webnovel

Culik aku om Xavier

Novel 21+ harap bijak untuk pembaca!!! Ini menceritakan seorang gadis bernama Erin Chariesta yang di renggut kecusinnya oleh Xavier, dengan tujuan untuk menghancurkan hati sahabatnya, namun ada perasaan bersalah dihati Xavier, dia berniat mengganti kerugian Erin dengan sejumlah uang, namun di tolak sampai kakek Xavier tahu dan hendak membuat Xavier jera dengan menikahkan Xavier dan Erin, bahkan Erin yang sebelumnya mual-mual di kira hamil oleh sang Kakek. Akhirnya mereka menikah namun ada perjanjian diantara Xavier dan Erin, bahwa mereka menikah hanya dalam waktu setahun, setelah itu Erin bisa bebas, kuliah atau apapun impiannya akan diwujudkan oleh Xavier. Erin yang ternyata menyimpan rasa terhadap sahabat Xavier, Gavin, namun sayang Gavin, tidak bisa membalas bukan karena dia tidak bisa moveon dari Zeva tapi Gavin juga memutuskan Zeva. Apakah yang sebenarnya terjadi di antara mereka, apakah akhirnya Erin bisa mendapatkan kebahagiannya? Nantikan kisahnya ya!!!

NinLugas · Fantasia
Classificações insuficientes
6 Chs

00.04

 

"Namanya Erin chariesta,  dia baru berumur 20tahun, orang tuanya saat ini berada didubai, tengah bekerja, karena sang ayah tertipu saham bodong, mengakibatkan keluarga mereka bangkrut"

jelas seorang pria dengan setelan rapi di hadapan seorang pria tua berumur 70tahun, yang tidak bukan adalah kakek dari Xavier.

 

"Maaf, tapi tuan muda Xavier telah menidurinya"

tambahnya lagi.

 

Sang kakek kemudian bangkir dari duduknya, dia berdiri dengan memegang sebuah tongkat untuk membantu beliau berjalan. Semua orang akan tunduk dengan kakek tua ini, tidak lama, supirnya memberikan aba-aba bahwa mobil telah siap, kakek xavier bersiap berangkat kekantor, untuk menemui cucunya.

 

Sang kakek sengaja menyuruh seseorang mengintai kegiatan yang dilakukan sang cucu, karena setiap masalah yang di buat Xavier sang kakek lah yang menyelesaikan,termasuk skandal-skandal lainnya.

.

 

.

 

.

Erin sendiri masih tidak berani pulang ke rumahnya, dia hanya menunggu di taman dekat dengan caffe, melihat bekal yang diberikan Rolan, lelaki feminim itu begitu perhatian, bahkan dia juga tidak ragu memberikan gajihnya full untuk membantu Erin membayar uang kuliah.

 

Sedangkan Xavier tengah berada dikantor kembali setelah dia gagal membujuk Erin untuk memaafkannya, namun dia kaget ketika dia masuk ruangannya, sang kakek telah berada di sana dengan memegang bola kasti, Srrrruuukkkkk!!!! bola tersebut langsung di lempar sang kakek namun dengan cepat Xavier dengan mudah menangkap bola tersebut.

 

"Lemparan kakek kurang cepat"

ujar Xavier yang merasa tidak curiga.

 

"Bawa gadis itu kemari, kalau tidak, kamu tahu sendiri akibatnya"

sahut sang kakek yang kemudian berlalu keluar kantor.

 

"Gadis yang bekerja dicaffe Gavin"

kata assisten kakeknya dengan menepuk pundak Xavier.

 

Xavier hanya terdiam, dia hanya merasa hidupnya tidak akan lepas dari pengwasaan sang kakek, belum lagi Erin bukan gadis yang biasa dia temukan, dulu hanya meminta mereka menyebut nominal semua beres, tapi sekarang, membuat kesabarannya di uji dengan Erin.

 

Bunyi dering ponsel jelas terdengar,  Erin mendapatkan telepon misterius dari seseorang,  Erin hanya mengangkat dan tidak bicara, namun suara serak milik pria paru baya itu tidak membuat Erin khawatir, dari percakapan di telepon,meminta ingin bertemu perihal seorang pria yang ditemuinya, Xavier.

 

Dia ingin bertemu langsung dengan Erin, entah apa yang ingin kakek Xavier katakan, tapi sebenarnya Erin agak keberatan, karena kondisinya yang basah akibat hujan, dia hanya mengenakan Hoddie dan celana jeans pendek.

Erin meminta dijemput di taman dekat dengan caffe Gavin.

 

"Aku tadi ketemu Erin, aku titipin bekal makan siang sama dia"

cerita Rolan kepada karyawan caffe lainnya, Gavin juga mendengar percakapan mereka.

 

"Tadi juga aku ketemu temannya pak Gavin, yang galak itu, dia juga nanyain alamat Erin"

sahut Anisa.

 

"Ngapain Xavier nanya alamat rumah Erin?"

celetuk batin Gavin.

 

Sampai sang kakek yang turun tangan, akan sangat sulit Xavier untuk bisa mendapatkan kepercayaan sang kakek kembali, apalagi kakeknya tahu bahwa Xavier bermain dengan wanita lagi, dia harus siap kehilangan fasilitasnya sebagai pewaris tunggal perusahaan sang kakek.

 

Entah dia bingung bagaimana membujuk Erin agar, dia bisa di maafkan dan melupakan hal yang telah terjadi di antara  keduanya. Xavier bisa bernafas lega jika Erin mau menerima tawaran berdamainya, dia tidak ingin fasilitas dari sang kakek dicabut begitu saja.

 

Tidak lama mobil kakek Xavier telah tiba di depan taman yang di maksud oleh Erin, bodygard sang kakek kemudian menghampiri Erin dengan membawa payung hitam, menuntun ke sebebuah mobil sedan hitam, dimana ada kakek Xavier yang menunggu.

 

Tanpa ragu Erin pun menuruti perintah sang kakek dan mengajak Erin ke sebuah tempat, rumah besar milik sang kakek, rumah yang jaraknya 1 jam menggunakan mobil, suasana yang di pikiran Erin adalah sang kakek meminta Erin merahasiakan perbuatan cucunya agar tidak tersebar kemedia, bahwa pewaris tunggal keluarga Gunawan,memiliki beberapa skandal yang membuat publik heboh.

 

"Kamu Rin kan?"

tanya sang kakek yang jauh dipikiran Erin.

 

"Iya kek.....tapi tenang kek,aku bukan gadis yang lainnya, aku...."

 

"Huuusssttt....kakek sudah tahu, makanya kakek mau ajak kamu bicara"

 

"Bicara???? maksudnya?"

 

Lalu kakek Xavier menjelaskan perihal maksudnya untuk membawa Erin ikut bersamanya, dia ingin Erin menjadi isteri untuk cucunya, dia gadis yang paling kompeten menurut pandangan sang kakek.

Erin merupakan gadis yang cerdas, dia paling bekerja keras untuk melunasi semua hutang orang tuanya, bahkan sampai biaya kuliah saja bisa di cicilnya setiap bulan, karena rajin dan disiplin, kakeknya mau Erin menikah dengan cucunya, Xavier dan bisa merubah gaya hidup cucunya yang arogan, menjadi pria yang bertanggung jawab.

 

Semua misi visi sang kakek telah diberitahukan kepada Erin, bahkan untuk itu Erin mendapatkan kesempatan untuk melunasi hutang-hutang orang tuanya, jika Erin bisa membuat sang cucu berubah dalam waktu tiga bulan, apalagi kalau Erin mau melahirkan seorang cicit untuknya.

 

Mendengar hal itu Erin langsung merasa mual, meminta sang supir berhenti.

"Stop....stop..."

ujarnya yang menahan mual dengan menutup mulutnya dengan tangan.

 

Mobil tersebut singgah di pinggir jalan, Erin yang benar-benar merasa mual karena kondisi pakaiannya yang setengah basa dan terkena AC mobil, membuatnya masuk angin.

"Hhoooeeekkkk!!!1"

suara Erin yang terus merasakan mual hebat.

 

"Maaf ya kek,aku sepertinya....."

ucapnya ketika masuk kemba like mobil, namun si kakek menatap aneh kepada Erin, di tambah senyum menyeringai dari wajah keriputnya.

 

"Aahhhh aku mnasuk angin kek,bukan aseperti apa yang kakek pikirkan...."

ujar Erin mencoba menglak.

 

Namun sang kakek malah terlihat senang, dia bahkan segera menelepon beberapa tim dokter pribadinya untuk datang kerumahnya, meminta memeriksa calon isteri Xavier yang dikita hamil itu.

 

Erin bingung bagaimana menjelaskan kepada si kakek, tampak jelas wajah sumringahnya, Erin hanya pasrah, jika nanti dokter bilang  kalau dia tidak hamil.

"Huuusssttt Erin mikir apaan si"

dia yang menyadarkan dirinya agar tidak memikirkan hal itu.

 

Sementara itu, Xavier diberitahukan bahwa, Erin diajak ke rumah kakeknya, segera dia melajukan mobil menuju rumah sang kakek, dia tidak ingin kali ini sang kakek meminta gadis cilik itu menikah dengannya lagi, sama seperti sebelumnya, yang meminta mereka menikah dengan Xavier dan menjadi isteri untuk cucunya dan ia melahirkan cicit untuknya.

 

Hal yang membuat Xavier tidak suka akan tingkah sang kakek, dalam hatinya masih ada Zeva gadis sederhana yang pernah pacaran dengan Gavin, dia hanya ingin membayar Erin atas kejadian tempo hari, dia bahkan tidak tahu kalau Erin masih perawan, hamilin pertama buat dia, record tapi ada rasa penyesalan dalam hatinya telah membuat masa depan Erin rusak karenanya.

 

Dia terus melajukan mobil sport miliknya, tidak peduli apa yang akan terjadi, setidaknya, kakeknya tidak meminta hal itu kepada Erin, entah bagaimana nantinya dia menjelaskan kepada Gavin..

 

.

 

.

(Bersambung)