webnovel

Bab 28

"Percy,"

"Rindi,"

Keduanya berhadapan dengan tatapan yang sulit di artikan. Setelah lama, Percypun tersadar dan segera beranjak. "Kemarilah," ia memindahkan salah satu kursi yang ada di hadapannya untuk tempat Rindi.

Tak lama seorang waiters datang dan menyuguhkan beberapa makanan kesukaan Rindi dan Percy.

"Kamu memesannya?" keduanya berbicara bersamaan tetapi setelahnya keduanya tertawa.

"Oke, ini pasti kerjaan Rasya." Percy menganggukan kepalanya menyetujui ucapan Rindi.

"Kamu datang dengan siapa?"

"Bersama Pak Harun, tadi sore Rasya menghubungiku dan memaksaku untuk datang katanya penting. Jadi aku memaksakan untuk keluar," ucapan Rindi membuat Percy sedikit merenung.

'Apa maksud Rasya dengan semua ini?'

"Emm, ada apa? Apa ada masalah?" pertanyaan itu menyentakkan Percy ke dunia nyata.

"Tidak, sebenarnya aku sedikit bingung kenapa Rasya menyuruh kita berdua datang kesini. Dan dimana dia, aku sulit menghubunginya." Gumam Percy,

"Aku juga sedikit kaget dan heran apa maksudnya dia memintaku untuk datang," ucap Rindi ikut menerka-nerka. "Em, apa kalian ada masalah?"

"Tidak ada setauku," ucapnya, Rindi memperhatikan Percy yang terlihat gelisah dan berpikir keras.

"Kamu sudah berubah sekarang," mendengar ucapan Rindi, Percy menatap kearahnya. Rindi masih menampilkan senyumannya kepada Percy. "Kamu mencintainya?"

"Siapa?"

"Istrimu, Faen alias Rasya."

"Rindi, aku-"

"Aku tidak marah, sungguh aku tidak apa-apa." Rindi tersenyum tetapi matanya sudah berkaca-kaca. "Bohong memang kalau aku mengatakan sudah tidak ada kamu di hati aku," ia terkekeh hingga air matanya jatuh membasahi pipi.

"Maafkan aku,"

"Tidak, jangan meminta maaf. Aku merasa begitu menyedihkan," ucapnya masih berusaha tersenyum walau air matanya terus merembes keluar dari pelupuk matanya.

"Kamu adalah pria yang baik, dan aku beruntung karena dulu pernah memilikimu. Memiliki pria yang selalu menjaga perasaanku, dan membuatku bahagia. Kenangan itu tidak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun juga." Percy menatap Rindi dengan seksama.

"Dulu aku memang egois dan ketakutan kamu akan jatuh cinta pada Rasya, apalagi tau siapa Rasya itu. Jujur saja aku sangat ketakutan, makanya aku menekanmu. Maafkan karena keegoisanku saat itu," ucapnya mengusap air matanya.

"Tidak Rin, kamu tidak perlu meminta maaf. Saat itupun aku masih ingin memperjuangkanmu,"

"Tetapi kenapa sekarang tidak?"

"Itu-," Rindi terkekeh seketika.

"Jangan tegang seperti itu, aku tau kok alasannya karena perasaanmu sudah tidak untukku lagi. Sekarang sudah ada Rasya di sana, benarkan?"

Percy hanya mampu tersenyum kecil.

"Aku sudah tau akan seperti ini saat kamu datang ke rumahku dengan marah-marah dan mengatakan kalau Faen itu adalah Rasya. Dan saat itupun aku sudah tau kalau aku sudah kehilanganmu untuk selamanya."

Percy dan Rindi hanya mampu bertatapan cukup lama. "Tetapi setidaknya aku tidak akan terlihat menyedihkan, ada seorang pria bodoh yang mau menerimaku." Kekehnya membuat Percy ikut terkekeh.

"Jadi kau mulai menyukainya?" Rindi mengedikkan bahunya, ia hanya mampu tersenyum kecil.

"Ah makanan ini terlihat begitu menggiurkan," ia menyantapnya dengan sedikit menundukkan kepalanya. Sebenarnya ia hanya ingin mengalihkan perhatian Percy agar tak terus menatap matanya yang terus ingin mengeluarkan air matanya.

5 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk di lupakan. Rindi hanya berusaha, berusaha mengikhlaskan, karena sampai kapanpun juga mereka tidak akan pernah bersatu. Apalagi Rindi sudah mengatakan ke kedua orangtuanya akan selalu menuruti mereka. Sudah terlalu lelah memperjuangkan, sekarang dia ingin di perjuangkan oleh siapapun itu.

"Maafkan aku, Rindi." Rindi menengadahkan kepalanya saat Percy memegang tangannya. Ia menatap Percy yang masih tersenyum kearahnya. "Aku tidak bisa menahan perasaan ini, ini sangat konyol tetapi akhir-akhir ini Rasya selalu mendominasi pikiranku."

"Kamu tau, kamu itu bagaikan angel seperti kalung yang kamu pakai." Rindi memegang kalung di lehernya yang di berikan Percy dulu. "Kamu melindungiku dan membuatku menjadi seorang pria yang mampu melangkah tanpa takut apapun. Aku mampu memimpin perusahaan tanpa bantuan Ayah, semangatmu, dukunganmu sungguh membantuku. Kelembutanmu juga segala ucapanmu yang begitu menyejukkan, kamu sungguh seorang angel bagi siapapun bukan hanya untukku."

"Maafkan aku karena aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Aku hanya pria yang terlalu banyak ketakutan, aku hanya ingin membuat semua orang bahagia dan selalu ingin menjaga perasaan mereka. Tetapi tanpa sadar aku malah menyakiti banyak perasaan termasuk kedua orangtua kita."

"Ya, dan sekarang saatnya kamu fokus pada satu hati yaitu Rasya. Kekasih penamu, dia sudah menunggumu terlalu lama. Jadi sekarang saatnya kamu menjemputnya dan bahagiakan dia,"

"Ucapanmu selalu menenangkan," Rindi hanya tersenyum mendengar penuturan Percy.

"Dengar," Rindi menggenggam tangan Percy yang juga menggenggam tangannya. "Sekarang aku ingin kita mengakhiri segalanya dan mulai melangkah ke jalan masing-masing. Aku ke jalanku dan kamu ke jalanmu, karena di ujung jalan sana ada seseorang yang menunggu kita."

Percy mengangguk mendengar penuturan Rindi. "Berjanjilah akan selalu bahagia,"

Rindi mengangguk berkali-kali diiringi air mata yang luruh membasahi pipi. Percy beranjak dan menarik kursi roda Rindi, ia membawa Rindi ke dalam pelukannya. "Berjanjilah berbahagia, karena itu bisa mengurangi rasa bersalahku," gumam Percy.

"Pasti, aku berjanji. Begitu juga kamu,"

Percy melepas pelukannya dan menghapus air mata Rindi. "Tersenyumlah," Rindi menampilkan senyuman terbaiknya.

"Aku akan merestui Daffa kalau dia selalu membahagiakanmu. Tetapi kalau tidak, aku akan membunuhnya." Mendengar ucapannya, keduanya sama-sama terkekeh.

"Teman?" rindi menyodorkan tangannya diiringi senyumannya.

"Bukankah sejak kecil kita sudah berteman, jadi kenapa tidak." Percy menerima uluran tangan Rindi dan keduanya bersama-sama terkekeh.

"Makanannya sudah basi, sebaiknya kita pulang saja," ucap Rindi.

"Yah kamu benar, aku juga harus menemui Rasya." Rindi menganggukkan kepalanya.

Percy mendorong kursi roda Rindi menuju keluar restaurant, tetapi saat sampai di mobil keluarga Rindi, seseorang menghadang mereka.

"Daffa," ucap Rindi.

Daffa tak mengatakan apapun selain tatapan tajamnya, "Jadi benar kamu kembali bersamanya." Daffa hendak berlalu tetapi di tahan Percy.

"Loe salah paham," ucap Percy menahan lengan Daffa. "Gue kembali hanya untuk menyelesaikan apa yang seharusnya kami selesaikan sejak lama."

Daffa melihat ke Rindi yang hanya menampilkan senyumannya. Percy menyatukan tangan Daffa dan Rindi.

"Jagalah dia, dan jangan pernah menyakitinya." Daffa menatap manik mata Rindi.

"Ya, gue janji. Kalau gue ingkar, loe bisa menghabisi gue." Daffa mengatakannya dengan menatap mata Rindi yang terlihat menampilkan senyumannya.

'Akhirnya satu masalah selesai, terima kasih tuhan sudah memberiku kekuatan untuk menentukan keputusan ini.'

Percypun berpamitan kepada mereka berdua dan segera menuju mobilnya.

Ia menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi dan sesekali menghubungi Rasya tetapi nomornya tidak aktiv. "Kamu kemana sih, Sya. Ya tuhan apalagi dia sedang hamil."

Percy menginjak gas mobilnya membelah jalanan ibu kota, hingga tak butuh waktu lama ia sampai di apartementnya.

Ia berlari menuju lift, dan menyusuri lorong untuk mencapai kamar apartement mereka.

"Rasya!"

Pintu apartement di buka, tetapi semuanya gelap. "Sya, Rasya kamu dimana?"

Percy menyusuri setiap ruangan terutama kamarnya dan kamar mandinya juga, tetapi langkahnya terhenti saat melihat map merah di atas ranjang beserta sebuah cincin.

Ia menyalakan lampu kamar dan melihat surat itu. Matanya membelalak lebar saat melihat surat kontrak yang sudah di tanda tangani Rasya dan juga surat gugatan cerai yang sudah di tanda tangani Rasya.

"Apa-apaan ini?" ia melihat secarik surat di sana.

Dear Percy

Maaf karena aku pergi tidak berpamitan ataupun mengatakan apapun padamu, hanya surat ini yang aku berikan.

Sejujurnya aku tidak sanggup berpamitan langsung padamu, aku tidak sanggup karena perasaan ini.

Maafkan aku Percy, maafkan karena selama ini aku menahanmu dengan status kita. Sekarang aku melepaskanmu dan membebaskanmu.

Kembalilah pada Rindi, dan berbahagialah bersamanya.

Dan jangan merasa bersalah padaku, karena aku akan bahagia dan baik-baik saja.

Aku mencintaimu Percy....

Rasya

Tubuh Percy luruh ke sisi ranjang diiringi air mata yang jatuh membasahi pipinya. Ia meremas surat dan juga map itu hingga lecek.

Kenapa???

Apa kamu tidak bisa bersabar dan menungguku sebentar lagi, Sya....

Aku ingin mengatakan kalau aku sudah mencintaimu, kamu berhasil merebut hatiku kembali...

"Hikzzz...." ia menunduk dan menjambak rambutnya dengan kedua tangannya.

Setelah cukup lama terdiam, ia beranjak menuju kamar Rasya dan sudah tak ada barang milik Rasya lagi, semua pakaiannya sudah di bawa Rasya.

Percy segera beranjak keluar apartement menuju ke rumah keluarga Rasya.

Sesampainya di sana, ia menekan bel berkali-kali dengan tak sabaran.

"Sebentar, siapa sih?" gerutuan Angga membuat Percy menghentikan gerakannya.

"Percy?" Angga mengernyitkan dahinya melihat Percy yang terlihat merah karena menangis dan gelisah disana. "Ada apa?"

"Apa Rasya ada, Pa?"

"Rasya? Bukankah dia bersamamu?" tanya Angga.

"Dia pergi meninggalkanku, Pa. Hikzzz....." Percy bersandar ke dinding dengan air mata yang luruh membasahi pipinya.

"Tapi bagaimana bisa? Apa kamu melukainya lagi?" pekik Angga.

"Tidak, aku kemarin memberinya hadiah. Restaurant yang aku beli dari orangtua Rocky aku berikan padanya, tetapi dia malah membuat kencan buta antara aku dan Rindi. Aku pikir kita berdua akan merayakan itu, tetapi yang datang malah Rindi dan Rasya sudah tidak ada lagi di apartement." Ucapnya,

"Dia mengambil tindakan disaat yang tak tepat," gumam Angga mengusap wajahnya gusar.

Ia segera menutup pintu rumahnya. "Ratu tidak boleh tau hal ini, dia tau Rasya sedang hamil."

"Bagaimana mana ini?"

"Kita berpencar, cari ke setiap stasion atau bandara untuk mencari dia." Percy mengangguk dan segera beranjak. Anggapun segera mengambil kunci mobilnya dan beranjak mencari Rasya dengan mobilnya.

Percy mendatangi beberapa stasion kereta api untuk mencari Rasya tetapi tak ia temukan. Lalu ia pergi ke badara dan mencari keberadaan Rasya tetapi juga tidak di temukannya. Bahkan tak terlewat juga terminal bus.

Angga mengabari Percy kalau ia juga tidak menemukan Rasya.

Saat ini Percy terduduk di anak tangga yang ada di Stasion kereta api, keringat sudah membasahi tubuhnya karena berlari kesana kemari. Ia menatap nanar ke depan, air mata kembali luruh dari pelupuk matanya.

'Kenapa Sya? Kenapa kamu selalu menyembunyikan segalanya, kenapa kamu selalu memendamnya. Bahkan aku tau kamu hamil, karena mendengar obrolanmu dengan Papa Angga. Aku diam karena aku ingin kamu memberitahuku, aku diam karena aku ingin menyelesaikan dulu segalanya. Menyelesaikan sesuatu yang bisa membuatmu terluka. Aku ingin mulai membuka lembaran baru denganmu seperti yang dulu aku katakan. Tetapi kenapa kamu selalu seperti ini?'

***

Verrel datang bersama Leonna ke sebuah club malam karena Percy menghubunginya dengan menangis.

"Ada apa sih? Loe telpon malem-malem nyuruh gue datang. Loe tau kan gue gak bisa ninggalin Leonna," amuk Verrel saat sampai di sana.

"Kakak jangan marah-marah," ucap Leonna yang terlihat menatap sekeliling. Ia terus memeluk lengan Verrel.

"Gue terpaksa bawa istri gue yang sedang hamil ke sini!"

Seketika Percy menangis dalam diam. "Loe kenapa?" Verrel mendadak merasa bersalah. "Loe nangis karena gue marahin?"

Percy menggelengkan kepalanya. "Ih Kakak jangan galak-galak kenapa sih. Kak Percy kenapa? Curhat saja sini sama aku," Leonna mengusap punggungnya.

"Rasya pergi ninggalin gue, dia meninggalkan surat cerai."

"Lah bukannya itu yang inginkan,"

"Itu dulu tetapi sekarang gue mencintainya," ia semakin menangis dan seketika Verrel terkekeh.

"Ah akhirnya loe sadar," kekehnya.

"Loe puas sekali mentertawakan gue," cibirnya.

"Iya dong, puas sekali. Hahahaaaaaaa," Verrel tertawa mengejek Percy membuat Leonna menegurnya.

"Kakak jangan gitu, kasian kak Percy."

"Biarin De, dia pantas mendapatkannya. Kemarin-kemarin kemana saja pas dia selalu menunggu loe." Percy hanya terdiam mendengar ejekan Verrel, kenyataannya dia memang bersalah.

"Dia sedang hamil," seketika Leonna dan Verrel terpekik kaget.

"Lalu bagaimana? Kak Rasya dimana? Bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya," ucap Leonna.

"Jangan semakin membuatku cemas, Leonna."

"Tapi kan bener, dia pasti akan sangat terluka dan membatin karena hamil sendirian tanpa ada yang menemani. Terus kalau stres, bayinya nanti kenapa-napa. Terus nanti-"

"Berhentilah berbicara yang aneh-aneh, Princes." Ucap Percy yang terlihat kalut.

"Yah kan bisa saja," ucapnya.

"Gue salah meminta kalian datang," ucapnya beranjak dari duduknya meninggalkan Leonna dan Verrel yang terkekeh.

"Kakak, aku gak salah bicara kan?"

"Nggak Delia sayang, kamu selalu benar. Ayo kita pulang," Verrel merangkul istrinya meninggalkan tempat itu.

***