webnovel

16. Rasa sakit

Alarm berbunyi nyaring. Membuat seorang pemuda dengan kaos serta boxer nya bergerak gelisah di atas ranjang karena suara bising yang dihasilkan oleh alarm tersebut.

Dengan malas dan tak minat, tangan kekar pemuda itu bergerak ke atas untuk menghentikan suara bising yang mengganggu pendengaran nya itu.

Dalam satu kali tekan, alarm itu berhenti mengeluarkan nyanyiannya.

Tangan pemuda itupun pasrah, tergeletak di samping alarm yang berada di atas laci dekat ranjang.

Dengan gerakan pelan, tubuhnya yang semula tengkurap kini berubah menjadi telentang dengan kepala menghadap ke samping, ke alarm tersebut berdiri.

Matanya membuka perlahan. Sedikit buram namun kian lama, deretan angka yang melingkar kian terlihat. Jarum jam berhenti di angka tujuh.

Seketika, mata itu langsung terbelalak. Tangan kekar nya kemudian mengusap matanya beberapa kali agar pandangannya semakin tajam dan tidak kabur.

"JAM TUJUH!"

Seketika pemuda itu terlonjak kaget dari atas tempat tidur. Dengan tergesa-gesa, ia bergegas menuju kamar mandi.

Setelah 10 menit bertarung dengan dinginnya air. Pemuda itu segera keluar dan langsung bersiap dengan seragam sekolahnya, memakan roti di atas meja belajar, mengambil kunci motor, lalu bergegas keluar kamar.

Sedikit lari kali ini. Sampai di bagasi, ia segera mengeluarkan motornya dan segera mengendarainya menuju ke sekolah.

Dengan kecepatan cukup tinggi, Zellio mengendarai motor dengan terampil, melasat kesan-sini menghindari kendaraan lainnya dengan lincah. Tak lupa helm full face kesayangannya ia pakai dengan seatbelt terpasang kencang.

Jaket bomber warna hitam ia kenakan sebagai pelindung tubuh dari kencangnya angin yang menerpa.

Melewati jalanan kota yang ramai, tidak membuat Zellio untuk mengendurkan kecepatan motornya.

Hingga akhirnya ia sampai dengan selamat di gerbang sekolah.

Setelah memasuki parkiran motor, di sudut kanan sana, berdiri Evelyn dan Kanova di samping motor Kanova. Mereka sepertinya tengah mengobrol. Kebetulan, parkiran sudah sangat sepi karena memang sudah masuk jam pelajaran.

Zellio menyisir ke kanan- kiri, tadinya ia hendak mendekat. Tapi langkahnya terhenti kala Kanova tiba-tiba saja mengusap pipi Evelyn. Tangannya bergerak ke tengkuk leher Evelyn, menariknya perlahan mendekat. Lalu,

DEG!

Tiba-tiba saja dada Zellio terasa sakit melihat Kanova yang sekarang tengah memeluk Evelyn. Reaksi Evelyn yang diam saja, membuat Zellio semakin merasakan sakit yang lebih lara.

Hatinya tertegun melihat mereka berdua. Matanya, enggan beralih ke arah lain. Meski sakit, Zellio tetap memandangi mereka berdua. Ingin tahu apa kejadian selanjutnya.

Cukup lama, hingga akhirnya Evelyn mendorong bahu Kanova agak keras, membuat pelukan itu terlepas. Tangannya, kini memukul-mukul bahu Kanova berkali-kali.

Hingga tiba-tiba, Evelyn mengeluarkan air mata. Isak tangis pun tak terlewatkan. Meski jauh, tapi Zellio masih bisa mendengar rintihan tangis yang keluar dari bibir ranum Evelyn yang jujur, cukup menyayat hati Zellio yang melihatnya.

Dan untuk yang kedua kalinya. Kanova kembali memeluk tubuh Evelyn, namun angsung ditolak. Dan Evelyn lebih memilih pergi dari parkiran dengan Kanova yang malah terdiam di sana. Sempat menunduk dalam. Tapi akhirnya ia pun juga ikut pergi.

Zellio yang masih tertegun pun hanya bisa terdiam menahan sakit di bagian dadanya.

Matanya merah dengan nafas yang tertahan. Dadanya, begitu sesak. Pikirannya kacau dan bercabang.

Dalam hati yang sakit serta pikiran yang kacau, Zellio pun akhirnya memutuskan untuk izin tidak masuk karena alasan sakit.

Ia mengendarai motornya keluar gerbang.

Di sana, ia sempat ditanyai oleh satpam. Namun dengan mudah, dia dapat mengurus nya cepat. Akhirnya, motornya pun keluar dari gerbang sekolah.

Kini, pikirannya buram bercampur bingung. Perasaan nya marah dengan rasa kecewa yang turut ikut. Yang dia lakukan hanyalah mengendarai motor tanpa tau arah kemana dia akan pergi.

Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke rumah Aris. Karena selain dia, siapa lagi?

Zellio pun memutar arah motornya menuju rumah Aris.

Tak butuh waktu lama, ia sudah sampai di halaman rumah Aris. Segera mungkin ia mengklakson, dan gerbang pun terbuka.

Dengan lincah ia turun dari motor, bergerak menuju pintu rumah, lalu mengetuknya. Muncul Bi Atun, pembantu Aris. Ia lalu mempersilahkan Zellio masuk, menyuruhnya duduk, lalu memberikannya minuman. Baru setelah itu, ia memanggil Aris.

Aris yang mendengar penuturan Bi Atun pun langsung bergerak menuju ruang tamu.

Sampai di sana, ia melihat wajah Zellio yang sudah memerah dengan rahang yang mengeras. Tatapan matanya mengisyaratkan amarah yang berkobar dalam dirinya. Membuat Aris sedikit cemas bercampur waspada dengan hal yang selanjutnya akan terjadi.

"Yo! Lo ga berangkat sekolah?" Tanya Aris basa-basi.

Zellio terdiam dengan raut yang sama.

Aris kemudian duduk dan menatap Zellio dengan raut cemas.

"Yo! Lo baik-baik aja kan?" Tanya Aris dengan nada pelan. Berusaha tidak memancing amarah Zellio.

Sama. Zellio tetap terdiam.

"Yo?" Panggil Aris memastikan bahwa Zellio dalam keadaan baik-baik saja. Tapi Aris pun sadar. Bahwa Zellio tidak mungkin baik-baik saja. Sudah pasti itu.

Keduanya terdiam.

Lalu, "Gue mau nanya sama lo Ris." Ujar Zellio dengan suara serak menahan amarah. Aris pun mengangguk pelan tanda setuju.

"Kanova suka Evelyn?" Ucap Zellio to the point. Membuat Aris terkejut.

Aris terdiam.

"Soal itu ...

"APA?!" Potong Zellio dengan suara tinggi.

Sedangkan Aris tetap dalam posisi biasa. Berusaha untuk tetap bersikap santai meski dalam pikirannya juga berkecamuk.

"Yo ...

Ujar Aris untuk menenangkan.

"Dugaan gue bener ternyata Ris! Iya 'kan?!" Jelas Zellio masih dengan nada tinggi.

"Yo, bukan gitu ...

"Lo tau kalo Kanova suka Evelyn?" Tanya Zellio lagi dengan raut yang menahan amarah. Rahang tegasnya kian mengeras dengan decitan gigi yang bergesekan. Matanya tajam dengan deru nafas yang kasar.

Mendengar itu Aris hanya terdiam.

Dan diamnya Aris. Membuat Zellio semakin merasakan sesak yang begitu dalam di dadanya. Rasanya, nafas pun Zellio sulit karena terlalu menahan amarah yang sudah di puncak.

"Dengan Lo diem. Gue jadi makin yakin sama dugaan gue selama ini."

"Gue cabut Ris. Makasih waktunya."

Setelah mengucapkan itu, Zeliio beranjak dari atas sofa nya. Berjalan cepat menuju pintu, membukanya, lalu menutup nya dengan kasar hingga terdengar suara benturan yang cukup keras.

Sedangkan Aris. Masih terdiam dengan raut penuh sesal, gelisah, dan sedikit cemas. Dia sangat khawatir dengan apa yang nanti akan dilakukan oleh Zellio. Dia juga tidak menjamin dia akan baik-baik saja. Terutama mereka, Zellio dan Kanova.

Di atas sofa Aris hanya bisa menghela nafas gusar sembari menyenderkan punggungnya. Ia hanya bisa pasrah dengan keadaan sekarang.

Zellio yang tempramental, tidak akan mudah untuk ditaklukkan kecuali dia benar-benar sudah melakukan apa yang dia mau.

Siapapun tidak ada yang bisa mencegah.