditanggapi oleh Gre. "Cuman itu? Hanya praduga?" Matanya serius memandang ke arah Vinson.

Vinson mengangguk yakin. Membalas tatapan Gre dengan tak kalah seriusnya.

"Terus, gimana kalau seandainya itu nggak terbukti?" tanya Gre. Ia butuh jawaban pasti saat ini. Gre bukan sembarang menjerat orang.

Vinson heran. Keningnya berkerut. "Jadi, lo ragu? Gue saranin, kalau lo ragu ya kasih tau Shadow kalau lo gak akan ambil misi ini."

Gre kembali meneguk whiskynya. Ia sadar jika pertanyaannya itu membuat Vinson heran. Karena memang selama ini Gre tidak pernah meragukan kesalahan calon targetnya. Karena semua datanya sudah jelas. Namun, untuk target kali ini membuat Gre ragu.

"Dari awal gue udah ingetin, kalau target yang ini nggak semudah target-target lo sebelumnya. Gue kira, lo bakal tetap bersikeras untuk ambil." Vinson berkata dengan suara yang sedikit berbisik. Berjaga-jaga agar orang di sekitar mereka tidak ada yang mendengar.

Vinson diam sejenak. Ia memandang wajah Greta dengan tulus setelah meneguk minuman segelas anggur merah yang ia pesan. "Jujur, Gre. Gue nggak setuju kalau lo ambil misi ini. Karena ini bahaya buat lo. Dia orang yang teliti. Susah untuk dibujuk rayu."

Gre tampak berpikir. Ia juga tidak menduga bahwa targetnya adalah seorang Arjun. Calon presiden yang banyak disukai semua rakyat. Kesalahan kecil dari dirinya tidak ada terlihat sedikitpun. Dia sosok pria sempurna. Bukan hanya soal fisik, tapi juga jiwa karismatik pemimpinnya.