webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · Urbano
Classificações insuficientes
247 Chs

#064: Akhir Untuk Awal

"Ah iya, sebelumnya kamu tanya kegiatanku setelah memetik teh kan?" Endra berusaha kembali ke topik awal agar suasana hati Sarah kembali baik. "Biasanya aku juga bantuin ayah di gudang belakang. Setelah agak sorean, aku bertugas mengantarkan pesanan teh buatan rumah ke pelanggan yang memesan," kata Endra berusaha mempertahankan ritme ceritanya yang sempat tersendat tadi.

Wajah Sarah akhirnya terangkat lagi untuk menatap Endra yang berusaha keras mengembalikan suasana.

"Ah iya, kamu inget kan, saat aku pertama kali datang ke kota, terus aku kasih kamu teh racikan itu, yang akhirnya kamu pesen buat dibagikan ke pegawai kamu," Endra berusaha menarik Sarah untuk mengingat kenangan lama.

"Iya, aku ingat," rupanya Sarah bersedia mengimbangi Endra. Meskipun nada suara Sarah lebih mirip seperti gumaman.

"Nah, jadi di samping hasil perkebunan teh keluargaku diangkut sama pabrik, beberapa diantaranya diproduksi sendiri sama Ayah di gudang belakang. Dan hasil racikan tehnya dipasarin ke para pelanggan tetapnya." Endra mengambil jeda sebentar. "Nah, biasanya aku dikasih tugas buat nganter-nganterin hasil racikan teh yang sudah dipesan pada para pelanggan itu. Jadi yah, seenggaknya aku cukup sibuk juga sih." Endra berusaha memaksakan tawa. Berusaha keras membuat Sarah kembali tertarik pada ceritanya lagi.

Tapi sepertinya usaha itu gagal. Sarah hanya menatapnya. Tanpa berusaha untuk mengatakan sepatah kata pun. Lantas setelah bingung harus bicara apa lagi, akhirnya Endra pun mengusulkan. "Apa kamu mau coba ke kebun teh lagi. Di sana udaranya sejuk dan pemandangannya indah lho."

Bodoh! Barangkali itulah yang sedang Endra pikirkan. Dia tidak tahu kenapa malah bertindak buru-buru seperti itu, di saat Sarah sudah bersedia untuk bersikap baik. Kalau nanti Sarah menolaknya dan memutuskan untuk mengurung diri karena kesan terburu-buru yang dilakukan Endra barusan, bagaimana?

Sarah tidak langsung menjawab, dia merasa ada sesuatu yang perlu Sarah tanyakan, tapi dia merasa ragu.

"Kalau kamu nggak mau juga nggak apa-apa kok, kita bisa ke sana lain kali," Endra buru-buru berkata lagi demi melihat ekspresi kesulitan di wajah Sarah.

Sarah menggeleng pelan. "Aku cuma penasaran, apa Ibu kamu nggak keberatan?" tanya Sarah akhirnya meskipun masih tampak ragu-ragu. Selama berada di rumah ini, sekalipun, Sarah tidak pernah menampakkan diri. Kejadian beberapa saat sebelumnya, saat mertuanya bercerita tentang Endra, adalah satu-satunya interaksi yang Sarah lakukan selain dengan Endra.

Akhirnya Endra mengerti maksud ekspresi Sarah tadi. "Tenang aja kok. Ibu malah bakalan seneng banget kalau kamu bersedia ke luar kamar."

"Aku ... minta maaf," ucap Sarah lirih. Merasa bersalah karena bersikap seenaknya sendiri membuat orang lain merasa tidak nyaman.

"Kenapa minta maaf?" Endra malah merasa heran.

"Karena ... aku udah bikin keluarga kamu sedih. Kehadiranku di sini juga pasti sudah bikin keluarga kamu khawatir," jawab Sarah seadanya. Toh, memang seperti itulah keadaannya. Sarah memang tidak bisa menampik kalau kedatangannya ke kampung halaman Endra ini berdampak buruk bukan cuma buat Endra saja, tapi juga untuk keluarga Endra.

Endra menghela napas berat. Sebenarnya itu juga kesalahannya, karena dirinya terlalu memikirkan penderitaan Sarah, Endra jadi terlihat ikut menderita dan membuat keluarganya khawatir.

"Tenang aja kok, kamu nggak perlu minta maaf segala. Kalau sekarang kamu bisa menunjukkan diri dan menganggap kamu udah baik-baik saja, keluargaku juga pasti bakal ikut senang," kata Endra tanpa banyak pikir.

Yang lantas langsung membuat Sarah kembali terdiam, wajahnya juga kembali tertunduk. Seketika saja Endra langsung merasa bersalah. "Ma-maaf. Aku nggak bermaksud begitu, aku cuma--"

Sarah menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. "Tolong jangan minta maaf lagi. Aku justru semakin merasa bersalah kalau kamu malah minta maaf terus."

Endra terdiam. Tidak tahu harus membalas apa. Situasinya masih sangat rawan untuk membicarakan segalanya seolah tidak terjadi apa-apa. Dan jika Endra memaksakan diri menanggung kesalahan sendirian, itu justru hanya akan membuat Sarah semakin merasa bersalah.

"Kalau kamu nggak keberatan, aku mau coba pergi ke kebun teh," ucap Sarah akhirnya setelah cukup lama keduanya hening. Wajahnya juga masih dibiarkannya menunduk.

Endra langsung menyunggingkan senyuman senang. "Tentu saja aku nggak bakal keberatan."

Mendengar suara Endra yang kembali riang, membuat Sarah mengangkat wajahnya dan menatap Endra dengan penuh rasa terima kasih.

"Jadi gimana? Mau ke sana sekarang?" tanya Endra pada Sarah.

Meski hatinya masih diliputi kepedihan, tapi melihat sorot mata Endra yang ceria, Sarah pun dengan senang hati menganggukkan kepala. "Ya, kita ke sana sekarang," balasnya mantap.

***

Babak baru dalam perjalanan hidup Sarah akan dimulai sebentar lagi. Dia tidak akan merasa terganggu meskipun kepedihan masih belum menjauh dari hidupnya. Tapi dengan keberadaan Endra di sisinya sekarang, Sarah yakin semuanya pasti akan baik-baik saja.

Mungkin akan butuh sedikit waktu untuk membalas perasaan Endra, tapi Sarah yakin itu tidak akan lama. Karena sekarang saja Sarah benar-benar merasakan keberadaan Endra sudah satu paket dengan dirinya. Di mana hatinya akan terasa kosong saat tak melihat Endra di sisinya. Sarah hanya berharap kalau masalahnya akan segera menemukan titik terang, sehingga dia bisa menjalani hidupnya dengan tenang bersama Endra. Tanpa ada lagi ketakutan yang menghantui.

Jadi, dengan harapan seperti itu. Sarah pun meyakinkan dirinya kalau apa yang dipilihnya sekarang tidak akan memberikan penyesalan apapun.

Meski pada akhirnya Sarah harus dihadapkan pada masalah utamanya dengan ayah tirinya yang jahat itu, tapi Sarah percaya dengan adanya Endra di sisinya, dia pasti akan bisa melewati itu. Tidak lagi harus bersembunyi ke kota lain. Sarah pasti akan menghadapinya.

Ya, Sarah tidak mau tenggelam dalam penderitaan itu lagi. Setelah apa yang terjadi pada ibunya, juga penyesalan yang sudah ditanggungnya sejak belasan tahun silam, Sarah tidak akan menghabiskan hidupnya dengan terus tenggelam pada rasa bersalah saja. Bahkan kalau bisa, Sarah akan membalas. Membalas kematian ibunya dan menumpahkan segala penderitaan dan rasa bersalahnya itu pada ayah tiri jahatnya itu.

Semoga saja akan tiba saatnya ketika Sarah mulai memberanikan diri untuk berdiri melawan. Ya, pasti akan tiba saatnya, Sarah percaya itu.

Kali ini, Sarah akan menikmati dulu masa-masa yang sudah diabaikannya bersama Endra. Dengan keluar dari zona kelamnya dan beranjak menuju zona menyegarkan yang akan selalu Endra tawarkan padanya.

"Asalkan kamu bersamaku, aku yakin kita pasti akan baik-baik saja," gumam Sarah pelan saat Endra menggandengnya menuju pintu keluar rumah. Saat ini Sarah sedang meyakinkan diri untuk pergi bersama Endra menikmati pemandangan alam yang berlimpah ruah di daerah pegunungan ini.

Endra menoleh, dan tersenyum lembut. "Ya, kita pasti baik-baik saja."

Sarah mengangguk setuju, senyuman lembut Sarah terulas di bibirnya yang pucat.

Endra membawanya menuju ke sisi kanan teras, dimana ada sepeda motor yang terparkir sendirian, lantas sebelum langkah kakinya mencapai ke sana, Endra sudah menengok pada Sarah dan berkata, "Apa kamu keberatan kalau kita ke sana menggunakan motor?" tanya Endra meminta persetujuan.

Sarah dengan cepat menjawab, "Nggak, sama sekali nggak keberatan." Senyuman Sarah masih tetap menempel dibibirnya, dan dia tahu, hari ini akan sangat berbeda dengan hari-hari yang biasanya dihabiskan dengan mengurung diri di kamar.

Hari ini adalah akhir dari penderitaan yang selalu membayangi langkah kaki Sarah, dan awal bagi Sarah untuk menatap masa depannya bersama Endra. Yang jelas, Sarah yakin ini akan sangat melegakan perasaannya, juga membahagiakan hatinya. Karena Endra bersamanya. Ya, laki-laki bodoh yang memanggilnya Estri ini, akan selalu bersamanya dan mencintainya tanpa akhir.

Bahkan meski ada ayah tiri jahatnya itu, asalkan ada Endra bersamanya, Sarah yakin dirinya pasti akan baik-baik saja.

VOLUME 001 --END--

Kisah Endra yang diawali dengan kebencian akan sifat sadis Sarah berakhir di sini. Volume selanjutnya akan membahas hubungan Sarah dan Endra ke tahap selanjutnya. Yuk, sebelum masuk ke babak berikutnya, tulis dulu review kalian untuk cerita ini yak. Dan terakhir, makasih udah ngikutin cerita ini.

- AdDina Khalim

AdDinaKhalimcreators' thoughts