webnovel

Satu Minggu Lagi

Pada pukul 08.00 WIB tepat, Luna, ketiga sahabat karibnya, dan teman-teman sekelasnya masuk ke kelas 3 IPS 3. Pada jam tersebut seperti biasanya di hari Senin hingga Kamis, pelajaran di sekolahnya Luna dimulai. Di jam tersebut, semua siswa dan siswi menunggu kedatangan sang guru masuk kelas untuk mengajar. Tetapi, 30 menit kemudian, semua kelas mendadak ramai sekali. Hal ini disebabkan setelah bapak Kepala Sekolah mengumumkan sebuah pengumuman penting di dalam ruang guru dengan pengeras suara tentang hari ini tidak ada pelajaran dan satu jam lagi semua siswa dan siswi boleh pulang, karena bapak Kepala Sekolah sendiri dan wakilnya beserta semua dewan guru SMU se-Jakarta Selatan melakukan rapat di sekolah ini untuk persiapan Ujian Nasional yang tiga bulan lagi dilaksanakan secara serentak seluruh SMU se-Indonesia. 

Dalam pengumuman tersebut, bapak Kepala Sekolah tidak lupa meminta kepada seluruh siswa dan siswi melakukan kerja bakti di dalam kelas dan luar kelasnya masing-masing sebelum pulang. 

Satu jam kemudian, siswa dan siswi kelas 1, 2, dan 3 banyak yang pulang. Sebagian dari mereka yang tidak pulang dulu menikmati makanan dan minuman favorit di kantin sepuasnya tanpa terganggu siswa dan siswi lainnya, termasuk Luna dan ketiga sahabat karibnya. Di saat Luna sedang menikmati makanan dan minumannya sambil sesekali bersenda gurau dengan ketiga sahabat karibnya di dalam sebuah kantin langganannya, Luna ditelpon seorang guru bahasa Indonesianya sekaligus Wali Kelasnya, Tia Arini atau akrab dipanggil bu Tia oleh murid-murid yang diajarnya. Di dalam obrolan-obrolannya dengan bu Tia, Luna disuruh menghadapnya di dalam ruang OSIS, karena ada urusan penting yang harus Luna ketahui sebelum pulang. Luna pun menyanggupinya setelah menghabiskan makanan dan minumannya serta membayar semua makanan dan minuman ketiga sahabat karibnya. 

Setibanya di dalam ruang OSIS, bu Tia segera menyuruh Luna duduk di sebuah kursi di belakang sebuah meja di hadapannya yang sudah duduk sejak tadi menunggu. 

"Luna, apa kamu sudah tahu sebelumnya ibu menyuruh kamu menghadap saya?" Bu Tia bertanya kepada Luna dengan menyunggingkan senyum. 

"Maaf, bu. Luna belum tahu." Luna menjawabnya singkat dengan wajah serius. 

"Apakah sebelum-sebelumnya kamu sudah punya firasat?" Bu Tia bertanya lagi kepada Luna dengan menyunggingkan senyumannya lagi. 

"Firasat apa ya bu? Luna beberapa hari ini merasa tidak punya firasat apa-apa!" Luna masih menjawabnya dengan wajah serius. 

"Masa kamu belum tahu sebelumnya sih?" Bu Tia bertanya lagi kepada Luna dengan menyunggingkan senyumannya lagi. 

Luna terdiam dengan agak menunduk agak lama. Kemudian, kedua matanya Luna menatap tajam kedua matanya bu Tia dengan menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum kepadanya. 

"Ada urusan penting apa bu Tia memanggil Luna kemari?" Luna bertanya lagi dengan sangat ingin tahu dan wajahnya masih terlihat serius. 

"Urusan ini sangat penting buat kamu sendiri." Bu Tia berkata dengan tersenyum. 

Luna masih menatap tajam kedua matanya bu Tia dan masih memasang wajah serius. Luna sekarang sangat tegang. Sementara itu, ketiga sahabat karibnya sekarang sedang menunggu Luna di luar ruang OSIS. 

"Maaf, bu. Kalau boleh tahu, urusan penting apa itu, bu?" Luna bertanya agak mendesak Wali Kelasnya itu. 

Kali ini, sejak tadi guru bahasa Indonesianya itu sengaja membuat Luna bertanya-tanya di dalam hatinya untuk membuat Luna berdebar-debar. 

"Kamu mau juara satu lagi untuk ketiga kalinya?" Bu Tia bertanya kepada Luna sambil tersenyum. 

"Maksud ibu?" Luna balik bertanya. 

"Kalau kamu mau juara satu lagi untuk yang ketiga kalinya kamu terakhir bersekolah di sini, satu minggu lagi ikuti lomba ini dengan melakukan yang terbaik lagi." Bu Tia menjawabnya tidak langsung sambil tersenyum lagi. 

Luna terdiam sejenak dengan memikirkan sesuatu. 

"Ibu sengaja tidak memberitahukan langsung kepada kamu sejak tadi agar kamu berpikir." Bu Tia berkata sambil berdiri dan tersenyum kepada Luna dengan membawa beberapa lembar kertas penuh dengan ketikan-ketikan. 

"Ibu sekarang juga ingin melatih kamu berpikir agar kamu bisa berpikir dulu sebelum berbicara." Bu Tia menyambung dengan berjalan mendekati Luna. 

"Iya, ibu. Terima kasih banyak." Luna menjawabnya dengan tersenyum. 

Raut wajah Luna sekarang ceria kembali setelah Luna mengetahui apa yang dimaksud Wali Kelasnya itu sejak tadi. Tetapi, Luna menyimpan jawabannya di dalam hatinya dulu.

"Sudah ketemu apa yang ibu maksud sejak tadi?" Bu Tia bertanya kepada Luna dengan tersenyum lagi. 

"Sudah, ibu!" Luna menjawabnya dengan tegas dan tersenyum.

"Apa jawaban kamu?" Bu Tia bertanya kepada Luna dengan berdiri tepat di hadapannya. 

"Lomba menulis cerpen tahunan sekolah kan bu?" Luna memastikan jawabannya dengan tersenyum. 

"Betul sekali, Luna." Bu Tia menjawabnya. 

"Sekarang, apa yang harus Luna lakukan, bu?" Luna bertanya kepadanya. 

"Tiga lembar tentang lomba menulis cerpen tahunan sekolah ini kamu simpan dulu baik-baik di rumah ya." Bu Tia menjawabnya dengan menyodorkan tiga lembar tentang lomba menulis cerpen tahunan sekolah itu kepada Tia. 

"Nanti kamu berikan salinan ketiga lembar itu kepada masing-masing Ketua Kelas." Bu Tia menyuruh Luna setelah Luna menerima ketiga lembar tentang lomba menulis cerpen tahunan sekolah itu. 

"Baik, bu." Luna menyanggupinya. 

"Apa ada yang bu Tia sampaikan lagi kepada Luna, bu?" Luna bertanya. 

"Ada dua pesan." Bu Tia menjawabnya singkat terlebih dahulu." 

"Silakan, bu." Luna mempersilakannya.

Luna mengambil sebuah buku tulis dan sebuah pulpen dari dalam tasnya untuk mencatat di halaman kosong dua pesan Wali Kelasnya itu khusus untuknya. 

"Pertama, ibu meminta kepada kamu bahwa mulai hari ini kamu pikirkan satu satu tema cerpen yang menurut kamu paling bagus untuk ditulis menjadi cerpen." Bu Tia berkata. 

"Kedua, setelah ketemu atau dapat, kamu tulis dengan versi terbaik kamu menjadi sebuah cerpen." Bu Tia menambahkan. 

"Baik, bu." Luna menyanggupinya setelah selesai mencatat. 

"Sekarang, ibu pergi ke ruang guru, karena sebentar lagi ada rapat." Bu Tia pamit kepada Luna. 

"Baik, bu." Luna menjawabnya. 

Tidak beberapa lama kemudian, bu Tia keluar dari dalam ruang OSIS untuk menuju ke ruang guru, karena 30 menit lagi rapat dimulai dengan Kepala Sekolah beserta Wakilnya dan seluruh Dewan Guru se-Jakarta di dalam ruang guru. 

Luna pun segera keluar dari dalam ruang OSIS. Sebelum meninggalkan sebuah ruangan yang sudah hampir setahun ini ditempati bersama anggota-anggota lainnya, Luna menguncinya dari luar. Oleh karena kepintaran, kecantikan, ketajiran, dan dua kali juara pertama lomba menulis cerpen tahunan sekolah, 8 bulan lalu Luna dipercaya semua siswa dan siswi menjadi Ketua OSIS sekaligus Pemimpin Redaksi tabloid bulanan sekolah melalui pemilihan umum terlebih dahulu di sekolah. 

Seperti edisi tahun-tahun lalu, ketiga cerpen dari tiga pemenang lomba menulis cerpen tahunan sekolah dimuat atau ditampilkan di sebuah rubrik sendiri pada tabloid bulanan sekolah. Luna sangat optimis bisa meraih juara pertama untuk ketiga kalinya. Kali ini, temanya tentang cinta yang cakupannya sangat luas. 

Seperti biasanya, Luna mengantarkan pulang satu per satu sahabat karibnya. Urutan pertama rumah terdekat ketiga sahabat karibnya itu dari rumahnya Luna adalah Sisil, Agnes, dan Mita. Tetapi, kali ini, Luna mengajak ketiga sahabat karibnya itu ke rumahnya untuk menemaninya hingga sore kira-kira pukul 5 pintanya Luna sendiri. Ketiga sahabat karibnya itu pun sepakat tidak menolaknya, karena mereka bertiga sudah tahu sebelum-sebelumnya kalau Luna pasti mengajak bersenang-senang, menonton film, bercanda-candaan, makan-makan, tebak-tebakan, dan bernyanyi-nyanyi sambil berjoget-joget diiringi lagu-lagunya Blackpink di dalam kamarnya sendiri. 

Setibanya di rumah, Luna meminta izin kepada mamanya sebelum mengajak ketiga sahabatnya itu masuk ke dalam kamarnya. Sebelum memberikan izin kepada satu-satunya putrinya itu, mamanya bertanya kepadanya tentang pulang sekolah lebih awal, karena mamanya sempat sangat terkejut melihatnya. Luna pun menjelaskannya kepada mamanya. Setelah mengetahuinya, mamanya segera mengizinkannya dan mendukungnya penuh dengan menyuruh bik Iyem mematuhi semua perintahnya Luna. 

Setelah mendapatkan izin dan dukungan penuh dari mamanya, Luna dan ketiga sahabat karibnya itu segera masuk ke dalam sebuah kamar yang ada di lantai dua yang tak lain dan tak bukan adalah kamarnya Luna sendiri. Di dalam kamar itu, Luna dan ketiga sahabat karibnya tersebut seperti sebelum-sebelumnya melepaskan stress. Sisil, Agnes, dan Mita masih berseragam sekolah. Tetapi, sepatu dan kaos kaki mereka bertiga dilepas sebelum masuk ke dalam kamarnya Luna dan bajunya tidak dimasukkan ke dalam lagi seperti di sekolah, sedangkan Luna ganti baju. Luna memakai kaos warna putih bahu pendek dengan gambar sebuah tokoh kartun di depan tengahnya dan bercelana jeans ketat. Luna masih memakai ikat rambut atau bando warna pink. Sebelum mulai bersenang-senang dengan ketiga sahabat karibnya itu, Luna mematikan HPnya, karena Luna memakai Laptopnya untuk menonton film bersama. Sebelum mulai menonton film, Luna memesan 4 Pizza ukuran sedang, 4 gelas plastik minuman manis bersoda ukuran jumbo, dan 4 kotak ayam goreng dan nasinya. 

Pada pukul 14.30 WIB, kekasihnya Luna, Deon, menelponnya. Karena HPnya Luna masih dimatikan sejak pukul 9.15 WIB, beberapa kali panggilan kekasihnya pun menolaknya untuk memberitahukannya kepada Luna. Deon sangat kesal dan marah kepadanya. Deon segera memberitahukannya kepada papanya. Sebenarnya, Deon yang bersekolah di sekolah lain dekat dengan sekolahnya Luna juga pulang lebih awal dari biasanya, karena Kepala Sekolah beserta Wakilnya dan wakil Dewan Guru mengikuti rapat di sekolahnya Luna. Sejak tadi Deon sibuk bersama teman-teman satu Genknya yang satu sekolah dengannya. Biasanya, Deon sibuk taruhan balapan motor gede dengan Genk lainnya dan sedikit pesta ganja bersama teman-teman satu Genknya tersebut. Deon segera melaporkan kekecewaan dan kekesalannya tadi kepada papanya agar papanya Luna nanti segera memperingatkan putri semata wayangnya itu. 

Sudah hampir dua tahun ini Luna menjadi kekasihnya Deon lantaran permintaan Deon sendiri setelah dia tahu bahwa papanya Luna adalah bawahan papanya. 18 bulan lalu, Deon telah jatuh hati dengan Luna, karena pesonanya. Bila dilihat secara naluriah lelaki normal yang dikatakan sudah beranjak dewasa, Luna seperti sebuah pemandangan indah yang sangat memikat hati.