webnovel

Bree: The Jewel of The Heal

Brianna Sincerity Reinhart, putri seorang Duke yang mengepalai Provinsi Heal di Negeri Savior. Suatu hari, Bree menyelamatkan seorang wanita yang berasal dari negeri Siheyuan, sebuah negeri yang merupakan negara sahabat kerajaan Savior. Bree membawa wanita tersebut ke kediaman keluarga Reinhart dan malangnya wanita itu mengalami amnesia dan hanya mengingat kalau dia biasa dipanggil Han-Han. Ternyata wanita tersebut memiliki kemampuan pengobatan tradisional yang sangat mumpuni, sehingga Duke Reinhart memintanya untuk menjadi tabib muda di Kastil Heal. Sejak kehadiran Han-Han Bree mulai semangat menekuni dunia obat-obatan dan menjadi lebih terarah. Bree menjadi rajin untuk memperbaiki diri karena ingin mendapatkan keanggunan seperti Han-Han. Di saat Kaisar Abraham, pimpinan negara Savior, mengadakan kerjasama dengan Siheyuan, mereka menerima delegasi yang dikirimkan. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuan Muda Lacey, seorang jenderal perang yang masih muda, tampan, tangguh namun minim ekspresi. Bree langsung menyukai pria tersebut saat pertama kali mencuri pandang pada Tuan Muda Lacey tersebut. Bree yang mempunyai perangai terbuka dengan terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Yue Lacey namun penolakan adalah yang menjadi santapannya. Puncaknya adalah saat Yue Lacey bertemu si anggun dan cerdas Han-Han. Tuan Muda tersebut tidak menutupi ketertarikannya dan itu membuat Bree sangat tersakiti. Haruskah Bree mengalah demi Han-Han yang menjadi sumber inspirasinya? Haruskah dia melepaskan pria idamannya, Yue Lacey? Kisah berawal di provinsi Heal. Apakah nama provinsi ini akan sesuai dengan pengharapannya, penyembuh. Ini kisah lika-liku Bree dalam mencari peraduan cintanya. Kisah ini bukan hanya mengajarkan mengenai mengejar dan mempertahankan cinta karena tingkat tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskan. Siapakah yang akan mengikhlaskan, Bree atau Han-Han?

Pena_Bulat · História
Classificações insuficientes
48 Chs

The Cave Battle (2)

Paman Ab berdiri di hadapan Lady Damesha bersama dua orang kakek. Aku yakin mereka berdua adalah Kaisar Agung Serkan dan Tuan Besar Regan Lacey, kakek Kak Yue.

Paman Ab langsung menghadapi wanita penyihir itu bersama salah satu tetua sementara tetua yang lain mencoba mengacaukan formasi yang dipimpin Paman Will. Aku yakin tetua itu adalah kakek Kak Yue, Tuan Besar Regan Lacey. Ada kemiripan di wajah keduanya.

Sementara itu, Kak Yue yang telah mendapat sokongan Paman Ab dan Kaisar Serkan, masih belum mampu menundukkan Lady Damesha itu. Sepertinya apa yang terjadi pada Lady Edellyn memberi pasokan kekuatan pada penyihir itu.

Kak Han-Han terlihat sedang 'berkomunikasi' dengan Ratu Ular. Dengan bertopang pada gagang Pedang miliknya, Kak Han-Han mencoba berdiri. Keadaannya sangat ringkih dengan perut yang membuncit dan dirinya yang masih dalam keadaan sangat lemah akibat perbuatan laknat Paman Will. Dia sepertinya mencoba berjalan menuju Kak Yue.

Namun, baru saja Kak Han-Han mampu berdiri, tiba-tiba tubuh Kak Yue terpental ke arahnya. Aku berusaha membekap mulutku agar tidak berteriak.

"Kak Chyou!" Kak Han-Han berusaha mendudukkan Kak Yue. Dia menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya. Mereka terlihat berbincang. Aku sangat terharu melihat adegan mereka berdua. Aku sama sekali tidak merasa sakit atau pun cemburu.

Saat Kak Han-Han sedang membantu Kak Yue memulihkan tenaga dalamnya dengan bantuan Tuan Lacey, aku melihat Lady Damesha memberi isyarat pada Ratu Ular dan Lady Edellyn yang berada dalam kendalinya. Aku tidak memahami arti isyaratnya.

Namun, Lady Damesha tiba-tiba langsung terbang ke arah Kak Yue dan menyarangkan pedangnya. Kak Han-Han masih mampu menangkis dengan pedang miliknya, tapi tak urung Kak Han-Han meringis kesakitan karena serangan pedang tersebut mengenai tangannya.

Dari arah Ratu Ular dan Lady Edellyn tampak sebuah pedang dan tombak melayang ke arah Kak Han-Han. Aku langsung membidikkan panahku pada pedang dan mampu memnjatuhkan pedang tersebut. Namun, aku tidak mampu menahan lesatan tombak yang dikendalikan Lady Edellyn. Aku langsung melompat ke arah Kak Han-Han yang masih belum menyadari bahaya yang mengintainua.

"Kak Han-Han!" Aku melompat dan berlari berusaha mendorong tubuh Kak Han-Han agar terhindar dari serangan tombak yang dikendalikan ibunya.

Tubuh kami berdua sedikit limbung dan untunglah tombak tersebut tidak mengenai Kak Han-Han.

"Kak Han-Han?" Aku menatapnya dengan perasaan cemas.

"Kakak baik-baik saja, Bree. Terima kasih."

Tiba-tiba ...

Ough! Bukk.

Terdengar suara lenguhan dan suara tubuh seseorang yang jatuh ke lantai gua. Aku memperhatikan sekitarku setelah posisi berdiriku sudah stabil. Dan apa yang tertumbuk netraku membuatku syok.

"Tidakkk!" Itu bukan jeritanku melainkan suara Paman Will.

"Tabib Will, tetap pada formasi!" Jerit Lady Damesha.

"Persetan dengan itu."

Paman Will mengacuhkan peringatan Lady Damesha dan terus berjalan tergesa menuju tubuh yang tergeletak di dasar gua.

Paman Will membalik tubuh yang tertelungkup itu. Aku juga perlahan maju mendekat, tapi tetap berjarak dari Paman Will.

"Leon, apa yang kau lakukan?" Paman Will menangkup wajah Leon.

Ya. Leon yang menahan serangan tombak Lady Edellyn tadi. Kini dia tampak sekarat karena tombak itu berhasil menembus dada kirinya.

Pakaian Leon berlumuran darah. Paman Will memangku tubuh Leon, putra semata wayangnya itu.

"Dasar anak bodoh! Apa yang kau lakukan?" Paman Will terlihat sangat syok. Leon menggenggam tangan Paman Will.

"A-yah, ma-af Le-on me-nga-cau." Ucapnya terbata. Itu membuat air mataku meluruh.

"Le-on sa-yang A-yah. Te-taplah ja-di ba-ik."

Ujar sepupuku itu dengan susah payah. Telunjuknya menunjuk ke arah dada ayahnya.

"Leonhart Brown!" Paman Will berteriak frustasi memanggil Leon. Namun, Leon tak lagi memberi respon.

Paman Will terus berusaha mengguncang tubuh Leon dan setelah beberapa saat masih tidak mendapat respon Leon, Paman Will meletakkan raga Leon ke dasar gua. Dia mengangkat pandangannya dan menatap Lady Edellyn dengan netra penuh kilat marah dan kebencian.

Paman Will meraup pedangnya dan dengan penuh dendam dia berusaha menyerang Lady Edellyn. Namun, Paman Will kehilangan kontrol akan dirinya. Dia justru kembali pada formasi yang tadi menjadi posisinya.

Aku mengalihkan tatapanku pada Lady Damesha. Dia sepertinya kembali menjalankan manipulasi pikiran pada Paman Will, Ratu Ular dan Lady Edellyn. Mereka terlihat kembali melanjutkan ritual tadi.

Paman Ab, Kak Yue dan Kaisar Serkan terus menggempur Lady Damesha yang terus mendapat pasokan kekuatan dari ritual yang sedari tadi menjadi sasaran serang Tuan Lacey.

Wanita itu terlihat kewalahan juga. Lady Damesha mengendalikan Ratu Ular untuk membantu di sisinya.

"Ratu Ular, kendalikan dirimu!" Kak Yue terlihat berteriak pada ular besar itu.

Brianna mendekati Han'er untuk memastikan kondisi wanita itu.

Entah apalagi yang mereka berdua komunikasikan karena selanjutnya mereka terlibat pertempuran sengit.

Aku tak bisa ambil peran dalam pertarungan mereka. Aku lebih memilih untuk menjaga Kak Han-Han dan mengamankan tubuh Leon.

"Kakak, sebaiknya menjauh dari sini." Aku berkata sambil membantunya berdiri.

"Iya, Han-Han. Kondisimu sangat lemah. Nona tolong bantu Han-Han." Tuan Lacey telah berdiri di dekat kami berdua.

Aku hanya mengangguk menyetujui dan membantu Kak Han-Han menopang tubuh lemahnya. Namun, kami baru hendak melangkahkan kaki saat tiba-tiba Kak Yue terduduk dengan pedang Lady Damesha menikam sebelah bahunya.

"Kak Chyou!" Kak Han-Han seolah mendapat suntikan kekuatan dan langsung berlari mendekat. Aku mengkuti langkah Kak Ham-Han.

Saat kami berada di dekatnya, Kak Yue sepertinya menahan pedang Lady Damesha yang masih menancap di bahunya sehingga gerakan wanita penyihir itu juga tertahan. Kak Yue menatap Kak Han-Han dan mengangguk memberi isyarat.

"Sekarang, Xia'er!"

Kak Han-Han juga mengangguk dan langsung mengangkat pedangnya serta menusuk mata kiri Lady Damesha.

"Aaa..."

Lady Damesha melepaskan pedangnya, dia memegang mata kirinya. Melihat apa yang terjadi, Paman Ab melompat mendekati kami dan memberikan serangan bertubi-tubi sehingga membuat penyihir itu memuntahkan darah segar.

"Bree, tusukkan panah ramuanmu pada wanita ini!" Aku mengangguk dan langsung mengambil anak panah yang tersampir di punggungku. Wanita itu tak menangkisku sedikit pun. Dia sepertinya memang sudah sangat lemah.

Setelah anak panahku bersarang di tubuhnya, wanita penyihir itu kembali menjerit, kali ini jeritan penuh kesakitan.

Dengan cederanya Lady Damesha, semua manipulasinya terlepas, baik pada Ratu Ular, Lady Edellyn, Paman Will dan para penyihir lainnya. Mereka terlihat linglung. Bingung.

"Tuan Yue, gabungkan pedang Anda dan hancurkan Mutiara Biru dengan menyatukan sihir kalian bertiga!" Aku mendengar ucapan Ratu Ular. Sepertinya dia memiliki kemampuan komunikasi manusia juga.

"Tapi itu akan membahayakan Anda." Jawab Kak Yue sambil menatap ular itu penuh keraguan.

"Tak usah pedulikan itu. Cepat hancurkan! Wanita itu akan segera pulih dengan Mutiara Biru masih dalam kendalinya." Balas Ratu Ular lagi.

Kak Yue mencabut pedang yang tertancap di bahunya, darah segar mengalir dan Kak Han-Ham membantunya berdiri.

Dengan meringis karena rasa sakit di bahunya, Kak Yue menyatukan ujung kedua pedang, pedangnya dan Kak Han-Han. Kaisar Serkan dan Paman Ab juga memberikan kekuatan mereka.

Lady Damesha sepertinya menyadari hal tersebut mencoba menggagalkan namun langsung dihalangi Regan Lacey, Ratu Ular dan Lady Edellyn.

"Waktumu telah usai, Damesha." Lady Edellyn menatap sinis pada wanita penyihir itu.

"Edellyn, kau juga akan berakhir kalau Mutiara Biru dihancurkan, demikian juga bangsamu Ratu Ular." Lady Damesha terlihat masih berusaha memanipulasi. Ingin rasanya aku menusuknya kembali dengan panahku.

"Lebih baik diriku musnah daripada akan lebih banyak lagi kekacauan yang tercipta." Jawab Lady Edellyn penuh penekanan.

"Betapa heroiknya." Sindir Lady Damesha.

Dengan sisa kekuatannya Lady Damesha menyerang Edellyn dengan sihirnya namun ditangkis serangan Ratu Ular dan Tuan Regan Lacey. Tuan Besar Lacey berhasil menyarangkan pedangnya di tubuh penyihir sebelum terdengar suara ledakan.

Duarrr!