webnovel

Chapter 5: Perjalan menuju Ibu Kota

### Chapter 1: Perjalanan Menuju Ibu Kota

Ketukan keras di pintu membangunkanku. "AHHHHH! Sekarang jam berapa?!" Aku melompat panik.

"Apakah kau sudah siap?" ucap Elara dari luar.

"Sedikit lagi selesai!" balasku.

Aku buru-buru mengenakan pakaian bertualang dan membawa barang-barangku keluar. Kakek, Kakak, dan Elara sudah menunggu di luar. Setelah berpamitan, kami beranjak pergi. Namun, Kakak berlari memeluk kami erat.

"Kumohon, kembalilah," ucap Kakak dengan suara terengah-engah, menahan air mata.

"Tentu saja," jawabku, mencoba menyembunyikan rasa sedihku.

Kakek menyentuh bahu kami. "Jaga dirimu baik-baik di luar sana," katanya dengan suara serak.

"Tentu, Kakek. Terima kasih untuk segalanya," ujarku tulus.

Setelah perpisahan, kami pergi ke kediaman Barrow untuk mengambil kuda. Paman Barrow memberiku kereta untuk barang bawaan.

"Serius tidak masalah?" tanyaku.

"Tidak masalah, kau akan membutuhkannya," jawab Paman Barrow.

"Terima kasih banyak!"

Kami menaiki kuda yang menarik kereta kecil. Aku duduk di depan, Elara di belakangku. "Sampai jumpa lagi!"

Perjalanan hari pertama cukup lancar. Kami melewati padang rumput hijau dan sungai kecil. Elara tampak lebih santai meski masih ada sedikit ketegangan.

Hari kedua, kami memasuki hutan lebat. Saat malam tiba, kami menemukan gua kecil untuk beristirahat. Di sekitar api unggun, Elara mulai berbicara lebih banyak.

"Liam, terima kasih sudah membawaku dalam perjalanan ini. Aku tahu ini tidak mudah," katanya.

"Tidak apa-apa, Elara. Aku senang bisa membantumu," jawabku tulus. Malam itu kami menghabiskan waktu dengan tawa.

Hari ketiga, medan semakin sulit dengan banyak tanjakan dan turunan. Kuda kami mulai kelelahan, jadi kami sering berhenti untuk beristirahat.

Hari keempat, Elara tampak semakin cemas. Meski begitu, dia tetap tidak mau membicarakannya. Malam itu, kami berkemah di tepi sungai. Kami menikmati makan malam dalam keheningan.

Hari kelima, medan perjalanan menjadi lebih baik. Pada sore hari, kami singgah ke desa untuk mengisi persediaan. Elara menutup ekornya dengan jubah. Di kedai, seorang pria mencoba mengganggu kami. Elara berdiri dan suasana menjadi mencekam. Pria itu lari ketakutan.

"Apa itu tadi?" tanyaku.

"Itu Visualisasi, menekan energi dan mana untuk menciptakan suasana mencekam," jelas Elara.

"Kenapa orang-orang di desa tidak tahu tentang ini?" tanyaku.

"Entahlah. Yang penting, ayo kita lanjutkan perjalanan," jawab Elara.

Hari keenam, jalan semakin jelas menandakan kami semakin dekat dengan ibu kota. Kami melihat lebih banyak tanda-tanda peradaban.

Hari ketujuh, kami segera berangkat setelah memastikan semua barang terkemas. Jalan semakin ramai dengan pedagang dan pelancong lainnya menuju ibu kota. Saat kami melihat tembok besar dan gerbang megah, perasaan lega dan kegembiraan kurasakan.

"Akhirnya kita sampai," kataku dengan lega.

Kami mengisi formulir di gerbang utama dan menyimpan kuda di ruang penyimpanan. Saat melewati gerbang utama, aku terpesona dengan keramaian ibu kota. Perjalanan kami akhirnya mencapai tujuannya.