webnovel

00.03

 

 

Xavier sampai di alamat yang diberikan oleh Anisa, tapi dia tampak bingung, di depan rumah nya tertulis disita, bahkan tidak ada tanda-tanda orang tinggal di dalamnya,  Xavier bingung kemana mencari gadis itu, setidaknya dia tahu bahwa gadis itu baik-baik saja.

 

Tidak berapa lama Erin yang baru selesai berbelanja di mini market dekat rumahnya, di kagetkan oleh Xavier yang berdiri depan rumahnya. Erin tidak percaya lelaki itu masih bisa menampakkan wajahnya di depan Erin, Xavier yang hendak berlalu masuk ke dalam mobil seketika terdiam melihat Erin yang mengenakan hoddie putih.

 

Di saat bersamaan, datang beberapa pria plontos, berbaju hitam yang sedang mencari Erin juga, arah kiri preman plontos, kanan Xavier lelaki bejat yang menodainya. Tapi saat ini lari dari pria plontos, karena akan bahaya jika Erin sampai ke tangkap.

 

Erin menggunakan jurus seribu langkah, berlari secepat mungkin, dia berlari menghindar pria bertubuh tambun dan plontos itu, karena Erin berlari, Xavier ikut mengejaar padahal Erin berlari dari deptcollector rentenir tempat orang tuanya meminjam uang.

 

Erin tidak peduli Xavier mengikutinya, yang jelas dia bisa kabur dari tiga pentol korek tersebut,  ketiga orang yang mengejar kini menyebar, mereka tidak ingin kali ini Erin lolos, kalau tidak mereka bertiga yang akan di gantung oleh bos rentenir.

Erin terus berlari, Xavier yang bingung harusnya dia bisa mengambil mobilnya dan pergi dari sana.

 

"Rin tunggu...aku ambil mobil dulu"

kata Xavier yang ngosngosan mengikuti Erin.

 

"Eh pak, yang suruh ikut siapa?"

sahut Erin kemudian terus melanjutkan larinya.

 

Xavier hanya melihat Erin berlari, dia kembali ketempat semula mengambil mobil dan mulai mencari Erin, mungkin dia bisa menolong Erin lolos dari rentenir itu. Merasa aman Erin terus berjalan,  sampai salah satu seorang rentenir menghampirinya,.

 

"Nah...mau lari kemana lu?"

katanya menangakap badan Erin.

 

"Lepaas..."

katan Erin berontak.

 

"Lepas...lepas...enak aja"

ujar preman plontos.

 

Di rasa mereka lengah, Erin menendang burung perkutut milik preman plontos, gbbuukk !!! rasanya bagaikan terlindas sesuatu,  remuk dan takut tidak tersisa.

Hal ini tidak di sia-siakan oleh Erin untuk kabur, dia  perlari tanpa peduli, Ciiiaaattttt !!!! mobil xavier telah menunggu di depan jalan. Dia memberi tanda dengan membunyikan klakson, tttriiinnntt !!! membuka kaca jendela mobilnya.

 

"Udah maik?"

ujar Xavier mencoba menyelamatkan Erin.

 

Tidak pilihan lainnya, Erin harus ikut si om brewok ini,  dia pun masuk ke dalam mobil sport berwarna hitam tersebut.  Xavier kemudian melajukan mobilnya, hingga para preman plontos tidak dapat mengejar kembali.

 

"Huh"

Erin dapat bernafas lega untuk sementara, setidaknya untuk beberapa saat.

 

"Kamu punya hutang brapa?"

tanya Xavier.

 

"Bukan urusan Om"

 

"Apa? Om?"

Xavier yang tiba-tiba memberhentikan mobilnya.

 

"Lah bener kan Om?"

 

"Aku puter balik aja ya kali enaknya?"

sahut Xavier.

 

"Eh jangan....iya-iya mas!!!!"

 

"Nah gitu? hutang kamu berapa?"

tanya lagi Xavier.

 

"Bukan hutang ku si, hutang papa dan mama"

 

"Mungkin masih ada 200juta"

jelas Erin.

 

"Ok...aku bantu bayarin tapi malam tadi kita impas"

sahut Xavier.

 

"Tunggu! malam tadi? Maksudnya kamu bayar aku gitu?"

Tanya Erin.

 

"Iya...."

 

"Jangan anda pikir aku bisa melupakan dan merelakannya begitu saja? tidak, semua tidak bisa anda beli dengan uang?"

kata Erin yang membuat Xavie memberhentikan mobilnya.

 

"Tapi aku merasa bersalah, i don't know, how "

 

"How??? kamu pikir aja sendiri?"

sahut Erin yang keluar dari mobil.

 

Dia hanya berjalan, tidak tahu hendak kemana? tapi Xavier mengikuti dengan membawa perlahan mobilnya, merasa Erin juga tidak menghiraukannya, xavier pun berlalu membiarkan Erin berjalan sendiri.

 

Xavier tahu ini tidak akan mudah juga untuknya,  dia hanya mencoba menebus rasa bersalahnya, tanpa dia tahu bahwa Erin adalah korban dari semua sifat egonya. Dia hanya ingin hidup tanpa rasa bersalah, hidup seperti biasa dia membayar cewek yang habis tidur dengannya, tanpa ikatan, tanpa ada penyesalan.

 

Di lain sisi, xavier yang bersikap begitu karena sedari kecil, orang tuanya meninggal dia terlalu di manja oleh kakek dan neneknya,  sehingga setelah besar dia selalu menyelesaikan masalah dengan uang.

 

Bertolak belakang dengan Erin, walau dia dulu pernah menjadi orang kaya, tetap saja Erin selalu berusaha sendiri, entah itu jualan online, entah itu membantu di toko fotocopy sebisa mungkin dia mencari uang jajan sendiri, uang yang di beri orang tuanya selalu di tabung, dia ingin kuliah dengan tabungannya sendiri.

 

Walau sekarang uang itu telah di pakai untuk membayarkan hutang orang tuanya, memang tidak akan cukup tapi setidaknya Erin hanya bisa membantu dengan hal itu.

.

 

.

 

.

Lebih dari yang di pikirkan Xavier, Erin memang tidak pernah pacaran bukan berarti, tidak ada yang dia sukai, sejak kecil Erin sangat kagum akan Gavin yang sangat baik kepadanya, ada perasaan lebih dari sekedar tetangga, atasan atau teman.

 

Gavin orang yang bisa dekat dengan siapa saja, entah itu wanita, pria, dia bisa sangat akrab jika memang menurutnya asyik, Erin pernah berkeinginan jika dia menikah, dia ingin Gavin menjadi mempelai prianya, baik tampan, mungkin banyak sekali yang iri akan hal itu.

 

Tapi Erin hanya bisa menahan rasa itu di hatinya, biarlah kalau pun berjodoh tidak akan kemana, akan sangat sulit dirinya untuk menggapai, tapi setidaknya mereka masih bisa dekat, sekarang Erin merasa bersalah,  dia tidak bisa menjaga kepercayaan orang tuanya yang menitipkan dirinya kepada Gavin.

Erin terus berjalan tanpa tujuan, namun kakinya terus melangkah menuju caffe, dia kemudian hanya terdiam melirik Gavin yang tengah sibuk melayani tamu caffe.

 

Yang tersisa hanyalah angan, impian semu, Xavier telah merenggut semuanya, membuat Erin dihantui rasa tidak percaya  diri, kemudian Xavier datang dan menawarkan sejumlah uang untuk dirinya bisa melunasi hutang orang tuanya.

 

Dia bicara tanpa memikirkan perasaan Erin,  dia tahu tidak semua orang kaya berprilaku seperti Xavier, tidak semua hal bisa dibeli,walau Erin saat ini membutuhkan uang yang banyak, tapi apa itu semua sebanding dengan kesucian yang telah direnggut Xavier?.

 

Dia malu untuk kembalike caffe, dia juga bingung harus mencari kerja kemana lagi, kini dia hanya bisa menjauh dari Gavin, Erin kemudian berlanjut pergi, namun seorang pria menahannya. pria tersebut juga bekerja di caffe,  Rolan, pria yang selalu peduli juga terhadap Erin ini berteman baik juga dengan Gavin.

 

"Mau kemana Rin?"

tanya Rolan.

 

"Aku libur, mau balik dulu"

sahut Erin yang menutup kepalanya dengan topi hoddie yang di kenakannya.

 

"Ok...tapi kamu baik-baik aja?"

tanya cowok imut ini.

 

"Iya, aku baik-baik aja"

 

"bawa ini,aku yang masak"

kata Rolan memberikan serantang bekal makan siang.

 

"Kamu?"

 

"Aku gampang....aku masuk dulu ya"

sahut Rolan yang kemudian masuk ke dalam caffe.

 

.

 

.

 

.

 

(Bersambung)

 

Next chapter