webnovel

Between Cat

Namanya Maydarika, seorang ailurophile yang memiliki dua ekor kucing kesayangan. Namun, hal tak terduga terjadi, ia harus merelakan kepergian salah satu kucingnya dengan berat hati. Di tengah kesedihan yang bergejolak, entah bagaimana awalnya, ayah May pun tiba-tiba menjodohkannya dengan anak lelaki yang merupakan anak teman sang ayah, bernama Galaksi Gandra Watristanto, yang ternyata seorang ailurofobia. Keduanya menolak mentah-mentah perjodohan tersebut, hingga akhirnya dipaksa untuk menjalani pernikahan kontrak. Bagaimana kehidupan May dan Galaksi setelah melakukan pernikahan kontrak tersebut? Bagaimana pula jika kakak dari Galaksi malah menyukai istri sang adik lantaran sesama Ailurophile? Mari simak ceritanya agar tak mati penasaran. *** Note: -ailurophile (pecinta kucing) -ailurofobia (takut pada kucing). (Akan ada beberap scene mengandung usur 17+. Bijaklah dalam membaca)

Jiya_Uyee · Urbano
Classificações insuficientes
260 Chs

May Sensitif

Canggung, May makan menghadap arah serong kanan, sementara Galaksi menghadap ke serong kiri. Tak ada pembicaraan yang terjadi diantara keduanya, bahkan dari May atau Galaksi pun tak membiarkan sendok dan piring menciptakan suara dentingan.

Usai makan, May langsung beranjak keluar menuju halaman rumah. Daripada terjebak dalam kecanggungan seperti tadi, lebih baik May berkebun di halaman samping yang tak terlalu luas tapi bisa menjadi calon taman impiannya.

May mencoba mencari cangkul, sebelum ia sadar jika ia di rumah baru, alat semacam itu belum tentu ada. Akhirnya May memutuskan untuk berkeliling rumah sembari melihat-lihat ada apa saja di rumah ini.

Selain halaman yang masih kosong, di bagian samping rumah ada bangunan kecil mirip toilet ketika ia jaman SD dulu. Karena penasaran, ia membukanya. Bak menemukan harta karun, May menjerit girang.

Di dalam ruangan mini itu ada berbagai alat berkebun, seperti mesin pemotong rumput, gunting rumput dan tanaman, cangkul, arit, selang, alat penyiram, alat penggebur tanah, dan sudip tangan.

Sejujurnya ia heran kenapa bisa ada alat berkebun di rumah baru itu, dan May juga yakin alat-alat itu baru semua. Tak mau ambil pusing, perempuan itu kembali menutup pintu tersebut, ia mengintip ke arah garasi untuk mengecek mobil Galaksi masih ada ataukah sudah menghilang.

Perempuan yang masih mengenakan baju piama itu lantas masuk ke rumah karena orang yang ia tunggu kepergiannya akhirnya sudah pergi.

May segera membereskan bekas makan Galaksi, dan bekas makannya. Mencucinya dan menyusunnya di rak piring. Sesekali ia memegangi perutnya yang terasa nyeri akibat sedang datang bulan.

Saat May hendak mandi, ia menemukan secarik kertas di atas meja riasnya. Saat perempuan mengambil kertas tersebut, rupanya dibawah kertas tersebut ada sebuah kartu kredit.

"May, kalau mau apa-apa beli aja pakai kartu kredit ini. Kodenya aku kirim via chat nanti. Tapi jangan boros, ya! Awas aja kalau sampai kamu habisin dalam sehari!"

May mengusap wajahnya dengan kasar diiringi helaan napas berat. Ia menyimpan kartu kredit tersebut ke dalam dompet bergambar Hello Kityy kesayangannya.

***

Perempuan dengan celana panjang dan baju panjang itu tengah sibuk mencakuli lahan di area samping. Untuk melindungi dari sinar mentari yang mulai terik, ia mengenakan topi lebar.

May tadi sudah membeli beberapa jenis tanaman krisan warna merah dan warna ungu, dan akan ia jadikan tanah yang ia cangkul sebagai rumah baru bunga-bunga cantik itu. May juga sudah membeli pupuk agar bunganya bisa tumbuh sumbur tanpa kekurangan nutrisi.

Sedang asyik-asyiknya menguburi bunga yang sudah ia masukkan ke lubang galian, May dikejutkan oleh panggilan seseorang.

"Mbak, ada Mas Galaksinya?"

Terpaksa May menghentikan aktivitasnya dan menghampiri perempuan yang terlihat modis dengan balutan dress ketat berwarna cokelat susu. Rambut hitam lurusnya dibiarkan tergerai begitu saja.

"Ada apa, ya?" tanya May bingung.

"Saya tetangga yang punya rumah ini. Kamu pembantunya, ya?"

May terdiam sejenak. Apakah ia benar-benar mirip dengan pembantu?

"Bu-bukan," jawab May.

"Oh, pasti tukang kebunnya?" Baru saja May hendak menyanggah, namun langsung disela, "tapi itu nggak penting. Tolong kasih kan ini sama Mas Galakasi, ya!" ucap perempuan tersebut menyerahkan sebuah undangan, lalu berjalan keluar pagar.

Walau May sakit hati, tapi ia tak memperdulikannya. Setelah meletakkan undangan di atas meja yang ada di teras, May kembali melanjutkan aktivitasnya untuk berkebun. Ia tak ingin membiarkan mood bagusnya rusak hanya karena ucapan tetangga.

Merasa tanggung karena tanah galiannya masih banyak yang kosong, ia berinisiatif untuk meminta bunga potong dari beberapa tetangganya, sekaligus ingin mengakrabkan diri.

***

Galaksi pulang sedikit kesorean karena ada jam kuliah tambahan dari dosen yang minggu depan tak dapat hadir. Saat mobil memasuki halaman rumah, ia melihat di sudut halaman berjejer bunga krisan yang rapi, namun ia melihat beberap tangkai bunga mawar yang dibiarkan tergeletak begitu saja.

Usai memarkirkan mobilnya, ia memasuki rumah dengan menteng sekotak es krim. Mungkin May suka, pikirnya.

Galaksi hanya mampu mematung ditempat kala mendengar suara isak tangis dari dalam kamar. Mencoba berpikir positif, mungkin May sedang menonton film dengan bumbu-bumbu tangisan. Saat ia bersama mantannya dulu, ia sampai dibuat heran karena Ponia menangis sesenggukan hanya karena film drama dengan sad ending.

Akhirnya Galaksi memilih duduk di ruang tamu, mengeluarkan laptop dari tas untuk mengerjakan tugasnya di sana.

"Galak kapan pulang?" suara dengan nada setengah panik itu mengusik indra rungunya.

Galaksi mengalihkan atensi dari laptop ke arah perempuan yang mengenakan baju kaus lengan pendek dan celana bahan denim selutut. "Belom lama, kok. Lo mau es krim?" Galaksi mendorong sekotak es krim yang tadi ia beli.

May tersenyum senang. Ia lantas berlari ke arah dapur untuk mengambil dua buah sendok lalu duduk tak jauh dari lelaki itu.

Perempuan dengan kaus bergambar Marie itu langsung menbuka kotak es krim dengan semangat. Diam-diam pula Galaksi menahan senyum melihat May yang sedang bahagia itu. Sepertinya perempuan itu memang hanya menangis karena menonton drama yang sedih-sedih.

"Galak mau coba?" May menyodorkan sendok yang sudah berisi es krim ke arah lelaki yang tengah menatap layar laptop itu.

"Nggak, makan gih. Gue mau fokus sama tugas dulu," tolak Galaksi.

"Dikit aja, aku suapin deh."

Galaksi terdiam sejenak bersamaan dengan detak jantung yang makin menggila. Ia benci dengan situasi seperti ini. Bagaimana jika May mendengar bunyi detak jantungnya? Bagaimana jika may menyadari telinganya yang kini terasa memanas.

"Nggak, May! Lo denger nggak sih!" bentaknya. Marah adalah jalan ninjanya untuk mengusir rasa tak nyaman yang mengusiknya.

Spontan May menunduk. Mood yang sempat membaik kembali hancur. Ia berdiri cepat lalu membanting sendok dihadapan Galaksi.

"Memangnya aku jelek, ya?"

Usai mengatakan kalimat itu, May langsung berlari menuju kamar, tepatnya kamar mandi. May mengurung dirinya di sana.

Galaksi seketika cemas. Selama ini, ketika ia marah atau membentaknya, perempuan itu malah suka melawan dan membuatnya geram. Untuk pertama kalinya, Galaksi malah melihat May menangis.

Ada apa dengan perempuan itu?

Ia langsung mengejar May. Mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi dan meminta May keluar, namun hanya isakan yang terdengar.

"May, maafin gue! Gue nggak bermaksud ngebentak lo."

"May, bukain pintunya, May!"

Tak ada jawaban sama sekali, Galaksi semakin cemas. Ia kembali mengetuk-ngetuk pintu itu dan terus berteriak meminta May keluar.

Bunyi bel pintu menginterupsi kegiatannya. Terpaksa lelaki itu berjalan keluar kamar menuju ruang tamu, dan hal tak terduga malah datang.

"Pa-papa?" Galaksi terkejut bukan main kala melihat presensi papanya yang sedang berdiri di pintu setelah ia membukanya.

"Kenapa kaget begitu? Kamu nggak suka Papamu datang?" tanya Jedi sedikit curiga.

"Bukan gitu, cuma tumben aja kok Papa datang,"jawab sang anak sedikit kikuk.

Jedi berjalan masuk, melihat-lihat bagian dalam rumah. "Itu kenapa sendokny berserakan gitu?" protes Jedi melihat dua buah sendok yang yang satu terpelanting di dekat dinding dan satu lagi di dekat kaki meja.

"Tadi jatuh terus ketendang, Pa," alibi Galaksi.

"Istrimu kemana?" Jedi melongok ke sekitar rumah namun tak menemukan tanda-tanda keberadaan May.

"Ah, tadi di kamar mandi. Bentar aku panggilin, Pa." Galaksi langsung menuju kamar mandi yang ada di kamarnya.

"May, ada Papa datang!" seru Galaksi. Sejujurnya ia tak tahu harus berbuat apa, namun semoga May dapat memberikan jawaban agar Papanya tak curiga.

"Bentar. Bilang aja aku lagi ganti baju karena habis mandi," teriak May dari kamar mandi.

Galaksi segera keluar untuk menemui papanya yang tengah menyendok es krim yang ada di atas meja menggunakan sendok baru.

"May lagi ganti baju, Pa," ucap Galaksi lalu duduk di samping sang papa.

Jedi hanya mengangguk lalu kembali menyendok es krim yang ada diatas meja. "Es krimnya enak, Papa suka. Kenapa kamu tidak pernah beli ketika di rumah lama?"

"Galaksi nggak pernah lihat Papa makan es krim, dan sebenaranya itu es krim buat May tadi," jawabnya jujur.

"Duh, pasti May marah ni sama Papa kalau Papa makan banyak!"

"Habisin aja, Pa. May nggak terlalu suka rasa cokelat kok," jawab May yang tiba-tiba datang lalu menyalami mertuanya itu, kemudia ia duduk di samping Galaksi yang hanya diam.

"Wah, kamu ini menatu yang pengertian, ya!" puji Jedi. "Eh, kenapa matamu merah? Kamu dibuat menangis sama Galaksi, ya?" tanya Jedi yang mulai marah jika dugaannya benar.

Sementara Galaksi hanya bisa terdiam. Mungkin malam ini ia akan dimarah habis-habisan oleh Jedi karena tindakannya yang membuat May menangis.