"Bang, kamu kok nggak bilang sih, kalau masakanku asin?" Aku mengomel seraya membuka piring baru untuk Satria.
"Ya gimana, kamu kan udah berusaha buat masakin aku. Masa aku bilang nggak enak?" Aku memandangnya sejenak.
"Ya tapi tadi itu nggak enak, asin. Kayaknya tadi yang aku masukin garam deh bukan gula."
"Sudah, nggak apa-apa. Apapun yang kamu masak pasti aku suka." Dia hampir saja mengambil sayur lodeh itu kembali, namun buru-buru aku mencegahnya.
"Jangan, Bang. Nih, makan masakan mama aja." Aku menaruh beberapa lauk pauk ke piringnya.
"Makasih, Sayang."
Ternyata tiga pasang mata di hadapan kami dari tadi diam memperhatikan interaksi kami. Papa menggeleng, Mama mengulum senyum, sedang Kak Reni sudah terlalu lebar untuk disebut senyum. Duh, malunya.
"Makanya Rea, kalau lagi diajarin itu jangan melamun. Perhatikan baik-baik," komen papa.
"Pah, Pah, kayak nggak tahu anak kamu yang satu itu. Segitu aja udah Alhamdulillah," imbuh mama dan itu membuat Satria terkekeh.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com