webnovel

Bree: The Jewel of The Heal

Brianna Sincerity Reinhart, putri seorang Duke yang mengepalai Provinsi Heal di Negeri Savior. Suatu hari, Bree menyelamatkan seorang wanita yang berasal dari negeri Siheyuan, sebuah negeri yang merupakan negara sahabat kerajaan Savior. Bree membawa wanita tersebut ke kediaman keluarga Reinhart dan malangnya wanita itu mengalami amnesia dan hanya mengingat kalau dia biasa dipanggil Han-Han. Ternyata wanita tersebut memiliki kemampuan pengobatan tradisional yang sangat mumpuni, sehingga Duke Reinhart memintanya untuk menjadi tabib muda di Kastil Heal. Sejak kehadiran Han-Han Bree mulai semangat menekuni dunia obat-obatan dan menjadi lebih terarah. Bree menjadi rajin untuk memperbaiki diri karena ingin mendapatkan keanggunan seperti Han-Han. Di saat Kaisar Abraham, pimpinan negara Savior, mengadakan kerjasama dengan Siheyuan, mereka menerima delegasi yang dikirimkan. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuan Muda Lacey, seorang jenderal perang yang masih muda, tampan, tangguh namun minim ekspresi. Bree langsung menyukai pria tersebut saat pertama kali mencuri pandang pada Tuan Muda Lacey tersebut. Bree yang mempunyai perangai terbuka dengan terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Yue Lacey namun penolakan adalah yang menjadi santapannya. Puncaknya adalah saat Yue Lacey bertemu si anggun dan cerdas Han-Han. Tuan Muda tersebut tidak menutupi ketertarikannya dan itu membuat Bree sangat tersakiti. Haruskah Bree mengalah demi Han-Han yang menjadi sumber inspirasinya? Haruskah dia melepaskan pria idamannya, Yue Lacey? Kisah berawal di provinsi Heal. Apakah nama provinsi ini akan sesuai dengan pengharapannya, penyembuh. Ini kisah lika-liku Bree dalam mencari peraduan cintanya. Kisah ini bukan hanya mengajarkan mengenai mengejar dan mempertahankan cinta karena tingkat tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan. Siapakah yang akan mengikhlaskan, Bree atau Han-Han?

Pena_Bulat · História
Classificações insuficientes
48 Chs

Zhi Yue Collaps

"Huek...huek..."

Aku semakin mempercepat langkahku saat mendengar suara Kak Han-Han yang sedang muntah-muntah. Suara muntahan yang terdengar begitu menderita.

"Kakak muntah-muntah lagi?" Tanyaku pada asisten Kak Han-Han saat aku hendak memasuki ruangan tabib muda tersebut.

"Iya, Nona Bree. Baru dua hari ini tapi justru tambah parah."

"Aku akan melihat keadaan Kakak. Tolong bawakan sesuatu yang agak asam untuk dimakan, mungkin akan mengurangi mualnya!" Ujarku dan gadis muda itu langsung berjalan menuju area dapur.

Saat aku menyusul ke ruangan di mana Kak Han-Han sekarang berada, dia terlihat sedang berjongkok, mengeluarkan isi perutnya.

Aku mendekat dan membantu memijit leher berharap mengakhiri muntah Kak Han-Han. Ku angsurkan sebuah sapu tangan padanya. Kak Han-Han langsung mengambil sapu tangan tersebut dan menyeka bekas muntahan di sudut bibirnya.

"You have my thanks, Bree."

"My pleasure, as always." Jawabku sambil memapah Kak Han-Han dan mendudukannya di tepian tempat tidur. Dia terlihat pucat dan sangat ringkih.

"Ini aneh, wanita hamil biasanya mengalami mual-mual di awal kehamilan, Kakak justru di tengah trimester kedua. Terlebih sudah sekitar dua pekan Kakak tak pernah muntah-muntah lagi." ujarku saat Kak Han-Han terlihat sudah duduk dengan posisi nyaman.

"Entahlah. Baru dua hari ini keadaan semakin parah. Seolah-olah bayinya berekasi akan sesuatu. Tapi Kakak tidak mengetahui reaksi terhadap apa."

"Mungkinkah dia merasakan kehadiran ayahnya? Sayang kakak tidak mengingat banyak hal selain nama panggilan saja." Ujarku sembari memberikan manisan mangga yang baru saja diberikan asisten Kak Han-Han.

"Begitulah. Kakak hanya ingat Kakak biasa dipanggil Han-Han. Selebihnya Kakak lupa."

"Andai saja ada sedikit petunjuk mengenai dari mana Kakak berasal, pasti akan sangat membantu. Daddy juga telah mengerahkan orang-orangnya untuk mencari tau mengenai Kakak. Kita tunggu saja hasilnya."

"Terima kasih, Bree. Sampaikan juga pada Daddy-mu, Duke Reinhart."

"Kakak terlalu sungkan. Daddy dan Mommy sangat mengagumi kemampuan Kakak dan akan senantiasa berusaha yang terbaik untuk kalian berdua." Aku mengelus perut Han-Han yang sedikit maju. Tubuhnya juga sudah agak sedikit melar, jauh lebih berisi dibandingkan saat aku menemukannya dulu. "O, iya. Bree tidak melihat Leon ataupun Paman Will?"

"Tuan Leon dan Tabib Will sering bepergian akhir-akhir ini. Urusan Paviliun Obat banyak saya yang urus."

"Ini aneh. Tidak biasanya Leon tidak bercerita apa-apa."

"Mungkin dianya belum sempat untuk menemuimu, Bree."

"Anggap saja begitu." Kak Han-Han mengulas senyumnya sambil kembali menikmati manisan mangga muda dengan penuh kenikmatan. Aku sendiri sudah beberapa kali meringis melihatnya mengunyah mangga yang pasti masih tetap asam itu.

"Bree, dengar-dengar ada rumah bordir sutra?"

"Iya, benar. Sudah beberapa pekan ini mereka memulai produsi. Ada yang Kakak butuhkan dari mereka?"

"Kakak ingin membuat beberapa set pakaian baru yang seperti ini." Kak Han-Han menunjuk pakaian Hanfu miliknya yang terlipat rapi di atas tempat tidurnya. "Ini pakaian yang paling nyaman untuk dikenakan."

"Ini pakaian yang Kakak kenakan saat kami menemukan Kakak di dekat pantai waktu itu." Aku mengamati pakaian milik Kak Han-Han.

"Iya. Tapi paling bisa dipakai beberapa kali lagi. Badan Kakak sudah mulai membengkak." Kak Han mengembungkan kedua pipinya saat mengucapkan kata-katanya sehingga membuatku terpingkal.

"Sepertinya. Tapi untuk hamil empat bulan lebih, Kakak masih termasuk kecil." Ucapku asal.

"Seperti Bree yang paling paham!" Aku kembali terkekeh.

"Bree gadis yang tahu segalanya." Ujarku sok di sela kekehanku dan tawaku turut menular pada Kak Han-Han. "Baiklah, akan Bree tanyakan pada Kak Xian. Kubawa contohnya, ya?"Kak Han-Han mengangguk.

"Sekali lagi terima kasih, Bree yang tahu segalanya." Kak Han-Han mengerling jahil padaku dan aku membalas godaannya dengan menampilkan deretan gigiku padanya.

Setelah merasa jauh lebih baik, Kak Han-Han kembali melanjutkan aktivitasnya. Aku menitipkan berbagai pesan pada asistennya, berjaga-jaga andai saja Kak Han-Han mengalami drop.

Setelah memastikan semua jelas dan aman, aku bergegas menuju Paviliun Gravor Silk lagi. Aku membawa pakaian Kak Han-Han sebagai contoh.

"Kak Xian, bisakah kakak membantuku?"

"Bantuan apa yang Nona Bree perlukan?"

"Begini, Kak. Tabib Muda kami saat ini sedang hamil dan membutuhkan beberapa set pakaian baru. Bisakah kakak membuat beberapa set yang seperti ini?"

Aku langsung memberikan contoh pakaian milik Kak Han-Han. Kak Xian mengamati detail pakaian yang kuberikan.

"Ini...eem, maksudnya, melihat pakaian ini, apakah Tabib Muda ini berasal dari Negeri kami?" Aku tadi sempat menangkap raut terkejut Kak Xian, tapi bisa saja karena aku memberikan pakaian berjenis Hanfu yang merupakan pakaian mereka, kan?

"Sepertinya tidak begitu. Tabib kami tidak bicara bahasa Siheyuan, dia berkomunikasi hanya dengan bahasa Savior."

"O...begitu. Baiklah, saya akan memeriksa stok bahan dan besok pagi akan saya beritahu Nona Bree dan sekalian saya ingin memastikan ukuran Tabib Muda. Mengingat orang hamil biasanya ukurannya akan sangat jauh berbeda. Jadi kalau bisa tolong ajak Tabib Muda kemari untuk memastikan ukuran."

Ucapan Kak Xian terdengar sangat masuk akal. "Silahkan Kak Xian buat pengaturannya! Secepatnya akan kuundang Tabib Muda kemari."

"Begitu terdengar lebih baik."

"Pakaian ini akan kutitipkan di sini saja."

"Tak masalah Nona Bree."

Aku merasa sangat bodoh. Bagaimana bisa aku tidak memikirkan seperti yang diucapkan Kak Xian tadi. Tentu akan lebih pas kalau Kak Han-Han langsung kuajak ke Paviliun Bordir dan bisa diukur langsung.

Bree, Bree. Aku membuat diriku terlihat begitu bodoh di depan orang-orang Siheyuan. Kak Yue, ini semua gara-gara dirimu sehingga aku tak bisa berpikir jernih saat berada di wiliyahmu.

Keesokan harinya aku membawa Kak Han-Han ke Paviliun Gravor Silk. Aku tidak melihat keberadaan Kak Yue atau pun suami Kak Xian. Padahal aku sangat berharap bisa bertemu Tuan Datar itu.

Setelah menanyakan di mana keberadaan Kak Xian, aku langsung menhajak Kak Han-Han untuk langsung menemuinya. Aku sempat melihat raut wajah Kak Xian yang terkejut. Meskipun sekilas, aku sempat melihatnya.

Sesaat kemudian kami berdua justru dibuat bingung dengan Kak Xian yang tiba-tiba berurai air mata sambil mengusap perut buncitnya.

"Bolehkah aku memeluk Anda, Tabib Muda. Sesaat tadi bayiku menendang dan aku benar-benar ingin memeluk Anda. Lihatlah air mataku sampai mengalir." Aku pernah mendengar bahwa ngidam wanita hamil itu sering aneh. Saat ini aku sedang menyaksikan salah satunya, sepertinya.

"Anda terlalu sungkan." Kak Han-Han yang memang selalu baik hati maju dan memeluk Kak Xian. Saat mereka berpelukan, Kak Xian kembali menangis. Dia memeluk erat Tabib Muda kami.

"Rasanya lega sekali bisa memenuhi keinginan ini. Terima kasih Tabib Muda."

"Panggil Han-Han. Akan terasa lebih akrab. Aku boleh memanggilmu Kak Xian?" Tanya Kak Han-Han penuh kelembutan.

"Tentu...tentu saja, Han-Han." Kak Xian kembali memeluk Kak Han-Han." Saat mereka sedang berpelukan aku mendengar suara ribut di luar. Aku meninggalkan kedua wanita hamil itu dan bergegas keluar.

Saat mengetahui apa yang menjadi penyebab ribut-ribut di luar, aku berlari tergesa menemui Kak Xian. Keadaan sangat gawat.

"Kak Xian, Kak Yue..."