webnovel

BUKAN SALAH JODOH 2

Kisah cinta Aoran dan Lily, lanjutan dari BUKAN SALAH JODOH silahkan baca cerita pertama sudah tamat

Ayun_8947 · Urbano
Classificações insuficientes
28 Chs

Yang benar saja-

Ketika Lily dan Miran datang bersamaan, tentu saja nyonya Lu lebih mencemaskan putrinya Miran.

"Ya ampun Miran, kau dari mana saja sampai jam segini!" Gusarnya dengan menaikkan sorot mata yang tajam ke arah Lily, dia sudah biasa mendapati tatapan sinis dari nyonya Lu. Jadi sekarang dia tidak akan terkejut lagi.

"Lily! Semenjak kau keluar dari rumah ini, kau jadi seenaknya, aku tahu kau mau hidup bebas di luar sana, tapi kau tak boleh bawa pengaruh buruk pada Miran, Jam berapa sekarang, dan kalian baru kembali!"

Sekarang pukul sepuluh malam, mereka berdua tidak menghabiskan malam dengan minum minuman alkohol atau bersama pria, mereka hanya saling berbagi cerita di tepi jalan, tapi bagi nyonya Lu akan sangat tidak pantas dan memalukan kalau sampai dia tahu. Apalagi kalau sampai dia tahu perihal rekaman Miran yang mengumpat ocean, yang mungkin akan viral dalam beberapa saat lagi.

Tuan lu muncul dari belakang punggung mereka dan berdehem, membuat nyonya Lu sedikit melembutkan tatapannya.

"Ayo masuk, sekarang sudah malam." Ujar wanita itu memasang senyuman palsu.

Lily dan Miran masuk, mereka mengambil tempat duduk di kursi masing masing dengan tuan lu memimpin di depan mereka.

"Lily.." tanpa basa basi lagi, tuan lu membuka obrolan meski hari sudah malam. Dia tak mau menunda sampai esok hari, karena semakin di tunda maka perusahaannya semakin lama bangkit, jadi dia akan membicarakan semuanya malam ini, agar hasil kerja kerasnya, menurunkan harga diri bisa segera ia nikmati.

"Lily, pengusaha kang, menerima lamaran mu."

What! Lamaranmu! Tidak salah nih, memangnya kapan aku melamar! Lily rasanya ingin protes dengan suara lantang, tapi itu tidak mungkin, apalagi melihat wajah sumringah pasangan Lu yang begitu bersemangat.

"Besok, pergilah ke salon bersama Miran. Miran!" Tuan lu kepada putri keduanya Miran, dan membuat gadis itu mengangguk kecil.

"Ya pa.." sahutnya sungkan.

"Bawa Lily ke salon, hias wajahnya dengan baik, Carikan pakaian terbaik, dandani dia.. jangan sampai dia mempermalukan keluarga Lu di hadapan keluarga Wihelmina, jangan sampai tuan Kang membatalkan pernikahan mereka."

Mendengar ucapan tuan Lu membuat batin Lily tertawa sakit.

Kapan ayahnya ini peduli akan dirinya, akan penampilannya, akan pakaian yang ia pakai? Kenapa sekarang dia membuat semuanya seenaknya, kapan ayahnya ini bisa melihatnya sebagai seorang anak, tak masalah meski dia dijodohkan dengan pria lebih tua tapi bisakah tuan Lu sedikit saja memanusiakan dirinya.

Kenapa dia harus berhias? Di tampilkan seperti sebuah boneka, tidak bisakah dia berkata manis.

Lily, besok ayo kita tampil yang baik, ayah akan mendampingimu.

Lily menelan ludah pahit, mustahil, seumur hidup dia hanyalah alat di rumah ini, dan sekarang dia akan menjadi alat transaksi keluarga ini. Lily pasrah dengan takdirnya.

Benar saja..

Setelah matahari terbit, Miran bersama makeup artis langganan nya, yang sudah lama tak dia panggil ke rumah, kali ini, tuan Lu mengadaikan jam tangan mahal kesayangan agar bisa memberikan penampilan terbaik untuk Lily hari ini.

Lily memang tampil menawan dengan riasan dan dress berwarna pearl mengkilat, dengan aksen brukat yang mewah, dia mengenakan sepatu high heel yang jarang sekali berani ia kenakan, dia tampak begitu anggun, dan dia tak kalah cantik dengan Miran, ternyata dia memang cantik dan anggun jika berdandan dengan pantas.

Mereka menunggu jemputan dari rumah Wihelmina.

Cukup lama juga Lily berdiri di depan cermin memandang wajahnya sendiri yang tampak lain hari ini, sementara Miran berdiri di belakangnya, mencoba memberi semangat sebisanya. Tapi tetap saja keduanya tampak tak bersemangat meski berkali kali mencoba mengukir senyuman palsu.

"Lily, aku tahu ini adalah hari yang berat untukmu, tak ada yang bisa aku katakan padamu selain menyemangati agar kau masih bisa menjalankan semua kehidupan ini dengan baik, pasti berat bagimu menerima pertunangan ini kan?"

Melihat wajah Miran tak kalah terbebani sama seperti dirinya, Lily menarik senyuman kecil di bibirnya.

"Miran.. terima kasih kau mau berdiri di sampingku, terima kasih kau masih terus memberikanku semangat, aku merasa bisa terus hidup karena dirimu.."

Jo mengintip obrolan dua gadis itu hingga Lily menyadari ada bocah itu yang mengintip di balik pintu dari pantulan bayangan di cermin.

"Jo.. kemarilah.. sini.." ujarnya meminta Jo masuk. Bocah itu melangkah perlahan dan ikut bergabung dengan Miran dan Lily.

"Kenapa kau menguping pembicaraan gadis gadis.." sungut Miran mengejek adiknya yang tertangkap basah.

Jo berdiri pada sisi kiri Lily, sementara Miran pada sisi kanannya.

"Lily, aku tidak bisa memberikan kado istimewa di hari pertunangan ini.." gumam Jo dengan suara pelan dan berat.

"Jo, apa yang kau katakan, ucapanmu itu justru membuat Lily semakin sedih, kau tahukan Lily tak membutuhkan pernikahan ini, ini semua karena papa yang memaksa.." gusar Miran kesal, dia menjewer telinga Jo, membuat Lily menghentikannya.

"Aku tahu, aku tahu.." ujar Jo menghindari serangan Miran padanya. "Tapi setidaknya dia akan punya uang cukup, Lily bisakah kau membelikan koleksi mobil mobilan terbaru untukku nanti, ku dengar pria itu banyak uang ya.."

"Ya ampun Jo! Dimana hati nurani mu! Tega tega nya kau bicara pada Lily seperti itu, kau pikir Lily akan senang menjadi kaya tapi menggandeng pria tua yang mungkin tak bisa lagi bangun di ranjang!" Gusar Miran kesal.

"Kenapa dia tak bisa bangun di ranjang?" Tanya Jo polos.

UPS.. Miran menutup mulutnya dengan telapak tangan, Lily menggeleng mendengar ucapan Miran yang kelepasan pada anak di bawah umur.

Dia seharusnya tak boleh bicara seperti itu kan!

"Pokoknya, kau harus prihatin pada Lily, dia sudah berjuang dan berkorban untuk kita Jo, jangan minta macam macam padanya, kalau kau masih punya hati!" Omel Miran dengan wajah yang bengis pada Jo, adiknya.

"Iya iya, aku mengerti. Baiklah Lily.. aku tak jadi minta dibelikan mobil mobilan, aku hanya ingin kau hidup bahagia.." ujar Jo penuh pengertian, dia akhirnya mengikuti petuah nenek sihir Miran.

Lily memeluk Jo dengan hangat. "Kalau aku punya uang belanja lebih, nanti akan aku belikan mobil mobilan untukmu ya.."

"Yeey!!" Teriak Jo kegirangan.

"Dasar kau, bocah!" Sungut Miran kesal. "Sam pergi dari sini, aku dan Lily masih mau bicara!" Pinta Miran.

"Ah aku lupa, aku kesini karena papa bilang tamunya sudah sampai di bawah, di sudah menunggu ka Lily sejak tadi!" Ujar Jo dengan wajah polos tanpa rasa bersalah.

"Kenapa kau tak katakan dari tadi Jo bodoh!" Teriak Miran mengangkat tangan hendak memukul kepala Jo, tapi Lily melindunginya.

Mereka bertiga turun menemui tamu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Herman, pria itu sudah menunggu dengan stelan jas pink berikut Bros korsase bunga dengan jaguar di tengahnya, jangan salah Bros itu pernah di pakai oleh host tv Korea, bahkan harganya mencapai 2 miliar.

Melihat penampilan Lily yang menuruni tangga diiringi oleh Miran dan Jo membuat Herman terpukau. Wooo.. memang ya, batu kali kalau di poles setiap hari pun bisa jadi batu cincin.

Tunggu tunggu, kenapa dia jadi terkagum kagum, dia seharusnya kesal kan, dia sudah menunggu hampir sejam loh. Bisa bisa ponakannya itu kesal! Bukankah Aoran harus segera terbang.

"Ah, kami tidak ada banyak waktu, jadi maaf sekali ya saudara saudara, aku harus membawa gadis ini dengan buru buru, atau akan terlambat!"

Ujar Herman mengambil tangan Lily dan menarik gadis itu untuk mengikuti langkahnya. Tunggu, melangkah dengan high heel tidak lah muda.

"Tuan Kang, setidaknya--"

Herman tak menggubris ucapan tuan Lu, dia terus menatap jam tangan dan menarik lengan Lily ke arah teras.

"Ih dasar aki aki ga sabaran!" Gusar Miran kesal.

Lily melangkah dengan susah payah, dia gak biasa mengenakan heel seperti ini, apalagi tarikan tangan Herman cukup mendesak langkahnya.

"Ah, tunggu dulu pak!" Pinta Lily, dia kesusahan dengan sepatunya.

"Aish!" Gusar Herman melihat sepatu heel Lily.

"Lepas, lepaskan sepatumu, nih pakai sepatuku!" Ujar Herman melepaskan pantofel dengan kulit buaya di kakinya, Lily segera mendorong kakinya mengenakan pantopel model plop itu.

Herman segera mengenakan heel Lily, dia berlari cepat dengan heel itu menuju pelataran parkir keluarga Lu.

"Ayo cepat naik!" Teriak Herman pada Lily yang bengong melihat kaki berotot Herman begitu lincah berlari dengan heel.

Ya ampun, jiwa wanitaku kalah olehnya!

"I, iya.." Lily segera berlari dan menyusul.herman masuk ke mobil.

Sementara keluarga Lu hanya bisa bengong di belakang sana.