webnovel

Berangkat ke Sekolah

Setelah pamit ke mamanya dengan mencium kedua pipinya dan telapak tangan kanannya, Luna mengucap salam kepadanya, lalu mamanya yang bernama lengkap Mira Isabella itu membalasnya. Di hari Rabu pagi ini, Luna memakai jaket kain warna hitam dengan ikat kepala warna pink atau merah muda. Besoknya, sebagai seorang penggemar sejati Blackpink, Luna pasti memakai jaket kain warna pink dan ikat kepala warna hitam. Seperti biasanya, rambut hitam panjang agak bergelombang sepunggungnya dibiarkan tergerai dan baunya badannya wangi sekali khas parfum cewek ABG. 

"Pagi, mang!" Luna menyapa pak Tarno setelah membuka pintu rumahnya. 

Seketika itu, pak Tarno berhenti menyapu halaman depan rumahnya Luna, lalu menoleh ke Luna di belakangnya.

"Eh, non Luna!" Pak Tarno agak kaget dengan melihat Luna berdiri di belakangnya sambil tersenyum kepadanya.

"Ada apa, non?" Pak Tarno bertanya dengan serius ke Luna sambil berjalan mendekatinya. 

"Kok mang Tarno malah nanya sih?" Luna balik bertanya ke pak Tarno. 

Pak Tarno terbengong sejenak di depan Luna.

"Mang Tarno jawab dong sapaan Luna tadi. Kan belum dijawab!" Luna berkata dengan tersenyum ke suaminya bik Iyem itu. 

"Oh iya, non! Kirain non Luna ada perlu ke mamang." Pak Tarno berkata ke Luna. 

"Selamat pagi juga non Luna yang cantik!" Pak Tarno membalas sapaan Luna tadi. 

Luna tersenyum kepada pembantu laki-lakinya urusan taman, sopir, dan kebersihan luar rumah itu.

"Mang Tarno, kalau kerja jangan sambil bengong ya mang." Luna mengingatkan pak Tarno dengan setengah bercanda. 

"Emangnya kenapa, non?" Pak Tarno bertanya sangat ingin tahu, karena selama 20 tahun bekerja hingga saat ini di rumahnya pak Wijaya belum pernah mendengar perkataan Luna tadi. 

"Ya bisa kesambet, mang!" Luna menjawab dengan tertawa kecil yang kemudian diikuti tawa kecil pak Tarno juga. 

"Tapi itu memang beneran loh, mang." Luna menyeletuk. 

"Iya emang sih, non." Pak Tarno menjawab. 

"Mamang belum sarapan?" Luna bertanya agak berbisik sambil memegang pundak kanannya pak Tarno. 

Pak Tarno agak menunduk. 

"Udah, non. Tadi jam setengah 6 seperti biasanya bersama istri saya." Pak Tarno menjawabnya sambil tersenyum dengan menatap kedua matanya Luna yang tampak mengasihaninya. 

"Yaudah kalau begitu Luna berangkat ke sekolah dulu ya mang." Luna pamit ke pak Tarno. 

"Iya silakan, non." Pak Tarno mempersilakan Luna berangkat ke sekolah. 

"Apa non Luna butuh mamang yang nyetir mobilnya?" Pak Tarno bertanya. 

"Nggak butuh untuk pagi ini, mang." Luna menjawabnya. 

"Udah ya mang ngobrol-ngobrolnya. Luna berangkat ke sekolah sekarang ya mang biar Luna nggak telat." Luna pamit lagi ke pak Tarno. 

"Iya, non." 

"Hati-hati di jalan ya non." 

"Pasti, mang." Luna menjawabnya sambil berjalan menuju ke garasi di samping rumahnya untuk mengendarai mobil pribadinya. 

Tidak beberapa lama kemudian, Luna keluar dari garasinya dengan mengendarai mobil pribadinya menuju ke pintu pagar besinya yang dijaga oleh seorang satpam bernama Sapto. Setelah pintu pagar besi dibuka oleh satpam itu, sebelum melajukan mobil pribadinya, Luna menyapa seorang satpam yang sudah 10 tahun bekerja untuk pak Wijaya itu. 

Seperti biasanya, sebelum tiba di sekolahnya, Luna menjemput Mita, Agnes, dan Sisil, ketiga sahabat karibnya sejak kelas satu SMU dan sekarang mereka bertiga satu kelas dengan Luna, untuk berangkat bareng. Luna sangat mencintai dan menyayangi ketiga sahabat karibnya itu, karena mereka bertiga memberikan Luna kebahagiaan dan kepuasaan batin tersendiri baginya. 

Saat ini masih pukul 06.45 WIB. Maksudnya, ada waktu 45 menit lagi pihak ketertiban dan keamanan sekolahnya menutup pintu pagar sekolah. Maksimalnya, Luna dan semua siswa harus masuk ke sekolah 5 menit sebelum pintu pagar sekolah ditutup. 

Karena ketiga sahabatnya sudah sarapan di rumahnya masing-masing dan Luna sendiri sudah sarapan tadi bersama mamanya, Luna dan ketiga sahabat karibnya pun mengobrol-ngobrol dan bercanda di dalam mobil sambil Luna tetap waspada menyetirnya. Andaikan ketiga sahabatnya itu belum sarapan, Luna pasti mentraktir mereka bertiga ke KFC atau restoran. Apabila Luna tidak sarapan di rumah atau ingin menikmati segelas kopi, Luna pasti mengajak mereka bertiga ke sebuah KFC atau restoran atau Café langganannya. Luna sangat tidak mengkuatirkan uang sakunya, karena setiap bulan dia pasti menerimanya dari kedua orang tuanya. Untuk besaran jumlah uang saku bulanannya, dua puluh kali lipat uang saku bulanannya siswa dan siswi golongan menengah. Luna termasuk siswi golongan atas yang bisa dihitung dengan jari jumlahnya di sekolahnya. 

"Siapa yang mau berulang tahun nih?" Luna bertanya kepada ketiga sahabat karibnya sambil tersenyum dan menyetir mobil pribadinya. 

"Ada yang tahu?" Luna berpura-pura bertanya sambil tersenyum-senyum. 

Sebenarnya, Luna mengetahuinya siapa salah satu dari ketiga sahabat karibnya itu yang akan berulang tahun di bulan ini. Namun, Luna tetap bertanya kepada ketiganya untuk meramaikan suasana di dalam mobilnya. 

"Siapa lagi kalo bukan Mita." Agnes yang duduk di belakangnya Luna menjawabnya, lalu menoleh ke pemandangan lagi di luar kaca mobil samping kanannya. 

"Duh…elu sok tahu!" Mita berpura-pura mengomel Agnes sambil mengkibas-kibaskan kipas lipat yang selalu dibawanya.

"Masak elu sampai lupa hari lahir sendiri sih?" Agnes bertanya ke Mita sambil melihatnya di samping Luna. 

Luna tersenyum mendengarnya sambil tetap menyetir mobilnya. Luna sering mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang bila tidak ada yang membuatnya terburu-buru. Luna sudah dua tahun ini bisa mengendarai mobil dengan baik dan benar setelah selama setahun diikutkan kedua orang tuanya ke sebuah kursus mengendarai mobil yang sangat terpercaya di kotanya setelah papanya menghadiahkan sebuah mobil kepadanya ketika Luna berulang tahun. 

"Pasti gue nggak pernah lupa dong." Sisil menjawabnya dengan penuh percaya diri sambil berkipas-kipas lagi sejenak. 

"Terus siapa yang akan berulang tahun nih?" Luna pura-pura bertanya kepada ketiga sahabatnya itu sambil tersenyum. 

"Gue sebulan lagi kok." Sisil menyahut, lalu melanjutkan lagi membaca sebuah novel kesukaannya. 

"Nah tuh dia Sisil yang akan berulang tahun bulan depan." Mita berkata, lalu mulai membuka sebuah kotak bedak ada kaca dan sponnya untuk berkaca dan apabila ada bedak di wajahnya yang luntur, Mita segera membenahinya. 

"Tapi kan di bulan ini elu duluan berulang tahun, Mita!" Sisil berkata sambil membalik sebuah halaman di novelnya. 

"Bukannya ulang tahun gue setelah ulang tahun elu, Sil?" Mita bertanya dengan aktingnya. 

"Buusssyett…pakai acara lupa segala ulang tahunnya." Sisil menjawab dengan menutup novelnya setelah ditandai dan kedua matanya melotot ke kedua matanya Mita yang masih melihat Sisil. 

Luna dan Agnes tersenyum-senyum. 

"Apa'an sih elu? Emang elu tahu tanggal ulang tahun gue?" Mita bertanya dengan berakting. 

"5 November kan?" Sisil nanya balik ke Mita sambil membenarkan sedikit letak kacamatanya. 

"Elu sok tahu!" Mita menjawabnya, lalu kembali ke pandangan ke depan. 

Sisil terdiam sejenak dengan melihat ke Mita di depannya. 

"Mana buktinya kalau elu tahu tanggal ulang tahun gue?" Mita bertanya sambil berkipas-kipas. 

Sisil masih terdiam sambil mencari sebuah buku kecilnya di dalam tas selempangnya. Sebuah buku kecil itu berisi foto-foto dan segala informasi tentang semua temannya yang dia anggap sangat berkesan baginya, termasuk informasi tanggal lahir. Suasana hening sejenak. 

"Nggak ada bukti kan?" Mita bertanya sambil bersolek sejenak. 

Tidak beberapa lama kemudian, Sisil segera membacakan dengan suara keras informasi tentang Mita pada sebuah halaman di buku kecilnya. 

"Nama Lengkap, Mita Damayanti. Nama Panggilan, Mita. Domisili Saat Ini, Menteng Gang 2 Nomor 192. Tempat Lahir, Jakarta. Tanggal Lahir: 5 November 2003" Sisil membaca buku kecilnya, lalu menutupnya.

"Udah" Sisil menambahkan dengan tersenyum. 

Mita menengok ke Sisil di belakangnya dengan sangat terkejut. 

"Itu apa yang elu baca tadi, Sil?" Mita bertanya dengan serius dan sangat ingin tahu ke Sisil. 

"Buku catatan kecil tentang semua sahabat baik gue." Sisil menjawabnya dengan tersenyum ke Mita. 

Mita terdiam sejenak dengan melihat Sisil. 

"Nih elu baca semua kalau elu nggak percaya." Sisil menyodorkan buku kecilnya itu ke Mita. 

Mita mengambil buku kecil itu, lalu membukanya dan mulai membacanya satu per satu. Mita sekarang sangat kagum kepada Sisil. 

"5 November kan?" Sisil bertanya ke Mita untuk memastikannya. 

Mita sekarang tersenyum-senyum sambil menutup buku kecilnya Sisil. 

"Gimana, Mita? Bener kan?" Sisil bertanya lagi ke Mita sambil tersenyum-senyum mengkibas-kibaskan kipas lipatnya. 

"Heemm…ketahuan dech." Agnes mencandai Mita. 

"Hayooo…ketahuan nih ye." Luna ikut mencandai Mita sambil tersenyum. 

Mita tersipu-sipu malu dengan tersenyum-senyum. 

"Traktiran….traktiran….traktiran." Sisil mulai menyoraki Mita dengan tersenyum.

Tidak beberapa lama kemudian, Luna dan Agnes ikut menyoraki Mita. 

"Iya dech beres kalian semua nanti gue traktir kok." Mita menjawabnya dengan tersenyum-senyum. 

"Mita, kok elu bisa lupa sih tanggal lahir elu sendiri?" Luna bertanya ke Mita. 

"Gue aja masih inget kok setahun lalu elu berulang tahun. Apalagi enyak sama babe elu, Mit. Tanya aja mereka berdua kalau nggak percaya." Agnes menyeletuk dengan bercanda. 

"Yeee…ya jelas nyokap sama bokap gue pasti inget hari lahir gue dong." Mita menjawab Agnes.

"Gue sebenarnya nggak lupa sih." Mita berkata.

"Gue cuman ngetes elu semua kok, bestie." Mita menambahkan. 

"Jangan syulit-syulit ngetesnya ya Mit. Biar gue dapat nilai bagus." Agnes mulai mengajak bercanda. 

"Gue juga." Luna mengikuti Agnes. 

"Gue juga, Mit." Sisil mengikuti Agnes juga.

Seketika itu semua orang di dalam mobil pun tertawa. 

"Gue sebenarnya masih inget kok tanggal ulang tahun kalian semua." Luna berkata ke ketiga sahabat karibnya itu sambil tersenyum dan menyetir mobilnya dengan tetap waspada. 

"Gue juga kok." Agnes mengikuti Luna.

"Gue juga kok." Mita mengikuti Luna.

Gue juga kok." Sisil mengikuti Luna. 

      Setelah itu, tiba-tiba suasana hening sejenak beberapa detik. 

      "Kalian semua sahabat gue yang terbaik di kehidupan gue selama ini." Mita berkata. 

      "Harus dong ya teman-teman semua." Luna menambahkan. 

      "Betul, Luna." Mita menyetujui perkataan Luna. 

      "Harus dong itu." Sisil juga menyetujui perkataan Luna. 

      "Betul sekali." Agnes mengamini perkataan Luna. 

      Tidak beberapa lama kemudian, mobilnya Luna sampai di depan pintu gerbang sekolahnya. Sekarang waktu menunjukkan pukul 07.15 WIB. Lima belas menit lagi pintu gerbang sekolah ditutup. Setelah memarkir mobil pribadinya di sebuah tempat parkir khusus mobilnya siswa, Luna dan ketiga sahabatnya berjalan bersama lorong demi lorong menuju ke kelasnya, IPS 3.3 bersebelahan dengan kelas bahasa yang hanya satu-satunya di sekolahnya Luna saat ini. 

      Beberapa pasang mata cowok selalu tertuju ke Luna ketika Luna berjalan bersama ketiga sahabatnya itu, lalu ke Mita, Sisil, dan Agnes. Luna merupakan seorang primadona sekolah. Kecantikan dan kepandaian Luna membuat dikagumi semua cowok satu sekolah dengannya yang ditunjang dengan perawakan yang cukup tinggi, langsing, sexi, dan berkulit kuning langsat. Selain itu, Luna juga selalu modis dan wangi ditambah lagi anak tunggal seorang pengusaha yang terkenal sukses dan kaya raya.