webnovel

Dia Sempurna

•Dia sempurna dengan caranya sendiri• Bagi Anya, Areel adalah sosok laki-laki sempurna dibalik sifat dinginnya. Tersimpan sejuta rahasia dibalik tatapan tajam miliknya. Hal itu berhasil membuat Anya penasaran untuk mengusiknya. Namun bagi Areel, Anya hanyalah gadis bodoh, berisik, juga ceroboh. Bertemu dengan Anya merupakan kesialan di hidupnya. Namun tanpa sadar, mereka dipertemukan oleh takdir untuk saling menyembuhkan luka satu sama lain.

Wiwi_Rahayu · Adolescente
Classificações insuficientes
8 Chs

Ketakutan Anya

Setelah rangkaian acara di aula yang berakhir heboh karena puisi cinta Anya untuk Areel tetapi perempuan itu malah terlihat biasa saja ketika melangkah keluar ruangan meskipun semua mata tertuju kepadanya. Rasa malu itu malah pinda ke Kayla hanya bisa menundukkan kepala mengikuti langkah Anya.

Kayla ingin marah pada Anya tetapi semuanya bakal percuma. Anya tetap manusia yang begitu keras kepala dan tidak akan mendengar berbagai wejengan darinya jika sudah terlibat dengan perasaan.

"Gila banget lo, Anya," guman Kayla namun masih didengar oleh Anya.

"Kayla ngatain Anya gila?" Langkah Anya berhenti lalu menatap Kayla sengit. "Atas dasar apa Kayla ngomong kayak gitu ke Anya? Anya nggak kayak orang gila tuh. Hal yang Anya lakuin itu normal."

"Normal dari mananya bambang!" Kayla berteriak tak habis pikir. "Lo rela permaluin diri lo sendiri di depan ratusan orang cuma karna perasaan sesaat lo ke dia? Lo masih bilang itu normal?!"

Lama-lama Kayla menjadi muak dengan seribu tingkah ajaib sahabatnya.

"Kayla bilang perasaan sesaat? Anya harus ngomong berapa kali biar Kayla percaya kalo perasaan Anya ke Kak Areel itu bukan perasaan sesaat. Anya benar-benar cinta Kak Areel!" Anya berteriak tidak kalah kerasnya membuat siswa yang lewat, menatanya dengan sorot berbeda-beda. Anya menjadi terkenal dalam satu hari hanya karena surat cintanya kepada Areel.

"Anya cantik, lo tuh kagak ngerti sama diri lo sendiri. Sama perasaan lo sendiri. Lo tuh terlalu naïf, Anya, buat bedaain antara cinta beneran atau cuma rasa kagum sesaat karna dia ganteng."

Anya melotot tidak terima pernyataan dari Kayla. "Kata siapa? Anya ngerti semuanya kok. Perasaan Anya bukan cuma karna Kak Areel ganteng. Kak Areel memang ganteng meskipun dingin tapi Anya yakin sedingin-dinginya es krim pasti bakal mencair juga."

"Tapi dia bukan es krim, Anya!" Kayla meremas kedua tangannya di depan wajah Anya lalu menghempaskannya dengan kasar. Pelan-pelan Kayla menghela napas pelan beberapa kali untuk meredakan emosinya.

"Terserah lo deh. Percuma gue ngomong sama batu. Nggak bakal di dengar." Kayla melangkah pergi meninggalkan Anya setelah mengucapkan kalimat tersebut. Tidak ingin berdebat lebih jauh lagi karena hasilnya akan tetap sama.

"Anya manusia, bukan batu! Kalo batu, Anya nggak bakal makan, nggak bakal bisa jalan, nggak bakal bisa bicara, dan juga nggak bakal jatuh cinta sama Kak Areel!" teriak Anya menatap punggung Kayla dengan kesal. Tidak peduli dengan tatapan orang-orang sekitar.

Anya memilih melipat kedua tangannya di depan dada dengan ekspresi masih kesal. Sama sekali tidak mengikuti langkah Kayla yang semakin menjauh darinya. Perdebatan seperti ini sudah sering terjadi di antara mereka, terutama soal perasaan Anya.

Melangkah pelan, Anya memilih berjalan menuju kamar mandi yang terletak di samping kelas 11 meskipun saat ini ia berada di lantai satu dan untuk ke kamar mandi itu harus melewati beberapa anak tangga yang mengharuskan tenaganya terkuras.

Anya sengaja melakukannya. Tentu saja ia ingin cari perhatian lewat di depan kelas Areel berharap doi sedang berada di sana agar rasa kesal Anya bisa hilang jika melihat wajah tampan Areel.

Saat melewati kelas Areel, Anya sengaja memelankan langkahnya lalu mulai memperhatikan isi ruangan yang terlihat sepi karena jam istirahat sedang berlangsung. Seketika Anya mendengus kecewa karena tidak menemukan Areel di dalam sana.

Anya kembali melangkahkan kakinya menuju kamar mandi paling ujung. Mengabaikan tatapan dari orang-orang sekitar. Anya langsung saja masuk ke dalam kamar mandi setelah menyalakan lampu. Terdiam di dalam sana sembari melepaskan sesuatu yang sejak tadi berusaha ditahannya.

Anya bisa bernapas lega setelahnya lantas segera berdiri dan merapikan seragamnya. Namun saat Anya memutas pegangan pintu, alis Anya terangkat saat pintu itu ternyata tidak bisa dibuka dari dalam.

Tok tok tok!

Anya memukul pintu kamar mandi dengan perasaan mulai campur aduk.

"Ada orang di luar? Bukain dong. Anya terkunci, nih," ujar Anya terus saja memukul pintu yang semakin keras karena tidak mendapatkan respon dari luar.

"Kwaaa! Ayahhhh!" teriak Anya saat tiba-tiba saja lampu mati tidak lama setelahnya.

"Tolong! Tolongin Anya. Anya terkunci di kamar mandi!" teriak Anya lagi.

Anya kembali memukul pintu dengan sekuat tenaga berharap seseorang mendengar teriakannya. Suasana gelap membuat Anya tidak bisa berpikir jernih. Anya anak penakut. Anya sangat takut dengan kegelapan. Sesuatu yang terus ia hindari beberapa tahun ini.

Karena masih belum mendapatkan respon, Anya perlahan mundur dengan perasaan takut luar biasa. Perlahan air matanya mengalir melewati pipi dan menjadi isakan tangis.

Kepalanya terasa pusing dengan bayangan yang muncul dengan samar. Anya menyentuh kepalanya lalu berteriak histeris. Berusaha menghilangkan bayangan yang hanya berisikan kegelapan tersebut.

"Tolong…."

Suara teriakan Anya semakin mengecil begitu juga dengan pukulan tangannya. Rasa sesak perlahan menyerangnya. Anya menyentuh dadanya sembari terus mengatur pernapasannya. Ia tergeletak di atas lantai kamar mandi, tidak peduli dengan roknya yang kini telah basah. Dada Anya semakin sesak, bahkan hanya untuk berteriak saja ia tak bisa.

"Kayla … D-dada Anya sakit," lirih Anya kini samar-samar melihat ke semua arah meskipun hanya kegelapan yang dilihatnya dengan napas sudah mulai putus-putus.

Mata Anya semakin lama semakin melemah dengan seiring rasa sakit di dadanya serta napas yang begitu sulit untuk melewati hidungnya. Anya memilih bernapas dengan mulut meskipun rasanya tetap sama.

Detik berikutnya, Anya tidak sadarkan diri. Perempuan itu tergeletak begitu saja di atas lantai kamar mandi. Anya tidak merasakan apa-apa lagi, termasuk sakit di dadanya.

Kayla berdecak kesal lantas segera berbalik arah sebelum ia melangkah ke dalam kantin. Kayla memutuskan menghampiri Anya yang ternyata tidak mengikuti langkahnya. Saat tiba di koridor tempat mereka berdebat, ternyata Anya sudah tidak ada di sana.

Kayla terdiam beberapa saat sembari memperhatikan keadaan sekitar. Mencoba mencari Anya namun sedikitpun tidak menemukan anak tersebut. Tidak ada pilihan lain, Kayla segera berlari ke lantai atas kelas 11 karena Kayla yakin Anya akan melakukan tindakan aneh lagi pada Areel.

Kayla berhenti ketika berada di depan kelas Areel yang ternyata dalam keadaan kosong. Tidak ada seorang pun yang ada di dalam sana. Kayla berada diujung ketakutan saat tidak menemukan Anya. Kayla sudah hapal sifat ceroboh Anya. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk saat dirinya tidak berada di samping perempuan itu.

Kayla kembali berlari menelusuri koridor, hingga berhenti di sekumpulan kakak kelas tidak jauh darinya.

"Kak, mau nanya. Lo lihat Anya nggak di sekitar sini?" Kayla tidak lagi memperkenalkan Anya karena satu sekolah juga sudah mengenal Anya karena kejadian di aula.

Perempuan berambut gelombang beralih memperhatikan Kayla, "Anya yang baca surat cinta buat Areel?" tanyannya membuat Kayla mengangguk cepat. "Kalo nggak salah, sih, gue tadi lihat dia ke kamar mandi tapi sampai sekarang belum muncul."

Dengan rasa khawatir dan panik, Kayla langsung berlari dengan cepat tanpa mengucapkan terima kasih atau pamit ke kakak kelas tersebut. Tidak perlu memberitahu, Kayla sudah mengerti dengan ketakutannya yang akhirnya terjadi juga.