webnovel

Asmara Sang Perindu

Hari menjelma tahun yang telah berlalu. Meninggalkan kita di sepucuk kisah baru. Walau semua ini nyata dan pernah membahagiakan kita, itu dulu. Setiap detik menanam sejuta rindu, mengukir senyum candu, yang tak mungkin kulupa di sepanjang jalan itu. Semua masih sama, dan tersimpan di dalam memoriku. Kuharap dirimu juga membaca kisah ini, di mana ada cinta yang pernah tumbuh di tanah pertiwi, tepat di bawah hati, di dasar jiwa ini.

AidySan · Realista
Classificações insuficientes
12 Chs

Canggung

*Jadi, setelah makan selesai, aku pun berkemas dan menuju tasku yang ada di tribun. Mungkin kamu pun melihatku lagi, iya kan?

# Bener banget Fa, jadi tambah yakin lah aku sama kamu.

* Gombal aja kamu, lanjut lagi ya? Aku tuh gak sadar kalau ada kamu di sana. Setelah duduk kembali, dimulailah kegiatan diskusi. Tiba-tiba, sesuatu yang tak kuharapkan melanda. Perutku terasa amat sakit setelah makan siang tadi. Hingga akhirnya aku putuskan untuk izin ke toilet. Aku bersama dengan temanku Meydin, teman baru di sekolah baru.

Berharap akan ada yang keluar ketika di toilet itu, dan nihil. Perutku masih saja terasa sakit dan tambah sakit. Memang akhir-akhir ini kondisi tubuhku lagi kurang enak badan, jadilah seperti itu. Setelah lama di kamar mandi, aku pun kembali ke GOR dan izin ke kakak kelas buat pergi ke UKS. Jujur saja udah gak tahan dengan sakitnya, mungkin Maag, entahlah. Sampai pulang deh aku di UKS.

# Hemm, waktu kamu izin ke toilet si aku lihat Fa. Tapi, waktu kau ke UKS enggak deh, aku gak sadar kamu lagi sakit. Pantesan aku gak lagi jumpa denganmu, dan tasmu adalah benda yang pertama kuhafal, kecuali pipi dan wajahmu itu, lebih awal lagi. Aku sungguh bingung harus mencarimu ke mana lagi. Sudah kususuri tiap sudut di ruang itu, tetap saja gak ada. Eh ternyata palah di UKS, aku baru tahu hal itu.

* Sampai waktu pulang tiba, hanya waktu makan yang selalu teringat di saat itu juga. Tak melihatmu lagi, sudahlah tak apa, masih ada esok. Dan benar saja sampai waktu pulang kita gak ketemu. Aku tahu rumahmu juga tidak, mau timur, barat, atau apalah arahnya. Yang kuyakini, pasti kita kan saling mengenal. Aku masih menanti perjumpaan kita Ad (Ahmad).

Aku sebagai wanita biasa yang baru kehilangan cinta, rasanya gitu lah.

# Baiklah Fa, silahkan lanjutkan saja ceritamu, aku masih setia menunggu waktu untuk ikut bercerita.

* Baiklah.

Sampai pulang, aku di UKS, tanpa seorang pun tahu, termasuk kamu. Dan hari pun berlalu begitu saja. Hari ke-3 tiba, tapi aku lupa jadi ya skip saja kisah kita di hati ini.

Menuju ke hari di mana Ibu kaprodi Akuntansi memberi sedikit banyak gambaran tentang jurusan, Ibu Aisah Subekti, S.Pd. Di saat itu, aku mendapatkan posisi terbelakang, jadi otomatis aku ingin maju agar lebih jelas mendengar.

Aku setengah berdiri, agar lebih mudah maju dan gak malu banget karena dilihat satu jurusan. Sebenernya si gak berani, tapi ya aku beranikan saja. Hingga akhirnya aku mendapati tempat ternyaman, dekat dengan sumber suara.

Kami duduk sesuai dengan kelas, dari AK 1 sampai AK 3, aku berada di paling kanan, dan si doi di tengah. Aku AK 3 dan dia AK 2, singkat cerita seperti itu. Setelah mendapat tempat ternyaman, aku penasaran dengan muka-muka akuntansi. Mereka semua adalah teman yang akan berjuang bersama di 3 tahun ke depan.

Aku berkeliling dengan kepala dan pandangan yang memandang seksama wajah kawanku semua. Tak ada satu pun yang lekat dari pandangku. And, ketika tepat pandangku mengarah ke sebelah kiri, di belakang.

Ada orang di sana, botak, cukup tinggi, pandangannya menatapku tajam, dan aku gak kuat. Rasanya tuh kaya ada yang dag, dig, dug, dan gimana ya? Kok dia juga melihat diriku. Aku pun tertunduk dan tak berani lagi menatapnya, takut.

Sebenernya gak takut si, hanya aneh aja kalau melihat matanya. Ada rasa grogi, dan aneh. Tatapanku dan tatapannya tak seperti tatapan dengan orang lain. Seperti hatiku bertanya pada diri sendiri.

"Ih, siapa si dia? Kok natap aku kaya gitu, kok aku jadi gini ya?" Batinku.

Aku pun tertunduk tak berani menatap, seperti hilang rasa pedeku. Rasanya tuh kaya penasaran, tapi gak berani natap. Soalnya, jujur aja kamu tuh putih, dan serasa damai gitu. Ih, jadi aneh sendiri deh pokoknya. Tapi sayangnya selepas kegiatan itu, aku gak lagi ketemu kamu. Ya sudahlah, tak perlu kupikirkan. Dan akhirnya MOS pun selesai dengan malam inagurasi.

Hari pun berlalu, sekolah berjalan seperti biasanya. Sepertinya, aku gak sadar kalau kelas kita sebelahan. Dan banyak lagi yang aku gak sadar tentangmu. Yang paling buat aneh itu ketika kita gak sengaja berpapasan di tangga. Kau tahu? Ada rasa canggung yang menyelimutiku, dan ketidaksengajaan itulah yang menambah lain sensasi yang kurasa.

Setiap bertemu, pasti tak pernah direncana dan selalu tiba-tiba. Setiap jumpa pun selalu ada rasa canggung yang menyelimutiku. Itu terjadi because kelas kita bersebelahan, jadi gak aneh kita akhirnya sering jumpa. Makin penasaranlah diriku setelah sekian lama kita tak saling sapa, sebatas senyum dan senyum saja. Jiwa kepo pun keluar dari lubuk hatiku.

"Siapa sih cogan itu?" penasaran deh.

Tapi, aku malu bertanya ke teman-teman. Ya sudah terpendam rasaku ini, hanya bahagia ketika jumpa tanpa disengaja dan terus terulang lagi dan lagi.

# Bagus kisahmu, aku jadi greget deh mau ikut cerita. Jadi, di waktu kau pertama melihatku. Aku sudah mulai memperhatikanmu lebih dalam dan lebih dalam lagi. Dan yang jelas aku sangat kepo dengan dirimu. Sampai setiap absen di hari sesudah diriku menjumpaimu pun pasti namamulah yang kutunggu. Tapi ya tetap saja selalu lepas dari pendengaranku. Ketika MOS, menjadi titik awal diriku memantapkan wajahmu di dalam ingatanku. Dan ya memang begitulah caraku memilih wanita. Dia yang tertunduk ketika kutatap, maka ia yang aku pilih.

Masih aku yang cerita, kau simpan dulu kisahmu. Di saat kau tak lagi berjumpa denganku, di situlah aku sedang dekat dengan teman satu kelasku. Itu karena kita memang belum saling mengenal, dan aku pikir terlalu mustahil kita bisa bersatu. Hanya takdir yang kuharap atas kisah kita. Jadi, ceritanya di saat itu aku emang gak suka keluar kelas. Memang inilah type dari orang yang kau anggap cogan. Singkat cerita, nama wanita yang memalingkanku darimu adalah Ky, sebut saja itu namanya. Kami cukup dekat, dan akhirnya kuputuskan untuk mengungkap perasaanku. Di titik itulah kaliman "kita sahabatan aja ya" menjadi senjata pamungkas yang paling ampuh meluluhkan cintaku.

Baiklah, tak apa jika harus gagal. Aku pun masih tetap berdoa dan berdoa. Tak perlu ya doaku kusebut, kan privasi. Yang jelas aku meminta dipertemukan seseorang yang memang dia adalah jalanku. Kembalilah diriku berjumpa lagi denganmu, dari ketidaksengajaan yang kau bilang tadi. Awalnya, aku pun memberanikan diri keluar kelas. Ini semua karena aku berpikir untuk mencari udara segar yang telah lama hilang. Dan udara itu tak sengaja mendiami palung terdalam hatiku, dan tak bisa pergi. Udara itu adalah kamu, kuhirup ketika melihat wajah dan senyummu. Walau kau tak sadar bahwa ada aku yang memandangmu.

Semua berjalan begitu saja, dan aku pun lebih memberanikan diri dalam menatap dan melihat gerak gerikmu. Hingga kebiasaanmu pun aku hafalkan layaknya seorang sniper yang sedang membidik sasaran. Menunggu saat yang tepat untuk melesatkan pelurunya di titik paling tepat. Berhari-hari aku memperhatikanmu, dari waktu kau keluar kelas, pergi ke kantin, waktu kau sholat, berangkat sekolah, dan sampai kau pulang sekolah.

Awalnya si aku tak sengaja melihat pergerakanmu itu. Namun,akhirnya pun aku mampu menghafal semuanya. Jadi, ya begitulah proses diriku untuk mengenalmu. Hal yang paling kusuka dimulai dari keberangkatanmu. Pagi, pukul 6:20an aku naik angkot dari rumah, berharap akan berjumpa denganmu. Tepat ketika angkot berhenti di depan gerbang sekolah, aku pun melihatmu sedang berjalan. Berjalan di rute setapak persis di depan sekolah, sebelah sungai di tepi jalan raya. Rute yang selalu kutunggu di saat kau berangkat. Tak lekang mataku mengawasi keberangkatanmu, di tiap harinya. Walau tak setiap hari aku bisa melihatmu di waktu pagi. Setidaknya, harapan yang terkadang terkabul itulah yang membuatku selalu menantinya.

Selepas itu, kita pun terkadang jalan dengan rute yang sama setelah melewati gerbang sekolah. Kau di depan, aku mengikuti di belakang. Rasa percaya diri selalu kutanamkan, karena itulah hal yang mampu meluluhkan perempuan. Arah jam 1, adalah sudut yang selalu kutatap ketika tak berjumpa denganmu di rute biasa. Berjalan di lorong jalan utama sebelah ruang kepsek. Tepat di depan kelasmu, di lantai dua gedung pertama. di situlah kau berada, dan di titik itulah tatapan kuarahkan. Dan tak jarang juga kau sedang menatap satu titik yang entah di mana, dan kau masih saja menjadi titik yang selalu kutatap. Perlahan kulangkahkan kaki, berharap waktu kan berhenti di detik itu, dan aku tetap memandangmu.

Sudah lewat ternyata, dan waktu tetap saja berjalan. Sudah lewat di depan kelasmu, dan aku tetap saja tak berani memandang ke arahmu, dan ke dalam kelasmu. Walaupun hanya sebatas menengok dari balik jendela. Ada rasa aneh yang kurasa. Aku bukanlah seorang pria tanpa rasa malu. Aku teramat malu untuk setiap hal itu, dan grogi adalah hal paling mendasar di kehidupanku. Sudahlah, sebatas berjumpa tanpa disengaja pun sudah membuatku bahagia.

Lanjut ketika kau ke kantin, hendak sholat, dan lain sebagainya. Otomatis, jendela kelasku adalah perantara yang tak pernah membongkar rahasiaku.

To be continue . . .