webnovel

BUCKET LIST

Kata siapa move on itu gampang?? Agni dan Alka sama-sama ingin melupakan masa lalu mereka. Berusaha lari dan menghindar untuk melupakan justru kuduanya dipertemukan kembali dengan bagian masa lalu yang merupakan sumber persakitan, sekaligus pemilik hati mereka. Bertekad move on keduanya membuat list untuk bisa sembuh dan melepas masa lalu, siapa yang tau dalam perjalanan melakukan misi move on ini keduanya terus diusik hingga kesuksesan untuk berhasil lepas dari masa lalu kian menipis. Apakah Agni akan kembali jatuh dan mempercayakan hatinya pada seorang yang mengecewakannya dimasa lalu ? Lalu apakah Alka akan memberikan kesempatan kudua kala dilema dan cinta itu sukar untuk dihindarkan ?

LILion · Adolescente
Classificações insuficientes
425 Chs

Bab 21 First Time

Aslan nampak mengernyitkan dahinya ketika tidak menemukan keberadaan Jen.

Kemana laki-laki itu..?

Buru-buru dirinya menghampiri Agni yang terlihat masih menikmati makanannya sendiri.

"Hey Ag.." Agni mendongakkan wajahnya menatap Aslan yang nampak terlihat kelelahan.

"Di mana Jen?" Aslan bertanya sembari memperhatikan seluruh kafe masih berusaha mencari keberadaan laki-laki itu.

"Oh.. Dia balik duluan." kata Agni kering tak bersemangat.

Ekspresi Agni yang tampak malas menjelaskan ke absenan Jen saat ini membuat Aslan urung untuk bertanya lebih. Sepertinya mood Agni sedang tidak baik. Yah mungkin perempuan itu marah karena ditinggalkan sendiri. Jadi Aslan memutuskan untuk duduk di sebelah Agni, dan mencoba untuk mencairkan kembali hati gadis itu.

"Ag, gue belum kasih makanan penutup buat lo. Tiramisu favorit lo udah gue siapin. Lo mau makan sekarang?"

Agni hanya menoleh sesaat sebelum kembali membuang pandangannya. Tak lama Aslan dapat mendengar suara kekehan Agni yang renyah.

"Aslan... Lo lagi berusaha bujuk gue apa gimana..? I am totally fine, kalo itu yang elo khawatirin." Agni menatap geli raut Aslan yang terkejut karena Agni dapat membaca pikirannya.

"Kelihatan banget ya..Gue?" tanya Aslan retoris sembari menggaruk tengkuknya salah tingkah.

"Tapi gue serius, muka lo tadi waktu gue datengin, beda banget sama ekspresi lo biasanya." kata laki-laki itu lugas. Begitu Aslan ingin kembali mengatakan sesuatu, pelayan salah satu kafenya kembali memanggil, membuat keduanya menoleh bersamaan. Aslan merasa tak enak meninggalkan Agni sendiri, jadi dia meminta gadis itu untuk ijin bicara sebentar dengan pelayannya.

Agni ikut memperhatikan keduanya yang seperti terlibat percakapan serius. Sesekali dia melihat Aslan mengusap keningnya—tampak lelah. Mungkin Agni akan bertanya pada laki-laki itu nanti. Begitu keduanya selesai, Agni tersenyum melihat Aslan yang kini sudah berbalik kembali menghampirinya.

Begitu sampai di sebelah Agni, Aslan kembali membuang napas berat, seperti bingung dan tak enak hati pada apa yang akan dibicarakan ya. "Ag..nanti malam mau ada yang reservasi di sini, jadi gue gak bisa nemenin elo.." katanya pelan, "harusnya gue gak sibuk banget, tapi hari ini ada satu juru masak dan satu orang pelayan yang gak masuk, jadi.. Well gue harus ikut turun tangan." Aslan berucap memelas.

"Elo gak papa kan gue tinggal lagi? Elo gak papa sendirian?"

Agni tersenyum menanggapi Aslan yang terlihat begitu tak nyaman dengan kondisinya saat ini, Agni justru maklum karena tidak mungkin Aslan mengabaikan pekerjaannya hanya untuk menemaninya yang ditinggal sendirian oleh laki-laki tak bertanggung jawab itu—Jen.

"As.. Gue bukan bocil, jadi ya elo boleh lanjut kerja, anggap aja gue kayak pelanggan lo yang lain." kata Agni santai sambil menepuk-tepuk lengan Aslan. Sejujurnya kalau boleh mengeluh Agni butuh seseorang atau kesibukan apapun untuk menatap hatinya yang sekarang cukup berantakan. Bukan hanya karena Jen seorang, melainkan satu nama yang benar-benar mampu meluluhlantakkan moodnya menjadi kacau—Lavinka—mantan sahabatnya yang berkhianat.

"As... Lo bilang tadi lo kekurangan pegawai ya gara-gara dua orang pekerja lo cuti hari ini?"

Meski begitu belum tau maksud dari pertanyaan Agni, Jen memutuskan untuk menggangguk ragu.

Agni yang melihatnya, semakin melebarkan senyumnya, kemudian kembali menatap Aslan dalam dengan wajah memohon," Elo mau gak kalau gue bantuin lo, gue mungkin gak bisa bantu jadi juru masak, tapi kalau jadi pelayan.. Gue bisa.!" kata Agni bersemangat.

Agni dapat melihat wajah Jen yang terkejut, namun dengan cepat laki-laki itu kembali menyunggingkan senyum, "kenapa tiba-tiba mau bantu di kafe?" tanya nya tepat.

Sejujurnya ini merupakan sesuatu yang berada diluar pemikirannya juga, bagaimanapun dirinya memang butuh kesibukan, sebagai distraksi perasaannya yang mulai mengabut. Dan satu-satunya yang bisa dia pikirkan sekarang hanyalah membantu Jen di kafenya.

"Gue belom mau balik, lagian gue juga belum puas ketemu dan ngobrol ma elo. Jadi yaudah, dari pada gue stay di sini tapi cuma sibuk makan, mending gue bantu ringanin beban lo. Gue lihat-lihat elo jadi makin sering hela napas, gak tega gue." kata Agni penuh dengan seribu alasan, membuat Aslan mau tidak mau tertawa dan menggangguk meng-iyakan.

"Jadi boleh?" tanya Agnin sekali lagi berusaha memastikan. Dan Aslan tak menjawab apapun justru membawa Agni cepat untuk dikenakannya dengan pegawainya yang lain.

*****

"Jadi udah paham?"

Agni menggangguk yakin dan memberikan gesture oke dengan jempol tangannya.

"Gue udah cocok belum jadi pelayan kafe beneran?" tanya Agni ringan sembari memutar-mutar tubuhnya yang kini berbalut pakaian seragam pelayan yang ada di kafe Aslan.

"Hahaha.. Oke kok." kata Alsan masih dengan tawa di wajahnya. Sejujurnya Alsan sedikit gemas melihat Agni yang kini mengenakan seregam tapi dengan ukuran yang lumayan besar di badannya, gadis itu terlihat semakin kecil dan tenggelam. Tapi Aslan tidak akan mau jujur atas pemekirannya itu, bisa-bisa dia mendapat amukan dari Agni yang tak terima.

"Yaudah gue tinggal ya, gue udah titipin lo sama rani dan edo, nanti lo tektoknya sama mereka berdua. Terus elo kalo cape istirahat, jangan dipaksain, 1 jam lagi kita mulai dekor untuk meja resevasi,"

"Oke bosss" kata Agni cepat sebelum Aslan menjadi semakin cerewet.

Hey.. Laki-laki itu bahkan sudah mengatakan hal yang sama padanya lebih dari 3x. Mungkin sekali lagi Agni akan benar-banar hapal sampai titik dan koma di kalimat yang Aslan utarakan.

"Gue cuma khawatir, ni pertama kalinya kan elo kerja gini." kata Aslan lirih. Membiarkan Agni yang bekerja pertama kali, tapi diluar pengawasannya membuat Aslan was-was. Bukan, bukan karena dia takut Agni akan mengacau, tapi lebih takut kalau gadis itu akan terluka atau kelelahan.

Tak lagi menjawab pertanyataan khawatir Aslan, dia justru dengan mendorong punggung laki-laki itu untuk kembali ke dapur, "Udah mending sekarang elo balik ke dapur, gue yakin elo udah ditunggu di sana gue mau nyamperin rani dulu untuk tanya gue mesti ngapain aja sekarang."

Mau tak mau Aslan menurut, dan menghilang di balik pintu dapur untuk kembali bekerja.

Setelah bebas dari bos barunya itu, Agni mendatangi Rani yang tengah berdiri bersama edo. Beberapa kali Agni bertanya tentang sesuatu yang tidak bisa dia pahami karena bagaimanapun ini pertama kalinya bekerja sebagai pelayan. Mungkin Tia dan Fey akan bertepuk tangan ria, atau bahkan sampai manangis haru melihat Agni yang lebih memilih bekerja dibanding menikmati hari liburnya dengan bermain game atau menonton film.

Lamunan Agni terpaksa buyar, saat Rani menyenggol lengannya pelan lalu mimintanya untuk mencatat pesanan ke meja salah satu pelanggan yang baru saja datang. Dapat dia dengar sayup-sayup Rani memberinya semangat dan Agni membalasnya dengan senyuman kecil.

Semoga saja dia tidak mengacaukan kafe Aslan.