webnovel

DILEMA KARENA CINTA

Aku sudah tidak kuat, aku ingin pergi meninggalkannya tapi, karena aku masih cinta ... aku ingin mempertahankannya. Aku tidak bisa menjadi sosok yang kuat hanya karena aku sering meneteskan air mata. Hatiku ini hanya untukmu .... Bisakah kau perlakukan aku seadil mungkin seperti kau memperlakukan yang lainnya .... Jika kamu sudah acuh padaku, aku benar-benar akan pergi .... Meninggalkan orang yang benar-benar aku cintai ....

ANABANTINGAN · Urbano
Classificações insuficientes
20 Chs

009

'Apa Fushimi akan memarahiku?' disamping khawatir, tangan Nana gemetaran saat Fushimi berbalik menatap tajam dirinya.

Namun, Fushimi ternyata hanya menepuk pelan kepalanya, dengan senyum tipisnya yang dibuat secara tiba-tiba dia berkata, "Tenang saja, sudah aku pesankan mobil rental. Kamu tidak perlu membayarnya karena aku bayar pakai mobile banking." Jawabnya menenangkan diri Nana.

"Eh?" Nana pun tak tahu bagaimana cara mengekspresikan diriya sekarang pada Fushimi. Dia bukan lagi tak percaya tapi terlalu teledor.

Sebelum mereka berangkat, perut Nana berbunyi keroncongan dengan sangat keras membuat Fushimi ingin tertawa lebat tapi, dia menyembunyikan tawanya dalam senyuman tipis itu.

Fushimi merasa, kali ini dia terlalu menekan Nana. Akhirnya mereka sarapan terlebih dahulu dengan makanan yang kemarin malan telah dihangatkan/dipanaskan ulang.

*Orang Jawa bilang: Jangan nget-ngetan.

Lanjut ....

Beberapa menit kemudian, Fushimi mendapatkan pesan berupa informasi kalau mobil rentalnya sudah tiba di sekitar kompleks ini.

Mereka berdua segera bergegas cepat. Nana dan Fushimi segera keluar, tidak lupa Nana membawa tas berisi barang-barang penting dan make up. Lalu, tidak lupa juga untuk mengunci rumah.

Mereka berjalan bergandengan tangan layaknya seperti seorang pasangan sedang kencan buta di siang hari.

Suasana kota metropolitan yang panas, Fushimi tadi malah menyuruh Nana untuk menggunakan jaket atau sunblock agar kulitnya tidak terbakar. Tapi, karena Nana tidak tahu apa pun, dia hanya memakai baju lengan pendek seperti kaos dan dengan rok 3/4 dari panjang kaki. Bagi Fushimi penampilan Nana terlihat seperti anak SMA sedang piknik.

....

Begitu sang sopir mobil rental yang membawa mobilnya kemari itu keluar dan menyerahkan kuncinya pada salah satu dari mereka, sang sopir mobil segera menjauh dan menaiki mobil rekannya yang ada di belakangnya untuk kembali ke kantor mobil rental.

Di sini mereka berdua (Nana dan Fushimi) mengambil keputusan siapa yang akan mengemudikannya. Fushimi awalnya meminta Nana untuk mengemudikannya karena kondisi Fushimi tidak begitu sehat. Nana bisa mengemudikan mobil tapi dia tidak begitu mahir.

"...." Fushimi juga khawatir kalau wanita yang masih saling pandang di depannya ini nantinya menabrakkan mobilnya dalam waktu dekat.

Masalahnya itu juga mobil rental.

Tapi ....

"Baiklah aku yang menyetir. Aku akan melakukannya dengan hati-hati." Jawab Nana dengan optimis.

"Kamu yakin?" tanya Fushimi meragukannya. Saat kondisi seseorang tidak fit begitu dia harus fokus dibagian kemudi pasti akan lelah juga justru ini yang beresiko kecelakaan.

Nana mengangguk dengan serius, "Ya." Jawabnya singkat.

Fushimi sendiri jadi tidak tega.

"Kamu cukup di dekatku, nanti kalau ada yang salah saat aku melakukannya, kamu bisa membenarkannya." Jelas Nana dengan optimisnya dan segera masuk ke mobil di bagian pengemudi.

Dia ingat kalau dia pernah mendapatkan pengajaran dari ayahnya yang merupakan seorang sopir angkot dulu. Walau cuma sebentar ....

Nana sendiri bertekad menabungkan uang hasil kerjaannya dan suatu saat nanti dia ingin bisa membeli sesuatu yang dia inginkan, terutama membeli mobil pribadi. Dia juga ingin membeli rumah mewah, dan ingin membahagiakan kedua orang tua dan saudaranya dari hasil kerjanya di perantauan.

Tapi, begitu Nana bekerja tidak lama kemudian ....

Ternyata tak seperti yang dia bayangka sebelumnya, jadi anak rantau itu susah bahkan jika tempat kerjanya terlalu menekan Nana.

Cari uang itu sangat susah!!

Harapan Nana perlahan sirna, walaupun masih ada beberapa harapan lain yang bisa dia wujudkan seperti sering mengirimi sejumlah uang untuk keluarganya di kampung dan di setiap malam Minggu, Nana mengobrol dengan kedua orang tuanya lewat video call.

....

Lanjut ke scene di mana mereka bedua masuk ke dalam mobil. Nana memasukkan kunci mobil ke lubangnya, menginjakkan kakinya ke pedal rem dan juga memanasi mobilnya.

Ternyata tidak butuh waktu lama, bensinnya full. Ok gas aja!!

Nana segera memutar setir dan membelokkan mobilnya ke arah jalan raya. Melihat betapa ramainya kota metropolitan ini, membuat Nana semakin gugup. Apa dia bisa mengemudikan mobil ini dengan baik?

Dia sudah berjanji untuk hati-hati.

Di jok depan ditinggalkan sebuah kresek dan tisu saat Fushimi membuka bagian jok depan mobilnya. Dia juga meraba-raba tangannya fokus ke bagian pemutar musik yang ada di bagian tengah.

Mobilnya canggih, dilengkapi dengan fitur GPS sehingga ketika Nana mau ke arah tujuan, dia hanya melihat rute yang dia tuju.

*Mobil rental mahal ala Fushimi, sih.

Mereka juga tidak lupa sebelumnya mengenakan sabut pengaman untuk menjaga keamanan diri mereka saat ada bahaya mendekat.

"...."

Namun suasana di dalam mobil menjadi canggung, Nana benar-benar hati-hati saat mengemudikan mobil.

Karena Fushimi ternyata tidaj banyak bicara, Nana mengawali pembicaraannya ....

"Kita mau ke mana?" mereka baru keluar baru pemanasan.

"Hmm~ lurus aja." Jangan Fushimi dengan sedikit menggumam. Pandangannya lurus ke depan dan dia tidak menoleh ke arah Nana saat bertanya padanya.

"Baiklah." Jawab Nana singkat.

"Tetap mengemudi dengan hati-hati, ya. Jangan menaikkan kecepatannya." Jelas Fushimi menyarankannya, aslinya dia khawatir dengan Nana tapi dia rasa itu tidak masalah.

"...."

Mereka menjadi canggung kembali.

"Fushimi," ini pertama kalinya Nana memanggil nama depannya ....

"Ya?" Tampaknya Fushimi juga tidak keberatan saat dia dipanggil seperti itu, dia juga menjawabnya dengan cepat.

"Bolehkah aku memanggilmu seperti itu?" tanya Nana memastikan apa itu boleh atau tidak karena ini bukan suasana yang formal.

"Hmm boleh kok," jawab Fuyuki dengan santai sambil menyetel musik dengan volume rendah.

"Tampaknya kita juga seumuran." Kata Fushimi dengan santainya lagi.

"Benarkah?" celetuk Nana tidak percaya.

"Iya, mungkin karena aku seorang direktur selama ini wajahku terkesan seperti mas-mas bahkan lebih seperti bapak-bapak. Pertama kalinya kamu memanggilku mas." Fushimi menjelaskannya.

Nana berpikir, 'Apa Fushimi sebenarnya tidak suka dipanggil "mas" atau "bapak"?'

Nana menjawabnya dengan nada santai, "Oh bukan begitu~ karena aku tidak tahu usiamu berapa dan aku terbiasa panggil laki-laki dewasa yang baru aku temui dengan sebutan 'mas' itu untuk kesopanan." Nana mengatakan lebih jelasnya alasannya.

"Oh, gitu .... ya, ya, ya, aku paham." Jawab Fushimi yang tampaknya paham apa yang Nana ucapkan. Itu mungkin sejenis adat kesopanan dari daerahnya juga. Selama ini Fushimi memanggil orang lain dengan sebutan "kau" atau "kamu" pada orang yang baru dia kenal, kecuali orang yang dirasa agak tua selalu dia sebut "Anda."

"Jadi, kalau aku bertemu dengan seorang wanita dewasa entah tidak tahu umurnya aku panggil 'mbak' gitu, ya?" tanya Fushimi serius untuk menyesuaikannya dengan kondisi Nana.

"Iya, begitulah. Jadi bukan karena tua atau muda atau seumuran atau apa-apa ...." Nana menjawabnya tapi dia sulit untuk menjelaskan maksudnya. Tapi tampaknya Fushimi paham.

"Baiklah karena kita sudah saling mengenal, aku memanggilmu Nana." ucap Fushimi tanpa ribet.

"Tapi, apa benar aku boleh memanggil namamu?" Kenapa Nana malah menjadi ragu.

"Boleh kok." ucap Fushimi tanpa ada masalah, "Lah emangnya kenapa?" tanyanya heran.

________

'Fushimi adalah direktur sementara aku yang hanya remahan rengginang, apa aku pantas memanggil nama kecilnya?'

To be Continued