webnovel

Bree: The Jewel of The Heal

Brianna Sincerity Reinhart, putri seorang Duke yang mengepalai Provinsi Heal di Negeri Savior. Suatu hari, Bree menyelamatkan seorang wanita yang berasal dari negeri Siheyuan, sebuah negeri yang merupakan negara sahabat kerajaan Savior. Bree membawa wanita tersebut ke kediaman keluarga Reinhart dan malangnya wanita itu mengalami amnesia dan hanya mengingat kalau dia biasa dipanggil Han-Han. Ternyata wanita tersebut memiliki kemampuan pengobatan tradisional yang sangat mumpuni, sehingga Duke Reinhart memintanya untuk menjadi tabib muda di Kastil Heal. Sejak kehadiran Han-Han Bree mulai semangat menekuni dunia obat-obatan dan menjadi lebih terarah. Bree menjadi rajin untuk memperbaiki diri karena ingin mendapatkan keanggunan seperti Han-Han. Di saat Kaisar Abraham, pimpinan negara Savior, mengadakan kerjasama dengan Siheyuan, mereka menerima delegasi yang dikirimkan. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuan Muda Lacey, seorang jenderal perang yang masih muda, tampan, tangguh namun minim ekspresi. Bree langsung menyukai pria tersebut saat pertama kali mencuri pandang pada Tuan Muda Lacey tersebut. Bree yang mempunyai perangai terbuka dengan terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Yue Lacey namun penolakan adalah yang menjadi santapannya. Puncaknya adalah saat Yue Lacey bertemu si anggun dan cerdas Han-Han. Tuan Muda tersebut tidak menutupi ketertarikannya dan itu membuat Bree sangat tersakiti. Haruskah Bree mengalah demi Han-Han yang menjadi sumber inspirasinya? Haruskah dia melepaskan pria idamannya, Yue Lacey? Kisah berawal di provinsi Heal. Apakah nama provinsi ini akan sesuai dengan pengharapannya, penyembuh. Ini kisah lika-liku Bree dalam mencari peraduan cintanya. Kisah ini bukan hanya mengajarkan mengenai mengejar dan mempertahankan cinta karena tingkat tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan. Siapakah yang akan mengikhlaskan, Bree atau Han-Han?

Pena_Bulat · História
Classificações insuficientes
48 Chs

Tindakan Leon

"Naena, apa yang terjadi?" Naena tetap tidak menjawabku. Gadis itu sibuk mengatur napasnya, menenangkan emosi dan mencoba menghentikan isakannya. Dengan sedikit menggoyangkan kepalanya dia memberiku isyarat untuk mengikutinya. Aku memahami maksudnya dan turut melajukan langkahku mengekori Naena.

Naena terus melangkah menuju bagian dalam paviliun, lebih tepatnya menuju ruangan kerja Daddy. Aku tetap mengekor di belakang Naena meskipun bingung menghiasi pikiranku.

Aku bertambah bingung karena Naena terus berjalan menuju ruang kerja pribadi Daddy sambil mengamati sekitar dengan tatapan was-was. Aku hendak mengucapkan tanyaku tetapi Naena meletakkan telunjuk di bibirnya mengisyaratkan untuk tidak berisik.

"Bianca, apa maksud semua ini?" Aku mendengar suara Mommy yang sedang menanyai ibu Naena, Bianca Kahraman.

"Mohon Nyonya Rein jangan berprasangka buruk pada saya. Saya benar-benar tidak mengetahui apa-apa?" Aku mengernyitkan dahiku dan melirik Naena, bertanya 'Ada apa?', dengan isyarat mataku.

Naena tidak menanggapiku. Dia kembali fokus mendengarkan suara-suara dari dalam ruangan Daddy.

"Bree, masuklah! Tak baik menguping." Meski sedikit canggung karena ketauan Daddy, aku tetap meraih handle pintu dan memasuki ruangan tersebut.

"Maafkan Bree, Dad." Ujarku sedikit menunduk.

"Duduklah! Naena, kau juga masuk dan duduklah!" Naena mengikuti masuk dan duduk di sebelahku.

"Kalian diikuti?" Tanya Daddy pelan sambil menatapku.

"Tidak, Duke. Naena sudah memperhatikan sekeliling sebelum mengajak Nona Bree kemari." Melihatku kebingungan untuk menjawab, Naena berinisiatif mewakiliku.

"Baiklah, Bianca. Sekarang semua sudah lengkap. Ceritakan semuanya!" Daddy kembali menatap ibu Naena.

"Terima kasih atas kesempatannya, Duke." Ibu Naena terlihat mengatur napasnya.

"Tadi siang, saya mengantarkan perbekalan untuk suami saya di Paviliun Obat. Seperti mandat dari Duke Reinhart, dia harus berangkat ke Pedagogic hari ini untuk mengantarkan berbagai perbekalan obat-obatan dan barang-barang yang diperlukan Tuan Muda Reinhart."

Yang dimaksud ibu Naena adalah adikku, Alaric Sincerity Reinhart.

"Seperti biasa, Cavero berangkat setelah memastikan semua yang ada di Paviliun Obat sudah sesuai dengan rutinitas keseharian. Saya mengantar Cavero beserta seorang bawahannya hingga ke gerbang Paviliun Obat. Saat saya hendak kembali ke Paviliun Heal, Tuan Muda Leon menemui saya."

Bibi Bianca menyebutkan nama Leon dan itu membuatku kembali mengkhawatirkan sepupuku itu.

"Tuan Muda Leon menitipkan beberapa hidangan pada saya. Dan semua itu memang favorit Duke Rein dan Nyonya beserta Nona Muda."

Aku kembali mengingat hidangan tadi dan memang benar adanya. Sup jamur ayam, daging panggang pedas dan Salmon pedas yang merupakan kegemaranku.

Saat itu Tuan Muda Leon berkata ...

"Bibi Bianca, kau akan langsung kembali ke Paviliun Heal, kan?"

"Benar, Tuan Muda."

"Kalau begitu saya akan sedikit merepotkan Bibi Bianca untuk membawa hidangan ini."

"Maksud Tuan Muda?"

"Bree dan aku mendatangi kedai langganan kami. Bree ingin membuat hidangan spesial untuk makan malam hari ini. Karena buru-buru ingin ke Paviliun Kastil Graham, Bree memintaku untuk membawa ini ke Paviliun Heal. Masalahnya Ayah baru saja memintaku untuk segera menemaninya pergi ke perbatasan. Jadi, bisakah Bibi Bianca membantu?"

"Tentu, tentu Tuan Muda. Saya akan membawanya ke Paviliun Heal dan menghidangkannya untuk Duke Rein sekeluarga."

"Saya sangat berterima kasih Bibi Bianca."

"Ini sudah kewajiban saya. Anda terlalu sungkan, Tuan Muda."

Bibi Bianca sedikit mengatur napasnya.

"Tuan Muda Leon memang sering mengirim makanan kemari dan itu sebabnya saya tidak mencurigai apapun, Duke, Nyonya. Saya benar-benar tidak menyangka akan ada kejadian seperti tadi."

Daddy terlihat mengangguk-angguk. Dia sepertinya sedang memikirkan perkataan Bibi Bianca.

"Baiklah. Saya bisa memaklumi itu semua. Kalian semua boleh keluar. Silahkan beristirahat!" Bibi Bianca dan Naena berlalu dari ruangan Daddy.

"Bree, pergilah istirahat! Hari-hari akan lebih berat mulai saat ini. Senantiasa waspada! Untuk sementara, anggap kita dikelilingi musuh! Jangan lengah! Daddy percaya kau bisa Daddy andalkan!"

"Akan Bree perhatikan itu semua, Dad. Daddy dan Mommy juga beristirahatlah." Mommy dan Daddy mengangguki ucapanku. Aku memeluk keduanya sebelum aku keluar ruangan tersebut.

Aku segera menuju ruanganku. Bersegera membersihkan diri dan bersiap untuk beristirahat saat ketukan di jendelaku terdengar.

"Hei Pigenz, kau datang lagi." Pigenz, burung merpati kesayangan Azlan, pembawa pesan dari sang pangeran.

Aku mengambil surat yang terikat di kaki Pigenz dan langsung membacanya. Pigenz masih bertengger di jendela.

Dear Bree,

Things getting more messed up, don't they?

Maaf aku tidak ada di samping saat semua semakin kacau. Tapi Nona Bree yang selalu ada di pikiran Azlan, Nona tak perlu khawatir dan jangan terlalu khawatir, will you, babe? Aku akan segera datang ke Heal. Ayah juga sudah menerima kabar dari Kak Yue. Ini masalah serius, bukan hanya menjadi tanggung jawab Heal.

Kau tau artinya, Bree?

Gelengkan saja kepalamu, ya.

Aku tidak bisa untuk tidak tertawa saat membaca bagian ini.

Bree, Ayah akan memimpin pasukan menuju Heal. Aku juga akan ikut serta dalam pasukan. Kau senang, honey?

Jadi, tahan dulu rindumu untukku, ya! Nanti saat kita bertemu, luapkanlah semua kerinduanmu padaku!

Salam dari pria terkasihmu,

Azlan

Aku tidak bisa menahan kekehanku saat membaca baris-baris terakhir surat Azlan.

Aku segera menuju mejaku dan membuat balasan singkat. Aku langsung mengingatkan surat balasanku di kaki Pigenz yang langsung terbang menjauh setelah menerima surat balasanku.

Setelah menjalankan ibadah fajarku, aku memilih keluar ruanganku. Berjalan sepanjang lorong menuju tangga turun.

Matahari masih mengintip malu-malu saat aku menemui Daddy di aula dalam. Daddy terlihat gusar. Ada beberapa botol ramuan di meja di hadapan Daddy.

"Morning, Dad. How's your sleeping?"

"Morning, Dear Bree." Aku duduk di salah satu kursi di dekat Daddy.

"Daddy terlihat kacau. Something bad?"

"Hahh!" Daddy menghela napas kasar. "Tuan Yue baru saja kembali ke Kastil Graham mereka."

"Dan?"

"Dia menitipkan ini." Daddy menujuk botol-botol ramuan di hadapannya.

"Dan ini adalah?" Tanyaku lagi.

"Ramuan penangkal sihir. Dia meminta semua pasukan yang akan terlibat untuk dibekali ramuan ini. Karena menurut cerita Tuan Yue, mereka yang terkena sihir manipulasi Nyonya itu, akan bertindak brutal dan di luar kendali. Dan masih menurut Tuan Yue tadi. Mereka mungkin akan segera bertindak. Malam ini berkemungkinan besar mereka akan melakukan ritual mereka. Mereka biasanya menantikan saat malam puncak purnama.

Aku fokus mendengarkan penjelasan Daddy. Aku cukup terkejut mengetahui Kak Yue telah melakukan kunjungan pagi-pagi sekali. Ini benar-benar masalah serius.

"Mata-mata mereka telah memastikan bahwa Leon membawa Tabib Muda ke sebuah gua. Lady Edellyn juga ada di sana."

"Leon, Dad?" Daddy hanya mengangguk lesu.

"Tapi, menurut Tuan Yue tadi, Leon sepertinya tidak sepenuhnya terlibat. Leon sepertinya tidak mengetahui rencana Paman Will-mu yang bekerja sama dengan wanita penyihir. Tindakannya semata hanya didorong oleh obsesinya terhadap Tabib Muda."

"Sangat khas Leon. Tapi Bree tetap mencemaskan keadaan Kak Han-Han."

"Kita doakan yang terbaik untuknya!"

Belum sempat aku menanggapi ucapan Daddy, terdengar keributan dari arah gerbang. Seorang pengawal memasuki aula dengan tergesa.

"Duke Reinhart, situasi gawat."

"Apa yang terjadi?" Daddy sudah bangkit dari duduknya.

"Terjadi amukan massa di pasar. Mereka bertindak brutal."

Daddy terlihat sangat terkejut.

They are on the move!