webnovel

Misi Kedua yang dipenuhi Jebakan

Kematian James yang bagaikan telur di ujung tanduk seakan menjadi sinyal bagi sang istri tercintanya. Cynthia yang meskipun fisiknya kini berada jauh dari James seakan bisa merasakan firasat tidak baik bahwa keadaan bahaya sedang mengancam nyawa suaminya. Perasaan kalut yang timbul membuatnya tidak bisa sedetikpun menenangkan diri dan segera menghubungi Robin untuk menagih janjinya bahwa ia akan menuntunnya ke rumah lama psikopat tersebut. Robin yang masih dalam keadaan tidak baik – baik saja sebenarnya ingin menolak permintaan wanita itu, karena ia masih membutuhkan waktu untuk menenangkan diri dan memikirkan rencana berikutnya setelah semua misinya menjadi terhambat hanya karena kebodohannya yang telah mengacaukan misi tersebut, namun ia teringat kembali bahwa dirinya telah berjanji pada wanita itu dan Ivory untuk segera menyelamatkan James, sehingga akhirnya ia pun menyetujui permintaan Cynthia dan segera menyalakan motornya untuk memulai misi keduanya bersama dengan wanita itu tanpa menunggu aba – aba lagi dari Ivory. Ia hanya berharap bahwa mungkin dengan melakukan misi kali ini bisa mengembalikan rasa simpatik gadis itu hingga ia mau menerimanya kembali. Cynthia segera memberi kabar kepada Ivory mengenai rencana kepergiannya dengan Robin ke rumah Nathan demi menyelamatkan James hingga membuat Ivory yang sedang berdiskusi dengan Jade dan Moniq pun terperanjat. Bagaimana mungkin mereka pergi begitu saja sebelum mempersiapkan apapun.

Kabar itu bagaikan bom waktu besar yang dilemparkan dan langsung meledak pada saat itu juga dan mengacaukan kebahagiaan keluarga Smith yang baru saja berkumpul setelah keadaan Moniq membaik. Mau tidak mau mereka harus segera menyusun strategi baru untuk misi penyelamatan James. Setelah melakukan diskusi singkat, akhirnya tanpa berpikir panjang lagi, Ivory dan Jade memutuskan untuk segera menyusul Robin dan Cynthia. Moniq sebenarnya ingin sekali ikut turun tangan guna membalaskan dendamnya pada Nathan, namun kedua anak muda itu melarangnya untuk ikut karena mereka mengkhawatirkan keadaannya yang baru saja kembali normal. Beruntung saja, mereka sempat tiba di tempat dan bertemu dengan Robin beserta Cynthia yang sedang mencoba untuk memasuki rumah tersebut.

"Tunggu! Kalian gak akan pernah bisa masuk jika hanya dengan menggunakan cara seperti itu!" hentak Jade kepada Robin yang terlihat sedang mencoba untuk membuka kenop pintu.

"Memangnya kamu punya cara lain apa lagi?" ujar Robin kesal.

"Kalian jangan bersitegang dulu di sini bisa gak? Nanti kita jadi ketauan. Maaf Bi, kami gak tau kalo bibi mau ke sini hari ini juga," bisik Ivory.

"It's okay Iv. Ngomong – ngomong kamu sedang bersama…?"

"Oh iya, kenalin bi, ini Jade. Dulu papa pernah mengangkatnya menjadi anak asuh, lalu karna orang itu sempat menikah dengan mama, otomatis dia jadi kakak tiriku. Meskipun udah gak bersama lagi, tapi sampai sekarang mama tetap menganggap Jade sebagai anaknya sendiri," ujar Ivory menjelaskan kepada Cynthia dan dibalas dengan anggukan paham wanita itu.

"Salam kenal bi," ujar Jade sopan seraya mengulurkan tangan untuk berkenalan dengan wanita paruh baya berwajah oriental dihadapannya.

"Ngomong – ngomong, aku berharap jangan ada salah satu dari kalian yang bertindak gegabah ya, kalian harus tetap mengikutiku. Kurasa kunci rumah ini masih bisa dipakai jadi aku bisa membawa kalian ke dalam. Aku gak tau desain interior di dalam ruangan ini apakah udah diubahnya atau belum tapi aku berharap semoga semuanya masih sama, jadi kita hanya perlu mencari ruangan tempat paman disembunyikan dan setelah itu kita harus segera pergi dari sini. Ayo kita bergerak sekarang juga," ujar Jade menuntun derap langkah mereka ke dalam rumah masa kecilnya. Dilihat dari luar, keadaan rumah tersebut masih terlihat sama bahkan jalan setapak untuk memasuki ruang keluarga juga masih sama. Namun ketika berjalan, tiba – tiba mereka melihat beberapa algojo yang sedang membopong seorang pria paruh baya pincang yang sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Cynthia yang melihatnya segera ingin membuka mulutnya untuk memanggil suaminya namun Ivory segera menutup mulut wanita itu dengan tangannya dan menyuruhnya untuk tidak bersuara. Segera mereka menyembunyikan diri di balik dinding pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga yang telah dipenuhi oleh debu tersebut. Jade seakan dibawa kembali pada ingatan masa lalunya bersama ibunya yang senantiasa menimang – nimang dirinya ketika ia masih balita. Tiba – tiba saja, Jade telah tersadarkan dari lamunan sesaatnya ketika ia mendengar suara pria dan wanita yang telah jatuh ke bawah melalui sebuah pintu kayu yang terbuat di bagian lantai. Pintu tersebut terbuka menganga lebar menunjukkan sisi lain dari rumah tersebut. Pintu tersebut seakan membuka cakrawala lain yang begitu gelap dalam rumah tersebut.

"Ivy…!"

"Jade…tolong aku dan Robin!" teriak Ivory dari ruang bawah tanah dengan suaranya yang seakan menggema dalam ruangan tersebut.

"Tunggu di sana sebentar, aku akan mencarikan tali untuk menolong kalian."

Sementara Jade sedang sibuk mencari tali untuk menarik Ivory dan Robin, Cynthia yang sudah begitu geram melihat beberapa algojo membopong tubuh James menjauh dari rumah tersebut, terpaksa membuatnya segera mengikuti mereka dari belakang agar tidak kehilangan jejak.

"Jade, tolong! Aku takut! Di sini gelap! Hiks…" ujar Ivory yang mulai menggigil karena ketakutan akan suasana yang gelap gulita dalam ruangan tersebut.

"Tenang Iv, ada aku di sini," ujar Robin segera menghidupkan lampu senter ponselnya dan berusaha menenangkan gadis itu dengan memeluknya agar ia bisa menyingkirkan ketakutannya.

"Arghh…sial!" tiba – tiba saja Robin meringis kesakitan melihat tangannya yang terluka.

"Kamu gak apa – apa kan Rob? Pasti tanganmu tergores pintu kayu di atas tadi ya, sini aku lihat," ujar Ivory khawatir mengecek lengan Robin yang telah terlihat menganga lebar dengan darah segar yang mengalir keluar dari urat nadinya, lalu segera menggigit dan mengoyak bagian bawah pakaiannya yang terbuat dari kain katun tipis yang membentuk ruffle dan mengelilingi bagian pinggangnya yang menyerupai rok kecil untuk membalut lengan pria yang sedang terluka itu. Robin seketika meringis dan menahan rasa sakit di lengannya, membuat gadis itu mengobatinya dengan begitu teliti dan sabar. Tubuh mereka yang berjarak hanya beberapa inchi begitu dekatnya membuat napas pria itu seakan terhenti seketika demi melawan dan menahan gejolak yang telah dipendamnya dalam hati.

"Iv… Apakah masih ada harapan untuk kita kembali bersatu?" ujar Robin menatap serius gadis itu meskipun ia hanya bisa melihat raut wajah gadis itu dari lampu putih ponsel yang dinyalakannya.

"Kenapa tiba – tiba kamu ngomong seperti itu Rob? Di dunia ini gak ada yang gak mungkin bukan? Kita masih punya banyak waktu untuk memikirkan hal itu nantinya. Yang terpenting saat ini kita harus menemukan cara untuk segera keluar dari sini dulu," ujar Ivory yang masih serius mengobati lengan pria itu hingga selesai.

"Tapi firasatku mengatakan kalo aku udah gak punya banyak waktu Iv. Harapan terakhirku adalah aku ingin kita bisa kembali bersatu dan aku berharap kamu mau menerimaku kembali menjadi kekasihmu," ujar Robin dengan tatapannya yang dalam menatap gadis dihadapannya.

Pernyataan dari pria tersebut membuat Ivory merasakan sedikit kerisauan dan kesedihan dalam hatinya.

"Rob…kamu gak boleh ngomong seperti itu, apalagi…"

"Kumohon jawab pertanyaanku sebelum semuanya terlambat Iv. Aku hanya ingin mendengarkan jawabanmu, apakah kamu masih mencintaiku dan mau menjadi kekasihku kembali?" ujar Robin lirih seraya menunggu jawaban gadis yang masih terlihat berpikir itu. Merasa tidak ingin mengecewakan kembali pria itu, ia pun menganggukkan kepalanya. Seketika getaran dan dentuman dalam hati Robin kembali melolong dirinya. Ia kini menatap lekat Ivory, dan tanpa sadar telah mendekati wajah gadis itu, mendekapnya dan segera mengecup dalam kedua bibir gadis itu. Kerinduannya terhadap Ivory yang sudah tidak mampu dielakkannya seakan semakin lama semakin membuatnya merasakan sesak dalam dadanya hingga rasanya kecupan itu pun belum mampu mengobati semua rasa rindunya yang telah memuncak. Ia merasakan bahwa sesuatu yang besar akan terjadi pada dirinya dan membuatnya akan kehilangan gadis itu, hingga ia rasanya tidak rela untuk melepaskan gadis itu dan membuatnya meneruskan pagutannya, namun hal tersebut malah membuat gadis itu tersentak dan sedikit kesulitan untuk menarik napas lantas ia segera mendorong jauh tubuh Robin.

"Rob…cukup! Hentikan ini semua. Kita sedang dalam misi penyelamatan paman. Aku gak mau membuat semua orang berpikir yang bukan – bukan terhadap kita," ujar Ivory memalingkan wajahnya karena merasa malu dan memegang kedua bibirnya.

"Maaf sayang, tadi aku hanya refleks karena terlalu merindukanmu. Aku udah gak bisa menahan lagi rasa rinduku terhadapmu Iv. Aku…sangat berterima kasih padamu karena mau memberikanku satu lagi kesempatan. Aku gak akan pernah mengecewakanmu lagi."

"Lebih baik kita segera mencari jalan keluarnya Rob, aku udah gak betah di sini lebih lama lagi," ujar Ivory seraya berjalan mundur karena merasa pandangannya begitu terganggu dengan kegelapan disekelilingnya. Tanpa disengaja, ia tiba – tiba terjatuh karena menabrak sesuatu yang kenyal dan padat, dan setelah mencoba untuk merasakan benda kenyal tersebut ia merasa seperti sedang meraba sebuah bentuk tubuh wanita yang sedang tertidur hingga membuatnya menjerit histeris dan membuat Robin tersentak saat sedang berjalan ke depan untuk mencari jalan keluar.

"Ivory, kamu gak apa – apa?"

"Itu…Itu apa Rob? Aku takut…" ujar Ivory dalam keadaan bergetar karena efek ketakutannya. Robin segera menyoroti tubuh tersebut dan ia sendiri pun begitu terperanjat setelah melihat dengan jelas tubuh wanita yang telah berlumuran darah segar dan tidak dalam keadaan utuh, namun ia masih bisa melihat dengan jelas wajah pemilik tubuh tersebut.

"Chelsea? Ini gak mungkin! Apa yang udah terjadi? Jangan – jangan…" Robin segera menjauh dari tubuh tersebut bersamaan dengan Ivory yang juga merasa ketakutan.

"Jangan – jangan kenapa Rob?"

"Psikopat itu…sepertinya dia udah tau kalo kita semua menjebaknya dan mengetahui bahwa semua uang milik papamu telah ditransferkannya. Ini gawat Iv, kita harus segera pergi dari sini. Aku merasa bahwa ini adalah jebakan yang dibuat oleh orang itu."

"Ha…ha…ha…ha…" tiba – tiba terdengar suara seorang pria paruh baya yang cukup menggema dalam ruangan tersebut. Lalu entah bagaimana tubuh Robin seakan ditarik oleh sebuah benda keras bagaikan magnet yang menarik tubuhnya ke belakang hingga suara pria tersebut mengisi ruangan karena menjerit kesakitan.

"Robin… Kamu di mana? Hei, siapapun kamu! Lepasin Robin dan jangan sakiti dia!" teriak Ivory yang seketika merasa panik karena tidak mampu menemukan keberadaan pria itu lagi.

Tidak berapa lama kemudian, keadaan yang sama pun terjadi pada Ivory yang sedang berdiri ketakutan. Ia terus berteriak meminta pertolongan namun keduanya seakan tidak bisa saling mendengar satu sama lain.