Keesokan harinya, atau bisa dibilang sewaktu matahari pagi akhirnya menyinari dunia dengan cahayanya.
Seorang pria dengan pakaian biasanya datang ke rumah sakit. Tujuannya untuk menjenguk seorang teman yang tadi malam baru saja kembali dari kematian.
"Haiyo, temanku, apa kau menungguku sampai gak bisa tidur – WOI, apa yang kau lakukan!?"
Jerry berharap kalau Rio masih tertidur di kasurnya. Tapi pemandangan yang dia lihat malah tak terduga, Rio sedang melakukan push-up dengan dua orang suster mencoba menghentikannya.
"Tuan, anda belum sembuh total, tolong jangan bergerak terlalu banyak!"
"Yo, Jerry, kau datang menjemputku?"
Jerry hilang kata-kata melihat temannya satu itu seperti tak pernah mati tadi malam.
"Ini keajaiban."
Bahkan dokter yang baru selesai mengecek kondisi Rio sangat terkejut.
"Semua luka dan memar yang dia terima tadi malam seperti menghilang begitu saja tanpa jejak."
"Kan, sudah kubilang aku gak apa-apa."
Rio tanpa kesulitan tersenyum lebar ke empat orang yang melihatnya dengan heran.
"Oi, brengsek, cheat apa yang kau gunakan sampai kau bisa hidup kembali seperti itu? Beritahu aku!"
"Keajaiban. Itu pasti karena aku adalah anak alim yang selalu berdoa kepada Sang Dewa untuk melindungiku."
Selepas diperiksa dan dinyatakan boleh pulang, Rio bersiap-siap dengan mengganti bajunya. Di situ, Jerry masih tak percaya dengan apa yang menimpa temannya satu itu.
"Sang Dewa? Maksudmu Matahari? Di era yang mengerikan ini kau masih saja percaya dengan hal itu?"
"Memangnya kenapa? Tanpa kepercayaan, umat manusia bisa terpecah belah kebingungan tak tahu arah tujuan."
"Kau masih bilang begitu, padahal temanmu satu ini tak percaya dengan begituan."
"Ya, itu karena kau memang 'tak percaya' dari awal. Jadi itu sudah bisa dibilang kepercayaanmu adalah tak percaya dengan adanya Dewa yang melingungi kita. Tak ada yang salah dengan itu."
Jerry kira Rio hanyalah pemuda biasa seperti dirinya. Tetapi tak diduga di dalam kepalanya terdapat pemikiran yang cukup rumit untuk diajak bicara.
'Gak lagi-lagi dah ku angkat topik yang rumit begitu sama ini anak.'
Tiba-tiba saja Rio tersadar sesuatu.
"Oh iya, Jerry, kau tadi bilang kalau kau, temanku, kan?"
"Ya, memangnya kau gak mau aku jadi temanmu? Kenapa? Ada apa dengan wajah terharu dengan ingus yang meler itu, kau nangis?"
"Enggaklah, dasar bego! Mataku cuma kelilipan aja."
'Apa yang membuatmu kelilipan di ruangan yang tertutup ini?'
Sekilas Rio seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan teman pertamanya.
'Tapi, gak mungkin kan, maksudku, dia pasti dua atau tiga tahun lebih muda dariku. Seenggaknya dia punya satu atau dua teman yang dia kenal.'
"Oi, apa yang kau bengongkan? Ayo pergi."
Rio selesai ganti baju dan mereka berjalan keluar dari rumah sakit.
Di luar rumah sakit, Rio meregangkan tubuh dan menarik nafas panjang.
"Aku tak pernah merasa sesegar ini setelah bangun di pagi hari."
"Ya iyalah, kau baru aja bangkit dari kematian, loh!"
Tak ada hal yang perlu dikhawatirkan ketika matahari sudah berada di atas langit.
Rio meratapi langit cerah seperti melihat surga dunia.
Selain matahari, di atas sana, tepatnya 300 meter dari atas tanah melayang sesosok makhluk yang bersinar cukup terang.
"Hei, Jerry, kalau kau tak percaya dengan adanya Dewa, kalau begitu bagaimana kau menjelaskan kenapa kita bisa setenang ini ketika matahari sudah muncul di atas sana."
"Ya, itu karena ada Golden Knight dan Seven Pleiades yang menjaga seluruh negeri di siang hari untuk kita. Tapi tetap aja, mereka hanya menjaga kita di siang hari."
"Kata yang lebih tepat untuk menjelaskannya adalah, mereka bisa ada karena Matahari itu sendiri. Kau tahu bukan, kalau Golden Knight punya Prisma Stone terkuat yang bisa dia gunakan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya."
"Ya, itu bukan rahasia umum lagi, kan. Memangnya kau punya penjelasan yang lebih detail lagi mengenai hal itu."
Rio menggeleng pelan dan sekali lagi melihat ke atas langit dengan bangga.
���Daripada dibilang penjelasan, lebih tepatnya adalah kepercayaan. Aku percaya Golden Knight adalah titisan dewa yang akan selalu menjaga kita selama Matahari masih ada."
Kepercayaan Rio juga bukan lagi rahasia umum. Karena semenjak [Great Cataclysm] yang terjadi 93 tahun yang lalu, Golden Knight bersama dengan Para Aditi datang ke bumi untuk menyelamatkan umat manusia dari kesengsaraan.
Semenjak saat itu, selama kurang dari 50 tahun, pada saat matahari muncul Golden Knight terus menjaga satu-satunya negara yang tersisa yang ada di muka bumi, Eutosia.
"Tapi apa yang sebenarnya terjadi di malam hari pada Golden Knight. Bukannya kalau Prisma Stone miliknya seperti pembangkit listrik, seharusnya masih ada tenaga yang dia simpan untuk membantu kita para Aditya berbintang."
Golden Knight diklarifikasikan sebagai Ksatria terkuat yang tak memerlukan gelar berbintang. Karena hanya dengan dirinya dan Tujuh Pleiades, hanya dengan satu di antara mereka sudah cukup untuk mengatasi portal dengan kesulitan apapun yang terbuka di siang hari.
Namun entah kenapa Golden Knight tak ingin dimasukkan ke dalam daftar Aditya. Padahal dia adalah contoh pertama dari unit Aditya.
Tujuh Pleiades mengacu pada individu dari sosok – yang masih belum diketahui penjelasannya – wanita-wanita yang dipercaya adalah pelayan Golden Knight.
Delapan di antara mereka tersebar di enam kota besar yang tersisa. Salah satunya seperti di Kota Selatan, tempat dimana Jerry dan Rio tinggal.
Mereka berdua sudah berada dalam ketenangan dalam waktu yang cukup lama. Jerry yang sudah sadar menendang bokong Rio.
"Hei!"
"Aw, apa yang kau lakukan?!"
"Mengagumi langit boleh saja, tapi jangan berhenti berjalan. Terik mataharinya mulai menyakiti mataku."
Dengan begitu mereka mulai kembali berjalan.
Rumah sakit tempat Rio dirawat berada di distrik satu.
"Oiya, Rio, dimana rumahmu?"
"Di apartemen kecil pinggir distrik 7 dekat dengan sungai."
"Kau tinggal di pinggir kota?"
"Yahh, begitulah. Pendapatan yang kudapat hanya bisa kumanfaatkan untuk mendapatkan barang-barang yang sederhana. Ditambah, aku masih harus berusaha agar adikku bisa meneruskan pendidikannya."
Tak disangka Rio ternyata tak hidup sendirian.
"Kau punya adik?"
"Ya, dia perempuan."
"Hoo, pasti enak punya adik perempuan yang manis."
"Ya, begitulah."
Mereka sudah hampir sampai di lokasi pinggir distrik dua. Jerry merasa kalau rumah Rio pasti dekat dengan sekitar sini.
"Tunggu, kau punya adik perempuan manis?"
Tiba-tiba saja Jerry mengulang pertanyaannya.
Rio memiliki perasaan tidak enak dengan sikap Jerry yang berubah tiba-tiba itu.
"Enggak, kau pasti salah dengar."
"Hei-hei, jangan dingin begitu, dong. Aku kan temanmu."
Meskipun bilang begitu Rio takkan dengan mudahnya terpancing. Jadi Rio membungkam mulutnya sampai mereka tiba di komplek apartemen tempatnya tinggal.
"Rio, jangan bilang..."
Gedung apartemen itu memang tinggi. Ada 10 lantai setidaknya, dan di setiap lantai terdapat empat kamar. Gedung yang besar bisa dibilang. Namun satu hal yang semua orang di distrik 7 tahu, gedung itu adalah,
"Gedung apartemen yang hanya bisa ditinggali oleh satu orang."
Meskipun begitu Rio dan adik perempuannya hidup di satu atap di apartemen itu.
"Tapi itu gak mungkin, kan, ahhaha!"
Satu apartemen di dalam gedung itu hanya memiliki ruangan 10x5 yang di dalamnya hanya tersedia satu kamar mandi, satu dapur, dan satu ruang kosong lebar yang bisa di manfaatkan sebagai ruang tidur, makan dan sebagainya.
"Kubilang aku gak mampu untuk mendapatkan kebutuhan yang lebih layak untukku dan adikku."
"Oi, satu apartemen dalam gedung ini hanya membutuhkan 500 E-points sebulan, loh."
Jerry tak mau percaya meskipun Rio sudah mengatakan hal yang sebenarnya.
"Kalau kau gak percaya lihat aja kartuku ini."
Rio merogoh sesuatu di kantungnya. Itu adalah sebuah kartu yang dimiliki setiap orang sekarang. Kartu itu adalah Kartu Kredit Sistem.
Jerry merebut Kartu Kredit Sistem milik Rio dari pemiliknya.
Kartu berteknologi tinggi yang memiliki wujud tak kasat mata itu menyimpan sebagian informasi pribadi yang bisa dilihat oleh umum. Seperti nama, tempat tinggal, tempat tanggal lahir dan semacamnya.
Kartu Kredit Sistem itu juga memiliki informasi unik mengenai pemiliknya.
"Ngomong-ngomong aku penasaran dengan status kekuatanmu."
Jerry menggulir layar kartu ke bawah. Ke bagian dimana dia bisa melihat menu [Power Status]
[Power Status : Rio Nugraha]
[Strength : 103]
[Agility : 98]
[Endurance : 115]
[Power = 1,120]
Angka 1k dalam jumlah Power yang dimiliki Rio adalah angka yang biasa yang harus dimiliki oleh seorang Ksatria. Ditambah angka 1k itu adalah persyaratan seorang ksatria untuk melewati ujian masuk.
Mata Jerry berpindah ke [Brain Status] di bawah.
[Brain Status : Rio Nugraha]
[Inteligence : 69]
[Attitude : 333]
[IQ : 111]
Melihat angka-angka yang ada di [Brain Status] Rio membuat Jerry berpikir keras. Seperti angka-angka itu mengingatkannya akan sesuatu.
'Tapi apa ya?'
Jerry berpikir keras sampai kulit dahinya berkerut.
"Kenapa kau seperti berpikir sangat keras begitu?"
Power Status adalah kalkulasi dari kekuatan fisik yang didapatkan dari tes kekuatan yang dilakukan melalui pengawasan sistem. Brain Status pun begitu.
Dengan melihat [Power Status] dan [Brain Status], seseorang juga bisa mengetahui pekerjaan apa yang cocok untuk dia lakukan.
Karena setiap pekerjaan yang tersedia menaruh jumlah persyaratan yang berbeda dalam [Power Status] dan [Brain Status].
Seketika Jerry terpikirkan sesuatu.
"Hei, Rio, sejak kapan kau menjadi ksatria?"
"Hmm, kalau gak salah dua tahun yang lalu. Ketika Penerimaan Aditya Generasi ke-9 dibuka."
"Hoo, jadi kau juga salah satu dari Generasi ke-9 itu?"
"Ya, begitulah. Ngomong-ngomong, kita sudah sampai."
Jerry mengikuti Rio di saat matanya masih melihat ke Kartu Kredit Sistem. Tak disangka Rio sudah sampai membawanya ke salah satu kamar di lantai dua.
Namun Jerry masih punya pertanyaan lain.
"Kalau begitu kau belum mengupdate statusmu sejak ujian dua tahun yang lalu?"
Rio menekan bel rumahnya lebih dulu sebelum menjawab.
"Yup. Memangnya kenapa?"
"Oi-oi, bukannya tes kekuatan bisa kau lakukan minimal satu tahun sekali."
"Seorang Zero Star sepertiku meminta untuk melakukan pengetesan kekuatan, untuk apa? Lagipula takkan ada yang berubah kalaupun [Power Status] ku bertambah."
Rio punya poin dalam perkataannya.
'Gak kusangka walaupun Inteligence nya di bawah rata-rata dia bisa berpikir sejauh itu.'
Itu bukan berasal dari pemikiran Rio sendiri. Seorang rekan yang mengatakan hal yang tergolong kejam seperti itu padanya. Tentu saja hal itu adalah fakta yang tak terbantah. Rio juga tak punya alasan untuk menolak fakta itu.
Ngomong-ngomong, akhirnya seseorang membukakan pintu untuk mereka.
Tetapi sesuatu tiba-tiba menyerang Rio.
"Mas!"
Seorang gadis menerjang Rio dan memeluknya. Jerry sempat dibuat kaget dengan aksi itu karena hal itu dilakukan dengan sangat spontan.
"Riana. Mas bilang jangan tiba-tiba menerjang begitu, gimana kalau yang di depan pintu bukan, Mas?"
Adik perempuan Rio, Riana Nugraha, diturunkan dari pelukannya.
Seorang gadis manis setinggi bahu abangnya. Rambut hitam panjangnya terurai indah sampai ke punggung. Memakai baju lengan panjang dan rok yang menutupi seluruh kakinya.
Benar-benar perwujudan yang bisa dibilang sempurna untuk menyanding nama adik kecil yang manis.
"Bukannya kita punya lubang kaca kecil untuk mengintip siapa yang ada di depan pintu?"
"Oh iya, aku lupa kalau kita punya itu."
Mereka berdua adalah kakak dan adik bersaudara. Tetapi Jerry tak bisa menemukan persamaan di antara mereka berdua.
Di saat Jerry memperhatikan dua kakak adik itu, Riana menyadari kalau ada orang lain di samping abangnya.
"Oh, maaf."
"Gak apa-apa, adik kecil."
Jerry tak tahu kenapa, tetapi adik kecil Rio memberikan sensasi menyegarkan hanya dengan melihatnya saja.
"Mas, kenapa diam saja! Orang ini adalah teman Mas, kan? Kalau begitu dikenalkan, dong."
"Ah, iya, aku lupa. Kalau gitu, Jerry kenalkan ini Riana. Riana kenalkan, ini Jerry."
"Kok aku merasa sikapmu berubah 180 derajat sejak pagi tadi."
Ada satu alasan kuat sebenarnya kenapa Rio bersikap sangat cuek seperti itu.
"Mas, jangan begitu, dong. Padahal ini pertama kalinya Mas mengajak seorang teman main ke rumah."
Rio menahan amarah adiknya. Lalu mengambil Kartu Kredit Sistem yang dipegang Jerry.
"Bukannya kamu ada urusan penting yang harus dilakukan?"
Rio memberikan Kartu Kredit Sistemnya ke Riana. Membuat Riana seketika teringat keadaan darurat.
"Oh, tidak! Waktu diskon sayur-sayuran di mini market sebentar lagi habis!"
Riana langsung mengambil posisi berlari menyamping, sesaat sebelum berangkat dia mengucapkan, "Aku pergi dulu!", lalu mulai berlari secepat angin.
Jerry sempat dibuat kagum dengan apa yang barusan dia lihat. Saat itu pula sebuah ide masuk ke dalam pikirannya.
"Rio, kalau adikmu sudah bisa memikirkan cara untuk berhemat sampai seperti itu. Bukannya adikmu sudah cukup dewasa untuk bisa dinikahi?"
"Dia 13."
"Semuda itu?! Wow! Hm? Tunggu! Kenapa kau mau memakai telepon itu?"
Seperti itu, setiap kali Rio mengenalkan adiknya ke seseorang, mereka pasti menganggap Riana sudah cukup dewasa untuk dinikahi.