webnovel

DILEMA KARENA CINTA

Aku sudah tidak kuat, aku ingin pergi meninggalkannya tapi, karena aku masih cinta ... aku ingin mempertahankannya. Aku tidak bisa menjadi sosok yang kuat hanya karena aku sering meneteskan air mata. Hatiku ini hanya untukmu .... Bisakah kau perlakukan aku seadil mungkin seperti kau memperlakukan yang lainnya .... Jika kamu sudah acuh padaku, aku benar-benar akan pergi .... Meninggalkan orang yang benar-benar aku cintai ....

ANABANTINGAN · Urbano
Classificações insuficientes
20 Chs

007

"Kalau begitu, siapa dirimu?" Nana berbalik dan bertanya padanya sambil menatapnya serius.

"Aku ...." Begitu akan mengucapkannya, dia ragu dan memalingkan pandangannya pada Nana.

"...." Nana tengah menebak isi kepalanya, "Jangan bilang kalau bukan siapa-siapa!?" dia ingin mengutarakannya langsung tapi, perkataannya segera terpotong begitu dia mengatakan hal yang terdengar aneh bagi Nana.

"A-aku ingin kamu tidak terlalu ter-ke-jut saat aku mengatakannya." Kenapa malah jadi gugup begitu?

"Hmm, baiklah." Jawab Nana dengan riangnya.

Nana yang menjadi tenang itu mengulurkan tangannya terlebih dahulu ..., "Aku Anna Reihana, biasa dipanggil Nana." Dia ingin perkenalan yang biasa saja.

"Salam kenal, Nana." Dia membalasnya Nana dengan menjabat tangannya, "Aku Fushimi ...."

Namun tangannya begitu dingin dan sedikit berkeringat membuat Nana khawatir padanya.

"Aku adalah ...." Begitu setelah berjabat tangan tiba-tiba pandangan Fushimi menjadi kabur seketika di depannya menjadi gelap dan dia hendak terjatuh di depan Nana.

Nana segera meraih tubuhnya yang dirasa agak berat itu.

"Kamu sakit?" tanya Nana mengonfirmasinya sembari dia tahu luka yang ada di tubuh laki-laki itu belum sembuh.

Nana membopongnya dan membaringkan tubuh laki-laki itu di kasur kecil di ruang santai tadi. Nafasnya cepat, dia berkeringat dingin ....

Tampaknya Nana harus mengompresnya ....

"Tunggulah di sini!" seru Nana yang segera membawakan pertolongan pertama padanya.

Mungkin dia memaksakan diri sedari tadi, pikir Nana yang mengingat lelaki tampan itu memasak untuknya. Tapi, "Tidak usah ...." Ucapnya pelan begitu Nana bersedia membawakan sebaskom air dan handuk kecil.

"Tidak usah apanya?" Jawab Nana dengan khawatir, "Kalau dibiarkan, lukamu nanti pasti infeksi, kan?" tanya Nana memastikan.

"Aku menang sedang terluka lebih tepatnya sakit karena menahan luka ...."

"Ya, aku paham." Nana menjadi tidak tega, "Sudah jangan bicara lagi!"

Nafasnya masih belum normal, dia pasti sedang menahan rasa sakitnya dengan kondisi terengah-engah itu.

"Maaf, jika aku tidak bisa merawatmu dengan baik." Kata Nana yang pasrah, dan lagi-lagi begini, sepertinya sudah cukup parah.

"Um, tidak apa-apa." Jawabnya pelan, pasti dia masih kesakitan. Namun, lelaki tampan ini berkata dalam hatinya, "Ada seseorang yang bersedia menolongku saja, aku sudah bersyukur entah dia baik atau buruk tak masalah, yang jelas aku ada di lingkungan yang aman. Apalagi, dia masih bersedia merawatku ...."

Nana menunggunya dengan duduk terdiam di dekatnya, "Apa luka-luka itu bekas kamu berkelahi dengan seseorang?" tanya Nana memastikan lagi.

"Aku tidak berkelahi. Lebih tepatnya, aku diserang," jelasnya pelan.

"...." Siapa sebenarnya dia? Mengapa dia di serang? Nana heran dan hanya bisa bertanya-tanya dalam hatinya.

"Oh, ya, perkenalan kita belum selesai ...." Kata Fushimi yang ingin melanjutkan sesi perkenalan tadi. Dia membangunkan sedikit tubuhnya tapi, Nana segera membujurkannya kembali.

"Ah~ tidak usah repot-repot kok, soal itu bisa dilanjutkan nanti." Ucap Nana dengan memasang senyum tipisnya agak dia tidak terbenani dengan rasa penasaran Nana.

"Tidak," dia menyangkalnya, "Itu tidak benar, aku takut kalau kau terus menerus berpikir aku yang merepotkanmu ini adalah orang jahat." Tampaknya dia menjadi risih begitu Nana sudah menceritakan sekilas kisah hidupnya.

"Ah~ maaf," Nana langsung menundukkan kepalanya karena dirasa tidak sopan. Nana merasa dirinya terlalu buruk memperlakukan orang lain meskipun orang itu sudah berusaha untuk baik padanya.

"Apa Fushimi itu nama aslimu?" tanya Nana memastikan yang teringat namanya itu jarang ada di Indonesia, terdengar seperti nama orang Jepang. Lelaki ini juga berkulit putih dan bermata sipit jadi, tidak heran kalau misalnya dia ngaku sebagai orang asing. Atau jangan-jangan dia dia adalah WNA? pikir Nana berlebihan.

*WNA: Warga Negara Asing.

"Ah, iya ...." Tampaknya dia mengingat sesuatu yang penting, "Coba kamu lihat di kantong mantelku kemarin, di sana ada kartu namaku." jelasnya sembari menunjukkan mantelnya yang digantung di jemuran belakang dekat kamar mandi.

"Oh, baiklah." Nana segera mengambil mantel berwana hijau tua dan membawanya ke hadapan Fushimi.

"Ini kan?" tanya Nana memastikan kemudian Fushimi menyuruhnya untuk mencari kartu namanya di sakunya.

"Ada!" dan itu ternyata menjadi kusut karena terlipat-lipat sesuatu, dan juga tertinggal bekas noda

"Ya, itu aku." Ucapnya singkat.

Nana berusaha membacanya pelan-pelan, "Fushimi Furukawa, Direktur Utama Furu Company, eh!?" dia juga berceletuk dengan nada tak percaya.

"Asli?" Tanyanya heran dengan tampang bodohnya.

"Tentu saja asli." Jawab Fushimi dengan memasang wajah serius pada Nana.

*Gak mungkin bohongan lah!!

"HAAAAAAAA!?" Tentu saja Nana terkejut tak disangka kalau pria yang ada di depannya ini adalah direktur utama perusahaan.

"Kau tadinya berjanji untuk tidak terkejut." Kata Fushimi dengan memasang muka malasnya pada Nana yang seketika terkejut itu. Bagaimana tidak terkejut? Selama ini sejak awal bertemu, Nana memperlakukannya dengan sikap yang tidak baik tak disangka orang yang ditolongnya ini adalah orang terpenting di perusahaan.

"Lah, tentu saja aku terkejut dong!! Aku ini hanya karyawan biasa. Kalau kamu direktur perusahaan berarti beberapa tingkat jabatannya lebih dari manajer perusahaan ...." Ucap Nana membuat alasan yang dirasa masuk akal.

"Ya iya lah," ucap Fushimi dengan santai membalas pernyataan Nana walau terdengar bodoh, "... Dan aku ini termasuk orang yang bisa mempekerjakan karyawan atau memecatnya tiba-tiba." Jelasnya yang seketika membuat Nana merinding.

Tak beda jauh dengan bos yang ditemui Nana tadi pagi (Ah~ mungkin lebih tinggi dari itu). Nana masih bersyukur kalau hukumannya hanya potong gaji sehari dan disuruh tidak masuk sehari. Untungnya tak langsung dipecat, kalau ketemu bos seperti itu sadis!!

"Aku sempat membaca kartu namamu sekilas, kau berada di perusahaan yang mutunya lebih rendah dari perusahaanku." Jelas Fushimi.

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Nana yang seakan-akan dirinya tak percaya kalau lelaki di depannya ini termasuk bos perusahaan.

"Tentu karena mereka juga bekerja sama perusahaanku." Jawabnya dengan sejujurnya dengan santainya.

"Nah, kalau begitu bukannya sebaiknya kau kembali ke rumahmu atau ke perusahaan mu saja?" tanya Nana yang dirasa masuk akal.

Fushimi menghela napas lelahnya dia memejamkan mata sejenak kemudian membuka matanya dan menatap Nana dengan sedikit sayup, "Tidak segampang seperti yang kau bayangkan, malah aku berharap diriku lenyap dari perusahaan ini." Jawabannya terdengar lirih dan sedih.

"Kok bisa?" Tanya Nana heran dengan tampang bodohnya.

"Aku sedang diincar oleh seseorang di mana mereka akan membunuhku." Jelasnya, sepertinya itu masih terdengar seperti misteri.

"Apa orang yang mengincarmu ini adalah orang suruhan dari perusahaan lain? Benar begitu?" Nana mengikuti arus pembicaannya.

"Entahlah aku belum bisa memastikannya, dan yang jelas beberapa dari mereka yang ada di Furu Company berusaha menggulingkan jabatanku."

"...."

"Jadi itu artinya, orang-orang yang berusaha menggulingkan jabatanmu dan membunuhmu adalah orang-orang dari perusahaanmu sendiri?" tanya Nana memastikan dengan rasa penuh penasarannya.

"Entahlah~" Fushimi tak memberikan jawaban pasti. Tapi, melihat Nana yang bertanya dengan rasa penasarannya ini, "Sepertinya kau sekarang tertarik denganku, ya~" Fushimi mencoba menggoda Nana yang menyimaknya terlalu serius itu.

"Te-tentu saja, ini karena aku menjadi khawatir denganmu!!" seru Nana di depannya sambil memasang muka kesal walaupun sebenarnya dia sempat terpesona sekilas karena terkejut akan jabatan yang dimiliki orang tersebut.

"Ehehe, yah~ karena tidak ada orang yang bisa diandalkan aku pergi dari perusahaanku waktu itu dan tampaknya bawahan ku juga mengkhianati ku." Jelasnya dengan muka penuh rasa penyesalan.

________

Tapi, apakah semua yang dikatakannya itu benar?

To be Continued