webnovel

27. Ingin Menjaga

Andrea tidak menjawab pertanyaan teman-temannya tentang ia sedang bermimpi apa. Likha dengan cekatan langsung menuangkan segelas air putih dalam teko air plastik yang berada di atas nakas.

"Nih Rea, minum dulu gih.." ucap Likha menyodorkan segelas air putih tersebut.

Andrea langsung meneguknya dan habis setengah gelas. Napasnya yang terengah tadi sudah berkurang dan kini menjadi teratur. Dilihatnya Likha, Kina, dan Felicia menatapnya dengan tatapan sangat khawatir. "Hei, gue gak kenapa-napa kok. Cuman mimpi buruk biasa aja." Alibinya.

"Lo gak bohong kan?" Tanya Felicia mencoba memastikan.

Andrea menggeleng pelan. "Nggak Felic, cuman mimpi buruk biasa aja. Efek kurang tidur mungkin. Jadi sekali tidur sebentar mimpinya nggak bagus." Jelasnya. Padahal, dalam mimpinya tadi jelas-jelas ia dipertemukan oleh sosok perempuan yang berhubungan dengan lukisan yang ada di ruang lukis.

"Ya udah kalian berdua mandi ya. Likha sama gue udah mandi duluan tadi.. abis itu kalian turun ke bawah ya.." ujar Kina memberitahu.

Felicia dan Andrea mengangguk saja seperti anak kecil. Kemudian Likha menggandeng tangan Kina untuk turun ke bawah bersama. Bau tongseng daging sapi yang dimasak Azzam tercium begitu jelas bahkan sampai lantai dua. Perut Kina rasanya sudah memberontak ingin cepat-cepat diisi.

"Wah kalian jago juga masaknya. Siapa yang masak?" Tanya Likha pada semua cowok yang sudah duduk anteng di kursi masing-masing.

"Gue sama Azzam. Yang lain mager doang sambil tengil nyicipin pas belum matang." Jawab Alan sambil cemberut menatap Ryan, Leo, dan Alvin. Mereka bertiga tersangka tidak mau membantu temannya memasak.

Likha dan Kina terkekeh kecil. "Ya udah nanti Leo, Alvin, sama Ryan bagian cuci piring. Hehehe.." ujar Likha, kemudian dirinya langsung duduk di sebelah Azzam yang memang sudah Azzam tandai kalau kursi tersebut harus diduduki Likha.

"Sini.. jangan duduk jauh-jauh." Ucap Alan pada Kina. Lelaki itu tersenyum seperti oppa-oppa korea dengan menepuk kursi meja makan di sebelah kirinya.

Kedua pipi Kina langsung bersemu merah. Malu diperlakukan seperti itu oleh Alan. Padahal teman-teman yang lainnya sudah biasa saja menatap pasang kekasih yang berada di antara mereka yang masih jomlo.

Kina langsung duduk di sebelah kiri Alan. Kemudian mereka mulai sarapan setelah Andrea dan Felicia sudah bergabung.

"Enak banget. Siapa yang masak?" Tanya Felicia yang memang belum tahu siapa yang memasang tongseng daging sapi bersama telur mata sapi tersebut.

"Pacar aku doonngg.." ucap Likha dengan terkekeh. "Pacarku sama pacarnya Kina yang masak." Sambungnya.

"Wuuiihh.. udah kayak double date gitu ya..hahaha. Jadi pengen punya pacar gue.." ujar Felicia dengan khas tertawanya.

"Andrea, makan yang banyak." Ujar Leo dari ujung meja makan, karena cowok itu duduk di sana.

Andrea yang sedang menikmati makanannya dan memang makan dengan pelan itu hanya mengangguk canggung pada Leo. Sedangkan tidak ada yang tahu kalau kini Alvin menatap Leo dengan tatapan tajam yang tidak suka.

"Hari ini hari ketiga. Kita ngapain enaknya?" Tanya Ryan.

"Beres-beres dulu lah.. habis makan lo cuci piring noh, sama Leo dan Alvin. Inisiatif juga beresin kamar. Berantakan banget, jadinya makin pengap." Ujar Alan.

Azzam mengangguk setuju. "Bener tuh. Gue juga kurang suka kondisi kamar kita yang kayak kapal pecah. Ryan sama Leo tuh pelakunya. Ganti pakaian asal lempar aja kayak buang sampah."

Diomeli begitu, Ryan malah terkekeh. "Udah kayak nyokap gue lo Zam.. hehehe oke oke nanti gue beresin baju-baju gue." Ujarnya mengalah saja dari pada diserang lagi oleh semuanya. Kali ini Ryan sedang tidak mau melakukan huru-hara.

*

Karena setelah sarapan langsung fokus pada kegiatan masing-masing, para mahasiswa itu terpisah-pisah posisinya. Alan dan Azzam membereskan meja makan dan menumpuk peralatan bekas makan. Sedangkan Ryan, Leo, dan Alvin sudah seperti pelayan cuci piring yang siap menerima tumpukan piring, sendok, dan juga gelas itu.

Kegiatan para cowok itu dilanjut menuju ke kamar mereka. Kalau Azzam, Alan, dan juga Alvin memang dasarnya suka rapi. Jadi yang bertugas membereskan kekacauan kamar hanya Ryan dan Leo.

Azzam dan Alan memilih duduk-duduk di luar saja di teras vila. Menikmati semburat mentari pagi yang mulai muncul. Berusaha menyerap vitamin E untuk kebaikan kulit. Hm, rasanya sudah seperti iklah sunscreen saja.

Alvin sengaja memisahkan diri. Lelaki itu ingin berkeliling dan melihat-lihat sudut vila yang belum pernah ia jamah.

Sementara bagian perempuan, Kina dan Likha sedang membereskan kamar berdua. Kina mengumpulkan pakaiannya yang kotor dan ingin segera ia cuci sendiri nanti. Kemudian Kina juga langsung membuang bunga melati yang sudah layu dan agak mengering karena tadi subuh ia taruh di atas nakas begitu saja.

Sedangkan Felicia sibuk menscroll feed instragam, gadis itu berdiri dengan siku tangan kiri yang bertumpu pada kayu balkon kamar. Sesekali ia menikmati pemandangan langit pagi dan pemandangan area tengah vila, di mana gazebo dan kolam renang terlihat sangat tenang. Namun jadi agak horor saja ketika Felicia tahu kalau di bagian tengah vila tersebut tidak ada siapa-siapa. Rasanya seperti ada yang mengawasi.

Andrea. Gadis itu kini berjalan sendirian menuju ruang seni. Menatap lukisan perempuan yang sangat tak asing baginya. Sekelebat mimpi yang ia mimpikan tadi seolah bukanlah mimpi biasa, namun mimpi yang disengaja oleh sosok tersebut.

Dengan berani, Andrea menyentuh lukisan tersebut. Bagian pojok bawah kanan terdapat tanda tangan sang pelukis. Tanda tangan itu membentuk huruf 'C' kecil latin dengan ada garis bawahnya. Tanda tangan itu berwarna merah maroon.

Merinding. Rasanya Andrea seperti melihat lukisan itu hidup di bagian kedua matanya. Seolah seperti mengamati dirinya yang sedang memegang lukisan itu.

"Kamu, sebenarnya siapa dan kenapa?" Tanya Andrea pelan. Kali ini perasaannya tidak takut. Namun seperti merasakan perasaan sosok yang ada di lukisan tersebut. Perasaan seperti sakit, sedih, perih, dan ingin marah.

"Rea?"

Andrea tersentak kecil. Suara Alvin yang memanggilnya membuatnya agak terkejut karena tadi baru saja akan mencoba mendalami dan mengenal sosok perempuan itu.

"A-alvin? Ah.. sorry gue kaget."

Alvin terkekeh. "It's okay. Gapapa kok. Lo kok sendirian di sini?"

"Iya. Lagi lihat-lihat ruang seni."

"Boleh gue temenin?" Tanya Alvin memberanikan diri. Cowok itu rupanya agak gugup dan membenarkan kacamatanya.

"Boleh, Vin."

"Kalau bisa lo jangan sendirian." Ujar Alvin yang seperti menyampaikan sebuah pesan.

Dari sini, Andrea merasa Alvin berbeda. Seolah juga tahu keanehan-keanehan yang ada di vila. Namun, ketika Andrea mencoba melihat aura Alvin, ia tidak bisa menembus dan tidak bisa mengetahui apa yang ada di pikiran Alvin.

"Kenapa?" Tanya Andrea.

"Bahaya. Gue tahu lo itu 'spesial'."

"Tapi gue bisa jaga diri." Tegas Andrea.

Alvin tersenyum tipis. "Tapi lo gak akan bisa sendirian. Setidaknya gue akan melindungi lo jika terjadi sesuatu." Ucapnya dengan yakin.

Sementara Andrea hanya bisa mengernyitkan dahi. Berusaha memahami apa maksud Alvin sebenarnya.