Di sebuah mansion bergaya klasik Italia dengan sentuhan colonial
Spider mengerutkan keningnya ketika melihat sebuah nama pada layar ponselnya.
"Daren Snake. Masalah apa sekarang?" desis Spider sembari melihat pada handphone yang berada di dalam genggamannya.
Kaos pemberian Luci masih dikenakannya, sementara kemeja miliknya masih tertinggal di flat milik Luci. Spider sengaja meninggalkannya agar mereka berdua memiliki alasan untuk bertemu lagi.
Daren Snake adalah seorang ketua dari klan mafia bernama UV Snake. Klan tersebut berada di negara bagian lain di Amerika. Baru-baru ini Daren menangani tugas besar yakni pelebaran jalur perdagangan senjata ilegal yang berada di sana.
Daren tidak pernah menelepon jika tidak sedang genting. Dan kegentingan itu biasanya disusul oleh masalah.
"Halo," dingin Spider. "Apa lagi?" lanjutnya dengan menggunakan bahasa Inggris.
"Maaf, Sir. Tapi saya ada berita buruk," jawab Daren juga menggunakan bahasa Inggris.
Kegembiraan Spider selepas tidur bersama dengan Luci semalaman mulai sirna dan luntur. Matanya berubah menjadi dingin dan gelap kembali.
"Masalah apa?" ketus Spider sembari menegakkan tubuhnya di atas kursi putar miliknya.
"Jalan utama telah diblokade. Ada semacam intrik lokal di beberapa daerah di negara bagian. Kami sama sekali tidak bisa bergerak." Suara Daren terdengar gemetar. Bagaimana tidak, saat ini dia sedang berbicara dengan Stephen J. Diamond, ketua dari klan mafia yang mana sudah membawahi klan UV Snake.
Belum lagi Sthephen Diamond atau Spider memiliki kebengisan tak terkendali. Satu saja pekerjaanmu tidak beres maka nyawamu bisa menjadi taruhannya.
"Berapa lama intrik itu akan selesai?" Suara Spider mengalir datar dan tanpa ekspresi. Tapi di setiap kata-kata yang diucapkannya itu, Spider seperti tengah mengirim beribu pisau yang dia tujukan untuk Daren yang berada di Amerika.
"Kami tidak bisa memastikan, Sir. Karena ini menyangkut hal yang sangat sensitif di sini." Daren berkata dengan ragu-ragu.
"Aku tau. Aku sudah membaca beritanya," sela Spider seolah tidak ingin membuang waktunya.
"Aku tetap ingin pelebaran jalur diselesaikan tiga hari lagi. Kerahkan siapa pun yang kau punya. Jika tidak kau akan tau akibatnya," tutup Spider lalu memutus sambungan telepon.
Lelaki itu lalu merebahkan tubuhnya di kursi putar miliknya. Spider tengah melamun sekaligus berpikir dengan serius. Wajahnya begitu kelam dan beku, bahkan lebih beku dari pada Evan atau Tuan John sekali pun.
Beribu pisau seperti bersarang di matanya yang dalam dan tajam itu. Dan sekali hentakan saja pisau-pisau itu bisa menewaskanmu seketika.
Sementara itu di luar ruangan berdirilah dua lelaki yang akan melaporkan hasil pemantauan jalur laut tentang penyelundupan obat-obatan. Dua orang itu juga sedang membawa kabar buruk karena blokade jalur laut juga tengah dilakukan, demi menekan angka dari penyelundupan obat-obatan.
"Sir akan membunuh kita di tempat jika kita melapor sekarang," kata salah seorang dari dua orang itu dengan cemasnya. Namanya adalah Tom. Dia adalah seorang lelaki pendek yang mana memiliki kegemaran merokok dan minum-minuman. Giginya kuning, dan lidahnya berwarna seperti besi yang terkena korosi (karatan).
"Tapi kalau sampai Sir mengetahuinya dari mulut orang lain, kita akan digantung," jawab salah satu lelaki yang lain. Lelaki tersebut bernama Matt. Dia adalah lelaki yang mana memiliki ciri-ciri fisik seperti seorang badut. Wajahnya lucu dan bulat dengan hidung yang merah.
"Tapi kau lihat saja sekarang ini! Lihat! Sir sedang berada pada kondisi yang buruk," desis Tom sembari mengintip pada pintu kayu ruangan Spider. Matanya mendelik saat melihat betapa mengerikannya Spider saat ini.
"Padahal saat datang tadi Sir begitu bahagia dan sangat cerah," jawab Matt.
"Itu karena calon ibu kita (Luci)." Tom mencoba mengingatkan.
Mendengar jawaban Tom, Matt tiba-tiba memiliki ide. Wajahnya yang lucu itu mengangguk-angguk tanpa sedikit pun ingin memberi tahu kepada Tom apa yang sedang berada di dalam isi kepalanya.
"Kita harus meminta bantuan kepada calon ibu kita." Matt mengintip lagi pada celah pintu kayu itu. "Hanya dia yang bisa menyelamatkan kita," lanjut Matt dengan serius.
Bukannya setuju, Tom justru melayangkan tinju miliknya ke kepala Matt.
"KAU GILA?" sentak Tom karena tidak sabaran.
"Kau yang gila, Bodoh!" Matt ganti memukul kepala Tom. Matt harus berjinjit lebih dahulu agar tinjunya bisa mengenai kepala temannya itu karena Tom memiliki tubuh lebih tinggi dari Matt. "Pelankan suaramu!" pelotot Matt memperingatkan.
"Baik, maaf." Tom tersipu malu. "Tidak mungkin kita bisa meminta tolong kepada calon ibu kita. Lagi pula kita belum tau lokasi rumahnya."
"Ada Victor. Kita minta dia untuk melacak history perjalanan Sir saja." Matt berkata enteng.
"Kau ini ingin mengintai tuanmu sendiri hah?" Tom lagi-lagi menggetok kepala Matt dengan kesal. "Itu melanggar privasi, kau tau tidak?"
"Apanya yang melanggar? Victor toh selalu memeriksa lokasi Sir."
"Itu berbeda. Dia melakukannya untuk memastikan keamanan Sir."
Matt belum mau menanggapi. Pada wajahnya yang terlihat seperti badut itu dia terlihat merengut dan mencibir kepada Tom.
"Berhenti mencibirku!" Tom kembali memukul kepala Matt dengan marah setelah mengetahui bahwa diam-diam Matt mencibir ke arahnya. Tapi Matt tidak bisa melawan pukulan Tom.
"Dengar, kalau sampai Sir tau kita menghubungi calon ibu kita, dia bisa mencincang kita. Kau tau kan?" Tom lalu mendekatkan mulutnya di telinga Matt agar orang lain tidak bisa mendengar pembicaraannya. "Kau tau kan bagaimana posesifnya Sir jika dia sudah menyukai sesuatu?" lanjut Tom.
Mata Matt yang dipenuhi oleh kekesalan itu tiba-tiba saja melebar karena menyetujui perkataan Tom. Matt baru sadar tentang fakta itu. Lelaki itu lalu mengangguk-angguk setuju.
Tiba-tiba seseorang datang. Orang tersebut adalah Lev, tangan kanan sekaligus orang kepercayaan tertinggi milik Spider karena Lev sudah mengabdi di keluarga Diamond sejak berusia belasan tahun. Sekarang usia Lev adalah empat puluh tahun lebih.
"Apa yang kalian lakukan di luar ruangan Sir? Apa kalian sudah melaporkan blokade jalur laut?" tanya Lev tak kalah ketusnya.
Lev itu adalah lelaki yang memiliki banyak kerutan di wajahnya. Berewoknya memang dipangkas rapi tapi sisa-sisa cukurannya tidak dibersihkan dengan baik. Jadi masih tersisa sebuah deret hitam di jangggutnya itu.
"Begini … jadi kami." Tom melirik pada Matt. Lelaki itu tidak bisa mengatakan pada Lev secara langsung soal ketakutan mereka mengingat betapa kejamnya sikap Lev. Bahkan kekejaman Lev berada tepat di bawah Spider.
Mata Tom memberikan kode kepada Matt agar rekannya itu mau memabantunya memberi penjelasan kepada Lev.
"Ssst, bantu aku, Bodoh," bisik Tom dengan menggerakkan ujung bibirnya.
"Tidak. Tidak." Matt menggelengkan kepalanya tanpa pikir panjang. Saat mengatakan 'tidak', Matt bahkan tidak mengeluarkan suara, saking takutnya dia jika nanti Lev juga marah.
"Apa yang sebenarnya kalian bicarakan? Kalian sudah melapor pada Sir belum?" Lev berteriak mulai tegas. Tapi kedua lelaki yang berada di depan Lev justru mengkerut seperti tikus yang ketakutan.
Karena merasa tidak ada yang mau menjawabnya Lev pun mengeluarkan sebuah pistol miliknya yang memiliki warna silver di hampir keseluruhan bagian pada benda itu. Pistol itu bernama pistol dessert Eagle Mark XIX, yang mana bisa membunuh seseorang dalam sekali tembak.
Melihat Lev sudah mengeluarkan senjata mematikannya dari balik jas hitam miliknya Tom dan Matt pun seketika berlutut demi memohon ampunan dari Lev.
"Ampun, Lev. Ampun. Kami belum melapor pada Sir," gemetar Tom.
"Sir sedang berada pada kondisi buruk. Dia baru mendapat telepon. Ampuni kami Lev." Matt menimpali.
Lev tidak menjawab apa-apa karena dia tidak begitu percaya kepada Tom dan Matt. Karena terkadang dua lelaki yang berada di depannya itu sering melakukan kebohongan. Oleh karenanya Lev pun memilih maju untuk memeriksa pada ruangan Spider.
Tapi yang Lev lihat, Spider tidak sedang berada pada kondisi yang buruk. Justru Spider sedang berada pada kondisi hati yang baik, bahkan lebih baik dari yang tadi.
"Kalian pikir aku bisa dibodohi? Sir sedang berada pada kondisi hati yang baik. Cepat berdiri dan melapor atau kalian akan mati!" perintah Lev.
Seketika Tom dan Matt pun berdiri dengan tunggang langgang. Lalu kedua lelaki itu mengintip pada celah pintu kayu milik Spider.
Dan betapa tercengangnya mereka ketika melihat Spider bahkan malah terkikik-kikik sendiri. Tom dan Matt pun saling pandang tak percaya.
Sementara itu di dalam ruangannya, Spider sedang membaca pesan yang dikirimkan oleh Luci kepadanya.
Di dalam pesan itu Luci menulis, "Masakanmu sangat enak. Aku menyukainya. Sering-seringlah datang untuk memasak untukku, kekekeke."
'Bee, dia sudah menerimaku menjadi suaminya,' batin Spider tak bisa menyembunyikan tawanya.
***