Hari ini cukup melelahkan, setelah menunggu kepastian dari Pak Anton. Akhirnya pria itu datang saat akan tiba jam istirahat. Wajah Pak Anton sangat lelah dan masih terlihat berduka. Tiba waktunya makan siang, Pak Anton masih saja duduk di kursinya.
Aku tidak berani bertanya atau mengajaknya ke kantin. Kehilangan orang yang dicintai pastilah sangat berat baginya. Siapapun itu akan mengalami hal yang sama, mungkin juga aku suatu hari nanti. Aku menunggu Pak Anton sampai pukul dua siang, tapi pria itu tidak ada tanda-tanda akan beranjak.
Pak Anton hanya duduk seperti manequin hidup yang hanya berkedip sesekali. Perut semakin terasa keroncongan, cacing cacing di dalamnya seakan menari meminta jatah untuk diisi. Tapi aku tidak berani keluar dari ruangan kerja, apalagi jam istirahat sudah berakhir satu jam lalu.
"Kenapa nggak makan? Perut kamu berisik, bikin pikiran saya ke ganggu aja," kata Pak Anton. Akhirnya setelah sekian jam diam, Pak Anton mau bicara.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com