****
Sejak perang dingin dengan teman temannya, Danica lebih terlihat sering menyendiri hingga membuat beberapa teman kelasnya menatap bingung, pasalnya Adel dan teman temannya tidak bisa berpisah dengan Danica.
"Sudah berhenti bersembunyi dibalik punggung Danica, Del?"
Adel langsung menatap Amel dengan nyalang, nama itu dan juga kalimat Amel terasa begitu menyebalkan untuk masuk pada rungu Adel.
"Aku tidak pernah bersembunyi dibalik punggung Danica, kau saja yang tidak bisa mendekati kami."
"Ketakutanmu dengan Danica itu tidak berdasar, ah bukan hanya kau tapi kalian. Ketakutan kalian pada sosok Danica itu bahkan sangat tidak masuk akal, dia hanya seorang Danica bukan monster."
"Setelah bertengkar dengan Danica kau masih membela dirinya dihadapanku? Sungguh teman yang luar biasa."
"Aku tidak membela, hanya saja jika memang tidak suka kenapa harus bersikap seperti menyukai?"
Amel tersenyum miring menatap Adel yang bahkan tanpa disadari oleh keduanya Danica ada dibalik tembok, mendengar semua ucapan Adel dan Amel. Langkah yang akan ia bawa menuju ke kamar mandi pun langsung terhenti begitu saja.
"Dan kau menghindari Danica yang bahkan kau tidak tahu bagaimana keadaannya selanjutnya? Kalian adalah kelemahannya."
"Aku tidak perduli."
Diam diam Danica tersenyum miring mendengar ucapan Amel, mengatakan jika teman temannya adalah kelemahannya itu sudah kesalahan terbesar.
Adel pun langsung berjalan meninggalkan Amel yang tertawa mendengar ucapannya, dan dari sini Amel mulai berfikir jika tidak akan ada penghalang lagi untuk memberi pelajaran pada Adel.
*****
Riska mulai memilih kebutuhan yang akan ia masak untuk makan siangnya dengan sang suami, hal itu sontak membuat beberapa tetangga menatap dengan bingung pasalnya selama Riska tinggal sekomplek dengan mereka tidak pernah sekalipun melihat Riska membeli bahan bahan memasak.
"Darimana pagi pagi sekali sudah disini?"
"Dari rumah Bu, mau beli sayuran untuk makan siang Agung."
"Tidak untuk Danica juga? Atau dia masih belum mau pulang kerumahnya?"
"Saya kurang tahu ya Bu, soalnya Danica katanya lebih suka di rumah Olliver karena juga kan dia masih suka keluyuran jadi wajar."
"Wajar sih cuman ya kalau bisa harus lebih dewasa lagi, dia kan sudah mau lulus."
"Tidak apa apa Bu, namanya juga anak anak. Dia juga belum terbiasa untuk bersih bersih rumah jadi wajar kalau suka kabur kalau disuruh bersih bersih."
"Ah aku dengar Danica dikirim uang perbulan oleh Danar?"
"Benar Bu Yos, dia selalu dapat uang bulanan dari pamannya itu tapi ya namanya juga anak anak jadinya dia selalu menghabiskan uangnya begitu saja. Suka beli barang barang yang tidak penting."
Riska tersenyum lembut membuat beberapa tetangga percaya dan ada juga yang tidak percaya karena sudah tahu bagaimana sifat Riska yang sebenarnya.
"Saya tidak tahu jika Danica anak yang seperti itu."
"Dia kemarin bahkan baru dapat uang sudah beli tas dan sepatu padahal tasnya juga masih baru."
Olliver dari kejauhan menatap dengan pandangan tidak suka saat Riska mengatakan hal yang bahkan tidak benar sama sekali padahal Riska itu notabetnya Tante dari Danica tapi begitu berbalik dengan hatinya.
"Saya sebagai tantenya juga harus mengalah, harus sering bersih bersih rumah sendirian bagaimana pun itu adalah peninggalan terakhir Ibu Danica."
"Harusnya Danica bisa membantu…."
Ucapan Ibu Yos harus terhenti saat melihat Olliver tiba tiba sudah ada ditengah tengah mereka sedang memilih bahan bahan mentah, semua mata langsung menatap Olliver dengan pandangannya masing masing.
"Liv, Danica masih belum mau pulang? Setidaknya dia ikut dengan Ayahnya dan adiknya."
"Aku tidak tahu, tanyakan saja pada Danicanya sendiri. Aku tidak mungkin memaksa anak itu."
"Kalau begitu katakan pada Danica untuk tidak keluyuran saja, anak gadis pulang malam malam. Sering sekali aku dan ibu ibu yang lainnya melihat dia pulang malam."
"Katakan saja langsung pada Danica kenapa harus aku?"
Ibu Darmi yang terkenal galak dikalangan ibu ibu pun terdiam saat Olliver menyuruhnya untuk berbicara langsung pada Danica mengenai komplennya.
"Bukan gitu, dia kan anak gadis. Tidak baik dilihat tetangga dan orang lain jika setiap hari pulang malam apalagi terkadang masih memakai pakaian sekolah." Ibu Yos mencoba menambahi dengan baik.
"Sepulang sekolah kalian bisa menemui Danica di rumahku untuk mengatakan itu semua. Ini mang."
Setelah mengatakan itu dengan senyum manisnya, Olliver langsung memberikan belanjaannya pada Mang Ujang.
"Kalau begitu aku yang akan memberitahu jika Darmi dan Yos tidak bisa."
"Silahkan saja." Olliver tersenyum manis penuh makna.
"Terimakasih Mang." Olliver langsung mengambil belanjaannya kemudian melangkah pergi meninggalkan ibu ibu yang masih bergosip ria dengan Riska yang sedikit merubah ekspresinya dengan sedikit tidak suka.
*****
Seluruh waktu Danica bahkan dihabiskan dalam ruang latihan, ia seakan enggan untuk kembali ke kelas, bahkan saat ini Danica sedang melakukan latihan tanpa rencana bersama Bara, Ervin dan Dalton.
Bara, Danica dan Ervin pun bergerak mengikuti alur lagu yang terdengar cukup energik sedangkan Dalton hanya duduk didepan mereka sembari menatap ketiga sosok itu menggerakkan tubuhnya.
"Kalian memang yang terbaik, ini bahkan sudah setahun tapi kalian masih mengingatnya."
Dalton menatap ketiganya dengan bangga namun senyuman Dalton berubah kekhawatiran saat melihat Danica terjatuh kesamping dengan cukup keras.
Tubuh Ervin yang tiba tiba tidak seimbang membuat dirinya akan jatuh diatas Bara yang sedang berbaring untuk menunggu Ervin melompati tubuhnya. Namun Danica tiba tiba menerjang tubuh Ervin yang tidak seimbang mengakibatkan keduanya jatuh dengan Danica sebagai tumpuannya.
"Danica…"
Dalton dan Bara langsung berlari menghampiri Ervin dan Danica yang terjatuh, Ervin sendiri masih terkejut dengan aksi Danica yang tiba tiba. Bara sendiri langsung membantu Danica untuk duduk hingga membuat sang empu meringis pada lengan kanannya yang terasa sedikit sakit.
"Kau baik baik saja?"
"Kenapa menarik Ervin? Harusnya biarkan dia jatuh diatasku."
Ervin langsung tersadar saat namanya disebut tiba tiba, Danica sendiri hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.
"Kalian berdua bisa terluka jika aku membiarkan Ervin jatuh diatasmu, bahkan dadamu bisa sakit jika terbentur kepala Ervin nantinya."
"Tidak dengan kau yang terluka Danica."
"Bawa dia Uks, aku dan Ervin akan memberitahu guru pengajar di kelas Danica.
"Hmmm…"
Bara langsung menggendong Danica membawanya ke Uks, selama perjalanan ke Uks keduanya bahkan ditemani keheningan. Danica dengan pikirannya sendiri dan Bara dengan sikap acuhnya, sesampainya di Uks pun Bara mencoba menidurkan Danica pelan pelan.
Danica meringis pelan saat bahunya bergesekan dengan lengan Bara saat sang lawan menurunkannya, hal itu sontak membuat Bara menatap dengan khawatir.
"Ada apa? Bahumu sakit?" Danica hanya menggelengkan kepalanya.
"Dia terjatuh saat latihan dan tangan kanannya tadi menahan tubuhnya."
Sang dokter jaga setelah mendengar penjelasan Bara pun langsung memeriksa keadaan Danica, tangan ringan sang dokter yang menekan tepat pada bahu kanan Danica pun membuat sang empu meringis.
"Sshhh…"
Sang dokter hanya menganggukkan kepalanya paham lalu menatap Bara dengan lembut.
"Pulang sekolah segera bawa dia kerumah sakit untuk melakukan pemeriksaan pada bahu kanannya, karena sepertinya bahu kanannya cedera karena tekanan saat terjatuh jadi untuk menghindari hal yang tidak diinginkan periksakan lebih lanjut."
"Terimakasih dok."
Bara mengangguk mengerti lalu sang dokter melangkah pergi menuju mejanya, Danica pun langsung bangun dari tidurnya berniat untuk kembali ke kelas.
"Mau kemana?"
"Ke kelas."
"Bisa berjalan sendiri?"
"Yang sakit tangan ku Bar bukan kakiku."
Danica langsung berjalan mendahului, Bara pun langsung menyusul langkah Danica. Sampai di persimpangan pun keduanya berpisah menuju ke kelas masing masing, Danica yang naik keatas dengan Bara yang masih berjalan lurus.
Danica sempat menghembuskan nafasnya pelan sebelum masuk kedalam kelasnya, ia pun menatap heran saat tidak ada guru pengajarnya. Laras teman sekelasnya yang pertama kali menyadari kehadiran Danica pun langsung menatap bingung.
"Danica? Katanya sakit?"
Danica hanya acuh tak acuh dengan pertanyaan temannya itu, ia bahkan langsung duduk dibangkunya tanpa memperdulikan tatapan Raula.
"Kau baik baik saja?"
Danica menelan ludahnya dengan pelan saat melihat tatapan Khawatir dari Raula, ia pun tersenyum tipis karena merasa begitu asing dengan tatapan itu sejak batas yang mereka bangun masing masing.
"Aku baik baik saja. Ada tugas apa dari Bu Laila?"
"Kerjakan ini. Tulis saja tidak apa apa."
Danica langsung mengembalikan buku Raula yang diberikan padanya sembari tersenyum, hal itu pun sontak membuat Raula menatap dengan bingung.
"Tidak perlu La, halaman berapa? Biar aku kerjakan sendiri saja."
"Halaman 65, kerjakan hanya isiannya saja."
"Terimakasih."
Danica mulai mengerjakan soal dengan tenang namun saat mengangkat tangan kanannya itu terasa sedikit ngilu membuatnya sedikit meringis. Danica pun menghembuskan nafasnya pelan lalu kembali menulis.
****