Sungguh manusia tempatnya salah dan lupa, nasib. Tapi ya begitulah hidup sebagai manusia. Malaikat pun pernah melakukan salah. Tak ada yang sempurna di dunia dan alam sana, hanya Sang Pencipta yang Maha Sempurna. Eits, kok jadi ceramah ya, bukanya ini kisah remaja? Eee, aku sedikit grogi untuk membahasnya.
Senyuman yang tak sengaja ku tatap ketika hari pertama MOS, adalah hal yang kembali membawaku ke dalam hal yang bernama cinta. Setelah lama diriku tak lagi menjamahnya, namun senyumnya telah meluluhkan kerasnya hatiku. Sosok wanita yang tak sengaja membawa ruh asmara di kala ketidaksengajaan menghampiri kami. Cinta pandangan pertama, walau bukan cinta yang pertama. Semua nyata dan terjadi di hari itu juga tanpa direncanakan dan diperkirakan.
#####
Mulai dari sini, akan ada dua plot antara aku dan Fa, jadi selamat menikmati. Aku bedakan dengan tanda bintang untuk Fa, dan pagar untukku.
* Hai pembaca semua, aku adalah Fa yang telah meluluhkan hati pemeran utama di kisah ini. Sekarang waktuku mengambil alih peran itu, karena aku pun pernah menjadi pemeran utama di hidupnya.
Di hari pertama diriku belum mengenalnya dan bahkan belum jumpa dengannya. Walau lain yang dia rasakan, dia sudah menanam rasa untukku di hari bersejarah itu.
MOS, aku berdiri di belakang pria yang begitu tinggi, dan kukenal dia ketika diriku satu kelas dengannya. Di hari itu aku tak membawa mukena karena ya kesalahanku sendiri tak mendengar pemberitahuan itu di hari sebelumnya. Inilah diriku yang suka ngobrol sendiri tapi berdua dengan teman baruku, hehehe.
Otomatis ketika waktunya sholat diriku hanya bisa ikut barisan yang sedang berhalangan. Memang anak pintar aku ini, selalu ada akal di saat seperti itu. Jujur tak ada sebuah pikiran untuk menambah pacar setelah beberapa waktu lalu diriku berpisah dengan pacar pertamaku. Dan juga karena ada beberapa faktor yang memaksaku untuk tak memikirkan hal itu.
"Hai Fa, inget lho diriku ini masih jadi pemeran utama di kisah ini. Aku hanya minta bantuanmu ikut cerita bareng." Aku.
"Iya deh, kita cerita bareng-bareng. Aku juga gak pandai ngarang kata-kata seindah dirimu." Fa.
"Oke mantan sayang, aku masih sayang lho sama kamu, tapi bohong." Aku.
"Kamu, awas lho! Aku ngambek nanti." Fa.
"Jangan dong, kasian para pembaca penasaran sama kisah ini, mungkin." Aku.
"Yaudah, aku mau cerita lagi!" Fa.
"Galak ya kamu sekarang." Aku.
"Iya, emang. Sakit tau ditinggal kamu dulu." Fa.
"Jangan cerita dulu, kebongkar kan kisah kita." Aku.
"Bodo amat, wkwk." Fa.
"Yaudah, lanjutkan ceritamu. Kalau boleh komentar sebentar, kamu ini memang wanita yang spesial dengan tingkah polos yang konyol." Aku.
"Terima kasih." Fa.
* Jujur aja gak ada kesan yang lebih greget di hari pertama itu kecuali saat di waktu sholat. Aku gak sholat dzuhur, kan pulang sore, hehe.
# Para pembaca, itulah kisah dari Fa. Kalian tau gak? Tapi jelas enggak kayanya. Di hari itu ada sesuatu yang berkesan bagiku, pertama kalinya aku bertemu dengannya, dan jatuh cinta lagi setelah sekian lamanya. Tapi sayang, dia belum menjumpai wajahku ini. Tak apa lah, sudah berlalu juga. Di detik itu, jadilah diriku seorang detektif ulung atas informasi yang begitu minim kumiliki.
"Gantian dong, jangan kamu melulu yang cerita!" Fa.
"Tenang dong Fa, kan kita cerita bareng." Aku.
"Yaudah, oke. Tapi aku cerita dulu, baru kamu boleh nerusin." Fa.
"Siap Sayang, eh keceplosan." Aku.
"Yaudah oke Sayang, eh keceplosan juga." Fa.
# Tertawa lagi kami berdua di saat ini, dan berlanjut lagi kisah kami di masa penantian yang hakiki.
# Baiklah, kalau aku tuh pertamanya biasa aja si ketika ketemu kamu Fa. Dan jujur aja belum paham aku kalau kita satu jurusan. Well, di saat itu kan kamu tahu kalau aku duduk di depan dan kamu di belakang. Di tambah lagi kita beda kelas, iya kan? And now, gak papa kita beda kelas, toh juga akhirnya kita jadian juga.
# Aku agak lupa di saat itu, jadi maaf kalau sedikit hambar kisah ini. Aku belum terlalu ahli. oke kembali ke cerita. Seperti yang kubilang di awal, aku gak sengaja lihat kamu di hari pertama itu. Entah kebetulan ataukah rencana Tuhan, kita bisa dipertemukan dengan waktu yang berbeda di tempat yang sama dan di antara suasana yang tak terduga. So, aku tuh liat kamu secara gak sengaja, dan rasanya beda dibandingkan dengan ketika aku lihat wanita lain.
"Udah deh, itu aja ceritaku di hari pertama." Aku.
"Yaudah, lanjut hari ke-2. Dan ini giliranku." Fa.
* Di hari ke-2, aku gak lupa buat bawa mukena dan sajadah. Jadi, aku bisa sholat dzuhur deh, gak kaya kemarin. Tak ketinggalan, bekal makan siang pun kubawa selalu di ranselku. Aku berangkat pagi, dan masih saja belum jumpa denganmu. Intinya seperti hari yang sudah berlalu, aku suka ngobrol sama temen baru. Ya sesekali lah aku dengerin kakak OSIS ngomong. Momen yang selalu kuingat adalah ketika absensi, aku tuh jadi bisa tahu siapa nama seseorang dari situ. Satu demi satu nama dipanggil, dan tau deh beberapa nama orang yang duduk di depan dan belakangku. Walau hanya sekilas aja sih.
Yang paling kuingat adalah lelaki yang paling tinggi di antara yang lain. Tepat di depanku, hehe karena aku baris di belakang lelaki persis. Dan ya kalian tahu bahwa tinggiku ini jauh dari standar. Tapi bukan dia yang jadi pacarku, karena dia bukan penulis kisah ini. Namanya Hen, satu kelas denganku dan orangnya cukup baik, tapi aku gak suka. Walau tetap kami saling bersahabat layaknya teman biasa.
Kegiatan berlanjut seperti biasa, semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Aku juga sama, walau ada beberapa anak barisan depan yang memperhatikan kakaknya bicara. Hanya paling sekilas kalau lagi khilaf aku dengerin ucapan mereka. Well, materi dari kakak OSIS masuk ke telinga kanan, keluar di telinga kiri.
Udah ah, bosen dengerin mereka bicara. Mending aku cerita lanjutan semua ini. Waktu sholat pun tiba, aku mengambil air wudhu dan perlengkapan sholat. Kami semua sholat secara berjamaah, sekitar 680an siswa belum dikurangi yang halangan dan non-muslim. Aku gak bolong lagi, udah bawa mukena soalnya.
Selepas sholat, waktunya makan bagi kami. Kakak kelas menyarankan kami membawa bekal, dan aku pun demikian. Makan-makan deh dengan teman baru di sini, persis tempatku duduk saat ini, GOR sekolah. Di saat itu, aku tak sadar jika Ahmad telah lama memperhatikanku. Otomatis, aku biasa aja di waktu itu, makan layaknya orang makan. Gak perlu pencitraan juga, toh kalau memang cinta ya saling menerima.
# Iya Fa, aku pun tak mempermasalahkan apa yang ada di kamu, semuanya. Aku terima dengan ikhlas dan lapang dada. Di waktu itu, aku duduk di tribun tempat tas kita ditaruh. Well, karena bekalku saat itu adalah roti seribuan. Berasa jadi orang eropa yang hanya makan roti. Di atas itu, aku dengan leluasa memandangmu tanpa ada penghalang satu pun. Dan aku puas memandangmu yang tak ragu mengulum senyum tanda bahagia. Aku memerhatikanmu dengan amat sangat cermat dan teliti.
Sebelum itu, aku pun mencari-cari dirimu ketika pagi dan intinya di hari itu aku mencarimu. Akhirnya, waktu makan menjadi momen yang tak terduga. Kau duduk tepat di depanku, satu garis lurus dengan tempatku berdiri. Aku gak tahu itu semua karena apa, yang penting aku menikmatinya. Iya jelas kamu gak sadar, kan aku ahlinya jadi mata-mata.
"Udah ceritanya? Aku lanjut lagi nih ceritaku sebagai Fa, udah gak sabar jari ini mengungkap semuanya." Fa.
"Iya udah, silahkan dilanjutkan." Aku.
"Baiklah, mari kita lanjutkan kisah ini, sudah gak sabar kayanya para pembaca semua." Fa.
To be continue. . . .