webnovel

Empire of the Portals Arc 1: Rise of an Empire

Beberapa portal menuju dunia lain bermunculan di Dunia Altresviel semenjak dua ribu tahun lalu. Manfred Zimmermann, seorang perwira militer Kekaisaran Nordland ditugaskan di sebuah dunia aneh yang sangat berbeda dengan dunianya. Ia ditugaskan oleh kaisar langsung untuk menginvestigasi penyebab munculnya portal-portal dimensi di Altresviel, menjalin hubungan baik dengan warga di dunia itu, dan memperkuat posisi kekaisaran yang baru saja terbentuk. Mampukah ia, yang dianggap sebagai musuh terbesar dunia itu menyelesaikan misinya? Dengan ingatan masa lalunya yang kelam, kini ia berdiri tegap untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, dan mengakhiri perang abadi yang sudah menghancurkan hidupnya.

Tengku_Luthfi · Guerra
Classificações insuficientes
8 Chs

Chapter 1 : Putihnya Musim Dingin, Lembutnya Bulu-bulu burung, Indahnya Ilusi

Part 2

Di depan mereka ada persimpangan. Dan memang tidak ada yang aneh. Kecuali fakta bahwa semakin ke dalam, semakin lebat lumut-lumutnya dan semakin lembab tempatnya. Seharusnya, lumut tidak tumbuh selebat ini.

Terowongan ini memiliki banyak cabang dan persimpangan yang kelihatannya menghubungkan banyak distrik. Di zaman yang sebenarnya masih ketinggalan zaman daripada di Midgard, sistem pembuangan bawah tanah yang lumayan rumit ini sebenarnya sudah cukup mengejutkan. Jika saja Maximillian tidak melakukan eksplorasi mencari jalan pintas, mungkin saja mereka harus berjalan di permukaan dan menempuh jarak yang lama dengan banyak pertempuran di jalan.

Memang lebih baik daripada harus berjalan di tempat kumuh, tidak layak huni dan tidak layak dilewati ini. Tapi, kecepatan adalah hal yang paling penting.

Dengan rute yang dipetakan Maximillian, mereka dapat sampai setidaknya dengan satu jam perjalanan. Itu kata Maximillian, setidaknya.

Saat mereka berjalan dengan cukup santai, tiba-tiba tanah bergoyang. Langit-langit serasa akan runtuh dengan pecahan-pecahan batu kecil jatuh menimpa stahlhelm mereka. Zimmermann yakin, itu adalah suara peledak-peledak dari keempat sektor yang meledakkan gerbang dengan dinamit. Fall Winter, Operasi berkode nama 'Musim Dingin', sudah dimulai.

"Ini…gawat." kata Heimling, seorang komandan pleton dan orang dengan pangkat tertinggi setelah Zimmermann dan Maximillian yang berpangkat Hauptmann, yaitu Oberfeldwebel.

"Ayo, cepat bergerak. Aku tidak mau mendekam di sini selamanya." Kata Zimmermann.

"Jawohl, Herr Hauptmann!" seru seluruh prajurit.

Seketika, Zimmermann mengalami sedikit claustrophobia6. Ia mempercepat langkahnya namun tetap waspada dengan daerah sekitar. Jika memang musuh sudah memperbaiki jebakan mereka, maka itu akan berbahaya. Lembabnya gorong-gorong dan kegelapan yang menguasai hati bukan lagi hal yang ia takutkan, melainkan tertimpa beton dan berakhir seperti leluhurnya adalah hal yang paling tidak ia inginkan saat ini.

Mempercepat langkah di tempat ini memang tidak mudah. Air seakan-akan mengental, mungkin karena banyaknya hal yang tercampur di sini. Mungkin saja ada kotoran manusia, ternak, dan limbah-limbah rumah tangga lain yang tentunya bukan hal yang bersih.

'krak!'

Tiba-tiba terdengar seperti sesuatu yang keras telah retak karena tertimpa. Dengan sigap, Zimmermann langsung memerintahkan semua berhenti.

"Apa ada yang merasa menginjak sesuatu yang aneh?" tanyanya dengan suara bergetar.

Tidak ada yang menjawab selama satu menit yang sangat hening dan dipenuhi rasa gugup dan takut. Bahkan, Heimling yang notabene orang yang kuat, juga memasang wajah khawatir di balik masker gasnya.

"Waktu itu nyawa, cepat ngaku!"

Tiba-tiba, seorang anggota tim medis, Ingrid, mengangkat tangannya. Tangan wanita itu bergetar hebat. Sesuatu yang tidak diketahui, selalu menjadi hal yang paling mengerikan yang bisa dirasakan oleh seorang manusia. Bahkan yang tertangguh pun akan menunjukkan ketakutan meski hanya sedikit.

Ingrid adalah seorang paramedis yang sangat lembut, dan ia belum pernah berada di medan tempur garis depan. Rasa panik karena menginjak sesuatu yang dicurigai sebagai ranjau. Pemikiran tentang luka yang amat menyakitkan ditambah lagi lokasi yang sangat kotor hingga dapat mengakibatkan infeksi yang tidak terbayangkan membuat hatinya gemetar. Dengan sekuat hati, ia menahan getaran hatinya yang seakan-akan beresonansi dengan tubuhnya.

"Theodred, ada sesuatu di bawah kakimu?"

"Tidak, Herr Hauptmann" responnya pada Zimmermann.

"Bagus, bantu dia. Yang lain, jangan ada yang bergerak!"

Semua mengangguk secara perlahan. Bukan hanya untuk membatasi gerak, namun juga karena perasaan takut yang sangat menggelapkan hati yang mengakibatkan reflek mereka melambat.

Hal ini wajar, meskipun banyak yang sudah berpengalaman dalam perang saudara sebelumnya, mereka memang belum tahu apa-apa tentang dunia ini dan jebakan mengerikan macam apa yang bisa diciptakan. Apakah sesuatu yang dapat membuat kulit meleleh seperti terpapar radiasi gamma? Apakah racun mengerikan yang dapat membuat mereka tersiksa dan tidak mati selama berhari-hari, berminggu-minggu, bertahun-tahun, atau bahkan selamanya? Apa jebakan sihir api akan melahap tubuh mereka dalam api yang bertahan selama dunia masih ada?

Pemikiran-pemikiran itu secara kompak menguasai pikiran mereka semua…atau mungkin tidak semua.

Gerak tubuh Maximillian tidak menunjukkan sesuatu yang menandakan ia terlihat gugup. Bahkan ia dengan asiknya bermain sendiri dengan jari jemarinya.

"Max, kau tidak khawatir? Tidak gugup sama sekali?" tanya Zimmermann dengan campuran kagum dan rasa ngeri.

"Buat apa? Kalian saja yang takut. Aku adalah elf, kaki-kaki ini seringan bulu elang yang terbang dibawa angin. Aku tidak akan bisa memicu jebakan apapun yang berhubungan dengan gerakan atau bobot tubuh. Toh, jebakan-jebakan yang lalu aku picu dengan kesadaran dan perhitunganku sendiri. Kau melupakan hal itu, Zimi." Katanya sembari menyembunyikan seringai jahat dari balik masker gasnya.

"BODOH! AKU LUPA HAL ITU!" Teriak Zimmermann dalam hati. Memang sejak awal, dia sudah memegang kartu as.

"Memang harus bikin tanganku kotor ya…" Ucap Maximillian sembari bergerak santai dan berhati-hati agar tidak menyenggol yang lain. "Perlu bantuan, Theodred?" katanya sembari berjongkok dan meraba-raba bagian dasar dari genangan air yang agak kental itu.

"Hmm…seperti hal yang keras. Ingrid, angkat kakimu dengan perlahan. Theodred, tahan yang kuat, jangan sampai ada perubahan berat."

"Jawohl, Herr Hauptmann!" Theodred langsung menekan dengan kuat dan penuh kehati-hatian.

Sejenak, ada sesuatu yang mengganjal di dalam hati Theodred dan juga Maximillian. Di dalam otak mereka, seakan-akan sesuatu yang mereka kenali membentuk gambaran yang sangat mengerikan.

"Apa mungkin…" kata Theodred dengan mata membelalak dan tangan gemetar.

"Ya, kayanya aku pernah merasakan sesuatu seperti ini sebelumnya…"

Mereka berdua saling menatap. Mereka mengangguk bersamaan, seperti sepakat melalui komunikasi batin, sepakat untuk menarik apapun itu yang ada di bawah mereka.

"Tu…wa…" Kata mereka berdua sembari menarik dengan hati-hati namun juga dengan kuat benda itu. Sedikit-demi sedikit, tangan mereka merasakan benda itu terlepas dari jeratannya, kemungkinan endapan lumpur.

Dan hap, mereka menemukan sesuatu yang sesuai dugaan mereka. Sejenak, seluruh kompi terdiam dalam ketakutan yang sangat hebat. Sesuatu yang mereka takutkan telah terjadi.

Sebuah rangka manusia, dan sebuah tulang rusuk yang berhasil ia tarik. Nampaknya sudah patah karena tarikan yang terlalu kuat. Jika saja ia bisa menggali lebih dalam dan mengambil satu-satu, pastinya akan terbentuk rangkaian tulang rusuk minus tulang ekor yang sudah tidak dapat diambil karena tertutup lumpur di dasar.

"Sialan, dibawah sini pasti ada banyak lagi, Herr Hauptmann" ucap Theodred dengan sembari melihat Maximillian dengan wajah sangat ketakutan.

Di balik masker itu, wajah Maximillian juga ketakutan. Keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuhnya, wajahnya yang semula sangat tenang menjadi wajah seorang manusia yang baru saja melihat hantu tepat di depan matanya secara tiba tiba. Matanya terbelalak dengan sangat lebar, dan mulutnya menganga bahkan ludahnya sendiri susah ia telan, terjebak di dalam tenggorkannya.

"Sialan, mayat siapa ini?" teriak salah satu prajurit.

"Apa di sini memang aman?" teriak yang lainnya.

Sejenak, mereka terdiam. Mengetahui jika itu bukanlah jebakan membuat mereka sedikit lega. Namun, penyebab kematian dari tengkorak itu masih misteri.

Zimmermann melangkah mendekati mereka berdua. Meskipun ia juga takut, ia harus memeriksa tengkorak itu dan memastikan apakah dia mati karena racun biasa, dibuang sebagai mayat, atau racun yang lebih mematikan.

Tiba-tiba ia langsung memiliki spekulasi. Dan ini cukup untuk menenangkan pasukannya.

"Mayatnya masih meninggalkan tulang, itu artinya ia mati bukan karena zat seperti asam yang kuat. Jika iya, seharusnya tulangnya juga ikut larut." Katanya dengan nada sangat percaya diri dan senyuman lebar yang terbentuk di wajahnya.

"Tidak perlu khawatir. Jika ini memang gas beracun, kita sudah terlindungi. Jika ini adalah sesuatu yang ada di luar logika manusia biasa seperti kita..." Zimmermann berhenti sejenak. Perasaan khawatir menguasai hatinya meskipun sebentar saja, "Namun, kita ini prajurit. Hidup kita memang penuh ancaman kematian. Apapun resikonya, kita sebagai pasukan elit Sturmtruppen harus maju terus, bahkan jika memang kematian yang menunggu di depan."

Zimmermann langsung membalik badan dan melanjutkan perjalanan. Pidato seingkat tadi sudah lumayan memberikan semangat berani mati kepada para prajurit. Ditambah lagi sikapnya tadi membuat mereka lebih berani lagi mempunyai pemimpin yang berani mati seperti Zimmermann.

Meskipun kenyataannya, masker gas itu menyembunyikan wajah ketakutan yang tidak mau berhenti bergetar.

Mereka melanjutkan perjalanan seperti biasa. Penuh kehati-hatian dan perasaan ngeri yang masih menodai hati mereka. Tapi pancaran semangat itu membuat takut dapat kalah dengan mudah, setidaknya tidak membuat mereka jadi terlalu takut dan lari.