webnovel

DILEMA KARENA CINTA

Aku sudah tidak kuat, aku ingin pergi meninggalkannya tapi, karena aku masih cinta ... aku ingin mempertahankannya. Aku tidak bisa menjadi sosok yang kuat hanya karena aku sering meneteskan air mata. Hatiku ini hanya untukmu .... Bisakah kau perlakukan aku seadil mungkin seperti kau memperlakukan yang lainnya .... Jika kamu sudah acuh padaku, aku benar-benar akan pergi .... Meninggalkan orang yang benar-benar aku cintai ....

ANABANTINGAN · Urbano
Classificações insuficientes
20 Chs

010

"Tapi, apa benar aku boleh memanggil namamu?" Kenapa Nana malah menjadi ragu.

"Boleh kok." ucap Fushimi tanpa ada masalah, "Lah emangnya kenapa?" tanyanya heran.

Nana merasa tidak enak hati kalau dia terus menerus menyembunyikan isi hatinya, "Yah gimana ya, aku rasa kamu orang besar ... dan direktur perusahaan, jadi ... aku yang rakyat jelata ini tidak pantas memanggilmu seperti itu ...." Jelas Nana dengan dengan ragunya, dia juga tidak menyangka kalau orang besar di sampingnya ini adalah orang yang sangat santai.

"...."

"Ahahahaha~" perkataan Nana itu membuat Fushimi tertawa, "Santai saja ... aku tidak seperti itu, kok. Apabila kamu bertemu denganku di kantor atau di sekitar lingkungan sana ... kau harus memanggilku pak presdir. Selama di sini hanya ada kita berdua itu tidak masalah bagiku, hanya karena berbeda pekerjaan." Jelas Fushimi dengan santai dan tidak terlalu mempermasalahkannya.

"Jangan tegang!" Kata Fushimi yang menatap Nana yang perlahan menjadi tegang, mereka awalnya memang canggung. Fushimi sendiri orang yang tidak banyak bicara dan saat diajak bicara dia adalah orang yang santai, Nana merasa Fushimi menghidupkan suasana di dalam mobil ini.

"Ya!" jawab Nana singkat, pikirannya masih terfokus pada perkataan Fushimi yang terdengar romantis, '... di sini hanya ada kita berdua ...' dia merasa kata-kata itu sekarang paling berdamage di hatinya. Saat Fushimi mengatakan kata-kata itu dengan santainya entah kenapa Nana yang mendengarnya, wajahnya sedikit memerah bahkan dia hanya bisa menjawab perkataannya dengan singkat.

'Tampaknya benar, orang ini benar-benar baik hati ....'

....

Beberapa menit kemudian, "Oh ...!!" Nana berseru melihat bangunan dari kaca mobil.

"Bukankah itu rumah sakit?" Nana bertanya dan dia bermaksud membawa Fushimi berobat. Tapi, tampaknya Fushimi memasang ekspresi kaku begitu melihat Nana berseru dan pandangannya fokus ke sana, mobilnya berjalan dengan sangat pelan.

"Kita tidak sedang ke sana!" jawab Fushimi dengan tegasnya yang duduk santai sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Tapi, lukamu kan perlu mendapatkan perawatan terlebih dahubulu supaya tidak bertambah sakit." Jelas Nana dengan sangat perhatian, "... Atau kita ke sana sebentar untuk memeriksakan kondisimu, dan kita segera pulang pakai obat jalan?" bual Nana yang terus memikirkan Fushimi.

Tapi, Fushimi sangat kesal mendengarnya, sesakit apa pun yang dia rasakan, dia tidak mau ke rumah sakit.

"Tidak!!" Wajahnya kini bersengut ke arah Nana dan dia menyipitkan matanya dengan ekspresi kesalnya.

"Ke-kenapa?" Nana menjadi tergugup, dia merasakan ledakan amarah akan segera muncul dari mulut Fushimi.

Tapi, Fushimi memalingkan pandangannya dengan menatap jendela di sampingnya ....

"Hah~" dia menghela napas pelan dengan nada yang penuh kegelisahan, "Pokoknya aku tidak mau!"

"...."

Di balik jawabannya yang egois, sepertinya ada sesuatu di balik semua itu.

"Kau lurus saja ikut jalan, nanti ada kafe yang baru buka, kita mampir di sana." Jelas Fushimi mengatakan tujuannya.

"...." Nana tidak protes sama sekali, tapi dia berpikir apa dia akan makan-makan di kafe itu?

Namun, lelaki yang peduli akan penampilan ini ingat, apa yang dia lakukan sebelum ke sana ....

"Oh, ya, kita menyeberang jalan dulu ... kita tidak ke rumah sakit tapi, bangunan di dekatnya ...." Yaitu mall. Dia tidak ingin datang ke kafe itu pakaian yang terlihat jelek dan lusuh.

Nana manut aja apa yang dikatakan Fushimi.

"Kita ke mall?" tanya Nana begitu sampai ke tujuan.

"Iya." Jawab Fushimi singkat, dan mereka segera memakirkan mobilnya. Tidak lupa Nana mengunci mobilnya agar lebih aman, dan dipastikan tidak ada yang tertinggal di dalam mobil.

"Kamu bawa uang, kan?" tanya Fushimi pada Nana.

Nana mengangguk, "Ya, aku membawanya ...."

"Banyak?"

"Lumayan."

"...." Mereka saling pandang meragukan, "Baiklah aku pinjam sejumlah uangmu untuk membeli sejumlah barang di sini, nanti aku akan menggantinya."

"Iya, baiklah." Jawab Nana yang kini yakin.

Tapi, "Bukankah kamu bisa bertransaksi memakai ponselmu?" tanya Nana memastikan.

"Sayang sekali tidak semua yang ada di mall bisa dibayar secara online." Jawab Fushimi dengan sejujurnya.

"O-oh, benar juga."

Mereka melangkah menuju ke dalam mall.

"Jadi, kamu seperti orang yang kabur dari rumah tanpa membawa apa-apa?" tanya Nana memastikan sambil berjalan.

"Ya, begitulah." Jawab Fushimi pasrah. Lalu, dia sedikit menurunkan pandangannya ke tangan Nana.

"Um ... apa tidak sebaiknya kita bergandengan tangan, dan menyamakan irama langkah kaki kita?" tanyanya serius.

Perkataan Fushimi itu membuat hati Nana berdesir dan denyut jantungnya seketika berdetak kencang, kata-kata itu terdengar romantis di telinga Nana.

"...." Mereka kembali saling pandang, mereka sudah berkali-kali saling pandang tapi, seketika Nana menjadi gerah.

Tanpa menjawab apa pun, Nana meraih tangan Fushimi.

"...."

Mereka berjalan bersama meski canggung.

Fushimi tak membawa apa pun di kantong mantelnya waktu itu, dia hanya membawa ponsel. Dia juga tidak membawa identitas pribadi dan kartu atm-nya. Semua dia tinggalkan di rumah.

Salah satu alasan mengapa Fushimi tidak ke rumah sakit adalah pasti disuruh menebus obat atau kemungkinan dirawat inap, membutuhkan biaya yang cukup mahal. Namun, Fushimi tidak mempermasalahkan hal itu, dia merasa orang yang menolongnya tidak akan mampu membayar dan dia juga memiliki alasan tersendiri mengapa dirinya tidak ingin ke rumah sakit, dia akan menceritakannya nanti.

"...." Ke mall ini pun, dia tidak bisa lama-lama.

Maksud Nana yang menjawab membawa uang lumayan adalah di samping dia membawa uang di tasnya, dia juga membawa kartu ATM-nya. Dia juga sudah memikirkan kalau Fushimi mengajaknya ke Mall pasti barang yang akan dibeli harganya mahal dan tak cukup hanya uang yang dibawanya.

Fushimi segera memilih beberapa pakaian satu style dengan rompi dan jas dan juga celana. Sepatunya juga perlu ganti, dia juga membeli beberapa dalaman.

Begitu Nana melihat harganya lumayan mahal, dia harus menggesekkan kartu kreditnya di kasir. Benar ternyata apa yang dikatakan Fushimi, tidak semua mall bisa bertransaksi secara online.

"...."

Saat Fushimi baru keluar dari ruang ganti dan telah berganti pakaiannya, Nana yang menunggunya begitu terpukau dengan ketampanannya. Padahal Fushimi belum merias diri, auranya benar-benar seperti pangeran yang turun dari kayangan.

Nana begitu terpukau saat melihatnya, dia berpikir ... Fushimi begitu cocok dengan pakaian yang dipilihnya.

"Bagaimana?" tanya Fushimi pada Nana dengan tenang.

"Woaaah~" Nana hanya bisa memendam kekagumannya dalam hati, "Ba-bagus, cocok, kok." Jawab Nana mengomentari pakaian Fushimi.

Seketika Fushimi menurunkan pandangannya dan memasang muka malasnya.

"Bukan itu maksudku," tampaknya maksud Fushimi bukan soal mengomentari penampilan.

Nana yang tidak paham maksudnya kini hanya terdiam membisu, "Bagaimana dengan milikmu, kau belum membelinya ...?"

"A-ah, eh, i-iya," seketika Nana menjadi bingung karena dia tadinya menunggu Fushimi berganti baju.

"Aargh~ bikin aku frustasi saja~" gerutu Fushimi sambil membalikkan tubuhnya dari Nana guna memalingkan pandangannya.

"...." Nana kurang tanggap, nih.

Nana merasa bersalah karena dia menghabiskan waktunya begitu banyak hanya dengan berdiam diri menunggunya.

________

'Lagi-lagi, apa tindakanku ini dapat dimaafkan oleh Fushimi (yang tampak kesal itu)?'

To be Continued