webnovel

21. Rahasia

Felicia menahan napasnya saat memandangi sosok wanita berambut panjang yang ada di dalam lukisan tersebut. Ia tidak yakin apakah wanita yang ada di dalam mimpinya berparas sama dengan wanita cantik yang di gambar dengan begitu sempurnanya di hadapannya.

Seingat Felicia, wanita yang ada di dalam mimpinya itu memiliki rambut yang menutupi seluruh bagian wajahnya, sehingga ia sendiri tidak dapat memastikan seperti apa wujudnya.

"Rea… Udah yuk! Gue takut tahu!" Ucap Felicia memohon pada Andrea agar segera pergi dari ruang musik. Andrea terdiam dan tidak mendengarkan perkataan Felicia, ia menutup matanya berusaha untuk fokus dan mengingat-ingat apakah wanita yang ada di dalam lukisan itu adalah sosok yang sama yang ia rasakan kemarin malam?

"Rea!" Panggil Felicia lebih kencang dari panggilan yang sebelumnya, membuat Andrea urung melakukan pendeteksian lukisan tersebut. Perempuan itu menoleh menatap Felicia yang sudah pucat dengan alis yang hampir saling bertautan, memohon padanya agar segera meninggalkan ruangan tersebut.

"Lo… Kita berdua harus cari tahu Fel, gue rasa ada yang gek beres sama vila ini dari awal kita datang!" Ucap Andrea yang akhirnya menjelaskan bahwa dirinya sudah merasakan hal yang janggal ketika berangkat menuju vila milik saudaranya ini.

Felicia terdiam saat mendengar ucapan tersebut, kemudian ia menghentak-hentakkan kakinya. "Terus kenapa lo gak bilang dari awal, kalau ada yang gak beres di sini sih Rea?!" Tanya Felicia, kecewa karena Andrea justru menyembunyikan sebuah hal yang bisa saja mereka hindari.

"Kita kan lagi berlibur, gue gak mau bikin kalian kecewa! Masalah ini cuma gue sama lo aja yang tau Fel, jangan kasih tau siapa-siapa!" Ujar Andrea melirik ke arah kanan dan kiri, memastikan jika tidak ada siapapun yang mendengar percakapan penting mereka.

"Loh, kenapa harus gitu?!" Seru Felicia. Ia tidak setuju dengan rencana Andrea yang akan menyembunyikan hal ini dari teman-teman mereka. Jika memang benar Vila yang kini mereka huni ada penunggunya, bukankah lebih baik mereka semua segera pergi? Dan jangan menetap lebih lama.

Andrea menutup mulut Felicia yang berseru dengan cukup keras barusan, "Sssttt! Gue yakin semua baik-baik aja kok, kita di sini kan lagi liburan. Jangan bikin yang lain semakin strees, terutama Likha yang skripsinya di tolak." Bisik Andrea.

Felicia terdiam mengingat apa tujuan mereka semua datang kemari, dan ia melirik pada lukisan yang ada di samping mereka. Felicia kembali menatap Andrea yang menunggu persetujuan darinya, untuk merahasiakan ini dari semua teman-temannya.

Felicia mengangkat tangannya dan memberikan isyarat 'Oke' pada Andrea sehingga perempuan itu akhirnya menarik tangannya yang menutupi bibir Felicia tadi. Andrea mengangguk dan memberikan sebuah senyuman pada Felicia yang akhirnya menyetujui rencananya, ia menepuk pelan bahu temannya tersebut dan kembali menoleh pada lukisan itu. Felicia hanya bisa membuang nafasnya dengan berat di samping Andrea.

Makan siang telah selesai, tugas mencuci piring di berikan pada Alan dan Kina yang menyelesaikan makan mereka paling akhir. Kina bertugas untuk menyabuni seluruh piring-piring itu dan Alan bertugas membasuh, membersihkan piring dari sabun-sabun.

"Kina… Gue mau tanya sesuatu dong, tapi lo gak boleh bohong ya!" Ujar Alan yang sibuk membersihkan piring.

"Hm…" Kina hanya menjawab pertanyaan tersebut dengan sebuah persetujuan singkat. Alan mematikan kran air yang ada di hadapannya dan menghadap ke samping untuk menatap Kina.

"Lo, tadi tahu kan kalau yang gue liat bukan Leo, Alvin sama Andrea?" Tanya Alan dengan cukup serius, Kina yang awalnya masih menyabuni piring-piring pun terdiam. Ia menyimpan kembali piring yang di pegangnya dan menoleh untuk menatap pada Alan.

"Gue gak tau Alan, waktu lo tarik tangan gue… Ada perasaan gak enak yang gue rasain, dan gue ragu kalau itu mereka. Soalnya sebelumnya pas gue liatin ruangan lukisan itu, gak ada siapapun di sana Lan. Kalau pun Leo, Alvin dan Andrea ada di sana, pasti gue udah liat mereka." Jawab Kina dengan jujur. Ia memang tidak melihat siapapun di dalam ruangan berdinding kaca itu, dan jika pun ada mereka, Kina pasti sudah lebih dulu memanggil Andrea.

"Jadi, kalau itu bukan mereka dan lo gak liat sebelumnya! Apa yang kita lihat tadi adalah… Hantu?" Alan menatap Kina dengan sangat serius, wajah perempuan itu memucat, bulu kuduknya juga mulai berdiri.

"Hei, hei! Cuci piring yang bener!" Ryan datang menghampiri keduanya dan berdiri di samping Alan, untuk mengambil sebuah gelas. Kina kembali menyabuni piring-piring itu dan Alan pun ikut menyelesaikan tugasnya. Dirinya masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya mereka berdua lihat tadi.

Ryan pergi meninggalkan keduanya setelah mengambil minum dan meminumnya di sana untuk waktu yang lumayan lama. "Gue gak mau bahas itu Alan, gue gak tau apa yang tadi kita berdua lihat. Tapi gue gak mau sompral." Saat selesai dengan pekerjaannya pun Kina buru-buru melepaskan sarung tangan plastiknya dan pergi meninggalkan Alan yang masih membilasi seluruh piring itu sendirian.

Kina berjalan dengan sedikit tergesa-gesa keluar dari Vila menuju taman depan Vila yang memiliki luar yang lebih besar dari taman-taman yang ada di setiap pekarangan rumah.

"Kina!" Kina menoleh menatap pada Likha dan Azzam yang memanggilnya. Sepasang kekasih itu tengah duduk di sebuah ayunan putih yang tersimpan di bawah pohon yang cukup rindang hingga tidak terkena panasnya sinar matahari yang tepat berada di ubun-ubun.

Melihat ayunan yang berada di tempat yang memiliki pemandangan yang indah itu pun membuat Kina tersenyum, segera berlari menghampiri Likha dan Azzam.

"Duduk sini!" Ucap Azzam, berdiri mempersilahkan Kina untuk duduk di atas ayunan itu karena ayunan tersebut hanya cukup untuk tiga orang perempuan. Azzam berpindah ke belakang ayunan itu dan mendorong ayunan tersebut, membuat Likha dan Kina tertawa menikmati angin yang berhembus.

"Enak ya? Nanti giliran kalian yang mendorong, gue yang naik!" Ucap Azzam memberikan sebuah candaan pada keduanya.

"Gak mau, masa cowok naik ayunan?" Tolak Likha dengan kejamnya pada Azzam.

"Hahahaha…" Kina hanya tertawa kencang mendengar ucapan Likha pada Azzam, dan melupakan pembahasannya dengan Alan mengenai sosok yang mereka lihat sebelumnya di ruang lukisan.