webnovel

FAJAR

Bernama lengkap Zella Anurtika. Seorang gadis remaja yang hidupnya mulai berubah semenjak menjadi pacarnya Fajar Virennt Narendra. Sepanjang hubungan mereka berjalan, tidak ada satu haripun yang membuat Zella senang. Fajar terlalu dingin untuk digenggam dan terlalu jauh untuk digapai. Disisi lain ada Fajar Dirmasukma Septian yang terjebak friendzone selama 2 tahun dengan Zella. Meskipun begitu, Dirma memiliki pacar yang bernama lengkap Maura Vergina Putri. Akankah kehidupan Zella masih baik-baik saja selama ia masih berpacaran dengan Fajar? Ataukah mereka akan kandas saat mengetahui rahasia terbesar Zella ada pada Fajar?

Sankhaa · Adolescente
Classificações insuficientes
10 Chs

6. KITA YANG JAUH

"Lo beneran putus, Ra?" tanya Siska. Ia tidak percaya dengan kabar itu. Tapi saat melihat sepasang mata layu didepannya sudah memberikannya jawaban.

Maura bergeming sembari terus mengaduk jus melon tanpa berniat meminumnya. Sejak menginjakan kaki di kantin, nafsu makannya memburuk. Ia sendiripun tidak percaya bibirnya begitu mudah mengatakan putus.

Siska mengedarkan pandangannya. Ia mendapati sebagian besar murid yang ada di kantin sedang melirik Maura, berusaha mencari kebenaran atas kabar tersebut.

"Maura, hubungan lo itu udah lama udah dua tahun. Semudah itu lo bilang putus sama Dirma?" tanya Siska lagi.

Maura berhenti mengaduk. Ia mendongak, membalas tatapan Siska dengan tatapan murungnya.

"Emang gue mau hal itu terjadi? Nggak, Sis. Gue cuma pengin Dirma mengerti tentang kondisi hati gue selama kami berpisah. Kalo dia sadar pasti dia bakal kembali. Kalo enggak yaudah nggak masalah."

"Gue tahu lo pasti nyembunyiin sesuatu dari gue? Iya, 'kan?" tanya Siska sekali lagi.

Siska benar, Maura menyembunyikan sesuatu dari semua orang. Sebuah rahasia yang Fajar percayakan pada Maura tidak akan membocorkannya.

"Gue--" ucapannya terhenti kala ponselnya berkedip-kedip. Ada pesan untuknya.

Fajar : Dia di kantin?

Maura mengedarkan pandangannya. Saat itu matanya terkunci pada satu tempat dimana ada Zella tengah sendirian di sudut kantin sembari menyibukan diri dengan ponsel.

Maura : Iya

Mendapatkan jawabannya, Fajar segera pergi menuju kantin. Sesampainya disana, ia langsung bisa menemukan keberadaan Zella. Benar kata Maura, Zella sendirian disana. Tidak membuang waktu lebih lama lagi, perlahan cowok itu mendekati meja Zella.

"Lala..."

Tak perlu ditebak, panggilan itu hanya diucapkan oleh Fajar saja. Zella segera mendongak seraya menyunggingkan senyuman.

"Iya?"

"Kok nggak di balas chat gue hm?" tanya Fajar lembut. Baru kali ini ia berbicara lembut pada Zella. Apakah cowok itu sedang berusaha merobohkan dinding pertahanan pacarnya?

"Penting buat kamu? Kalau penting aku balas."

Fajar menghela napas jengah.

"Penting banget."

"Oke."

Fajar tidak tahu kalau sekarang Zella tengah tertawa sumbang di hatinya. Ternyata cowok itu memiliki seribu cara untuk melumpuhkannya.

Tanpa berpikir lagi, Zella segera membuka ruang obrolannya dengan Fajar. Pesan dari cowok itu belum ia baca sejak Fajar mengirimnya. Zella menduga bahwa pesan yang dikirim Fajar itu isinya hanya sumpah serapahnya saja.

Tapi saat ia mulai membacanya, hatinya berdegup kencang.

Fajar : Apa yang lo rasa itu nggak sebanding dengan apa yang gue rasain saat lo lebih dekat sama Dirma dari pada gue. Inilah alasan gue nggak pernah mau nemenin lo. Gue tau kalian dekat juga udah lama, kita pun pacaran masih baru. Tepat! gue kalah, La

Sebentar Zella melirik Fajar yang sibuk dengan ponselnya. Ia tampak tenang seperti biasanya. Tidak terpengaruh dengan hal-hal di sekitarnya.

Fajar : Seharusnya gue nggak usah bilang ini sama lo karena lo aja nggak bisa jauh dari Dirma. Setidaknya gue nggak mau hancurin pertemanan kalian

Zella mulai merasakan dadanya bergemuruh. Dalam sekali tarikan napas, rasa bersalah mulai menyelimuti hatinya.

Fajar : Sekarang terserah lo mau ambil keputusan yang bagaimana gue hargain. Gue nggak melarang lo dekat sama siapapun karena gue belum punya hak untuk itu, masih sekedar pacar dan gue sadar

Pesan ke tiga ini terasa menampar kesadaran Zella yang selama ini hilang akibat tergores oleh waktu. Tanpa ia tahu, selama ini Fajar begitu menghargai privasinya.

Fajar : Gue belum bisa kehilangan lo sekarang dan mungkin nggak akan pernah bisa

Saat akan membalas, jemarinya bergetar hebat di atas keyword. Ia bingung harus mengetik kalimat apa supaya kalimatnya itu tidak membuat Fajar tersinggung.

Akhirnya Zella mendongak lagi, matanya berkaca-kaca. Wajah yang sedang ia tatap itu tetap tenang bagai tidak ada yang menarik didalam penglihatannya.

"Kenapa kamu nggak pernah bilang ini sama aku, Fajar? Kamu lupa aku siapa?"

Fajar menyimpan ponselnya ke saku celana abu-abunya. Kemudian membalas tatapan Zella dengan senyuman getir yang samar-samar.

"Lo pikir gue bisa semudah itu bilang sama lo kalo gue cemburu? Itu mau lo?"

Sebisa mungkin Zella menahan emosinya yang sudah mencapai ubun-ubun.

"Dalam hubungan perlu yang namanya komunikasi, Fajar. Selama ini kita kurang berkomunikasi. Kalo kita kayak begitu terus, sampai kapanpun aku nggak akan tahu kamu dan kamupun nggak akan tahu aku."

"Gue tahu tanpa lo kasih tahu."

Fajar beranjak dari duduknya. Baru saja ia memutar tubuhnya untuk melangkah pergi, namanya disebut oleh Zella.

"Sampai kapan kamu kayak begini sama aku? Kamu masih anggap aku pacar nggak sih, Fajar?"

Fajar tidak berniat memutar kembali tubuhnya. Ia tetap memunggungi Zella. "Makasih untuk jawabannya."

Kini Fajar sudah melangkah menjauhi Zella. Ditempatnya duduk, Zella ingin sekali mengejar kepergian cowok itu. Menjelaskan segalanya kalau selama ini ia tidak mengistimewakan Dirma lagi. Hatinya yang sekarang penuh dengan nama Fajar Virennt Narendra.

Saat memandang punggung cowok itu yang semakin menjauh, Zella seperti bisa mengerti kondisi hatinya Fajar. Sangat rapuh dan kosong. Apa dengan kepribadiannya yang dingin itu, seorang Fajar tidak bisa mengerti perasaan orang lain?

Seandainya Zella adalah matahari yang bisa mencairkan pegunungan es, maka sekarang ia akan melakukannya. Tapi Zella bukanlah seseorang yang pandai menghibur orang. Mataharinya adalah Dirma yang tidak disukai oleh sang Bulan yang tidak lain adalah Fajar.

"Nasi goreng, dua sosis bakar pedas dan segelas jus jeruk. Tumben belinya banyak, Neng?" tanya Mbak Wati.

Zella tidak menjawab pertanyaan wanita berumur tiga puluhan tahun itu. Ia mengeluarkan uang dua puluh ribu pada Mbak Wati kemudian mulai melahap makanannya.

"Percaya nggak percaya, saya pernah ada di posisi kamu, Neng. Dulu saya punya pacar yang kepribadiannya sama dengan Aden Fajar. Saya juga sama kayak Eneng yang nggak bisa menghibur orang. Tapi saat itu saya sadar, cinta bisa merubah segalanya. Eneng hanya perlu merubah cinta kalian menjadi saling membutuhkan. Eneng mau mengikuti nasehat saya atau enggak itu urusan Eneng. Saya hanya memberikan pencerahan. Yaudah kalo begitu saya lanjut bekerja ya."

***

Bel pulang sekolah berbunyi. Seluruh murid berhamburan keluar kelas menuju parkiran. Begitu pula dengan Zella yang sejak tadi duduk diatas jok motor selagi menunggu parkiran sepi untuk mengeluarkan motornya sendiri.

Sejak bertemu di kantin, ia belum melihat keberadaan Fajar. Pikirannya menduga kalau cowok itu pasti bolos. Kalaupun tidak bolos, kenapa motor cowok itu tidak terlihat dimanapun juga?

Baru saja ia mendapat luka, cinta bisa mengobatinya. Biar bagaimanapun juga Fajar masih menjadi miliknya. Zella tidak mungkin untuk tidak peduli dengan apapun yang berhubungan dengan miliknya.

Meskipun logika memintanya untuk meninggalkan Fajar, tapi hati bersikeras untuk menahan permintaan itu. Kondisi ini benar-benar menyiksa batinnya.

"Gue pulang dulu."

Tiba-tiba suara berat menyapa telinganya. Zella berjengkit kaget saat sadar baru saja Fajar melewatinya cepat dengan menaiki motornya. Ingin sekali ia berteriak memanggil namanya. Tapi tentu saja suaranya tidak akan sampai di telinga Fajar.

"Boleh ngakak nggak sih?"

Sekarang suara lain muncul dan sangat dekat dengan telinganya. Zella segera menoleh. Ia melebarkan matanya saat bibirnya hampir bertabrakan dengan bibir Dirma.

"Astaga!" teriak Zella kesal setengah mati sambil menjauhkan wajahnya sejauh mungkin. Untuk kedua kalinya mereka menjadi pusat perhatian.

Dirma tertawa seraya mengusap pipi Zella lembut sambil mengerucutkan bibirnya kesal, "Gue sih nggak bahagia. Yang punya pacar itu elo bukan gue. Gue jomblo nggak bisa bahagia lah, gimana sih?" katanya nyinyir.

"Dih!" dengus Zella mulai jengkel. Ia menghempaskan tangan Dirma yang masih memainkan pipinya. Malas berdebat dengan cowok itu, Zella segera menyalakan mesin motornya setelah dirasa kondisi parkiran mulai lenggang.

Tanpa diduga, kunci yang seharusnya sudah tertancap di kontak harus diambil paksa oleh Dirma.

"Woi!"

"Gue tahu lo bakal ngebut di jalan."

"Terserah gue!"

"Terserah gue juga ambil kunci lo."

"Jangan ganggu gue, Dirma!"

"Gue nggak mengganggu tapi menasehati. Mentang-mentang lagi marah terus dilampiasin ke motor, 'kan bahaya. Dasar cewek bucin!"

Zella mendesis geram. Andai saja Tuhan memberikannya satu hari yang tenang, maka Zella akan menikmati satu hari itu tanpa berniat melakukan hal yang lain. Tapi sepertinya Tuhan belum memberikannya.

"Kenapa sih cowok yang punya nama Fajar nyebelin banget?!"

"Nggak usah menyalahkan nama, nggak baik!"

"Makanya ganti nama! Lo nggak boleh punya nama kayak nama pacar gue! Nggak boleh!"

"Neng Zella kok begitu sih? Abang Dirma jadi bete."

HOEK! Zella bergidik melihat ekspresi wajah Dirma yang sangat bodoh itu.

"Balikin!"

Setelah berhasil merebut kunci motornya kembali, dengan segera Zella menyalakan mesin kemudian melaju cepat. Meninggalkan Dirma yang hanyut dalam pikirannya. Jantungnya juga ikut berdetak kencang saat bibirnya hampir berciuman dengan Zella

"Lo bukan hak gue, Zel. Tugas gue adalah menyatukan elo sama Fajar."

***