"Halo, Daiki? Kau dimana?" Tanya Haru di telepon setelah ia mengenakan sepatunya.
"Aku di MRT sekarang. Aku baru pulang dari universitas" Jawab Daiki.
"Eh?! Apa kau sibuk?! Aku ingin mengajakmu datang ke tempat kerjaku sekarang! Aku akan mentraktirmu!". Kata Haru dengan sedikit menegaskan nada suaranya.
"Traktir? Kau ingin mentraktirku alkohol di tempatmu, tuan? Aku sangat bersemangat mendengar niat baik itu" Balas Daiki disertai cengingiran kecilnya yang terdengar seperti sedang meledaknya saat ini.
"Ah, ide bagus. Berapapun yang kau mau, aku akan mentraktirmu sampai kau mabuk tidak bisa berdiri, dan akan kubiarkan kau mengurus dirimu sendiri" Haru tidak ingin kalah dengan mengatakan hal itu.
"Ayolah, Daiki...Aku serius" Lanjutnya.
Keheningan terjadi beberapa saat setelah Haru mengatakan hal itu, hingga terdengar Daiki menghela napas ringan, dan berkata: "Aku belum bisa memastikannya karena aku juga ada janji dengan seseorang saat ini. Aku harus menemaninya mengumpulkan beberapa sampel sebagai bahan penelitiannya besok siang".
"Ah, janji dengan seseorang ya? Hmm...sayang sekali. Kalau begitu sudah dulu. Aku harus segera pergi" Balas Haru dengan lesu sebab rasa kecewanya setelah mendengar perkataan yang baru saja dikatakan oleh Daiki.
Daiki hanya sekedar mengiyakan balasan itu, dan membuat Haru segera menutup telepon yang sedang berlangsung. Padahal dari lubuk hatinya sendiri, ia begitu ingin Daiki menyesalkan perkataannya sendiri dengan berkata: "Baiklah. Aku akan kesana. Aku tidak akan menemani orang itu demi dirimu". Argh! Indahnya imajinasinya saat ini.
Haru pun memasukkan ponselnya kembali, lalu segera membuka pintu. "Hah!".
Haru terkejut saat melihat seorang wanita sedang berdiri di hadapannya, saat ia membuka pintu.
"Reina, kenapa kau disini? Kau tidak lupa kalau malam ini aku bekerja, kan?" Tanya Haru, lalu menghela napas panjang.
Raut wajah Reina terlihat begitu ceriah dengan senyum lebar pada wajahnya. "Sepertinya, aku tepat waktu. Aku ingin kesana bersamamu".
"Tapi, lepaskan scarf yang kau gunakan itu. Aku ada yang lebih bagus untukmu". Lanjutnya, lalu menyodorkan scarf abu-abu kepada Haru.
Haru membeku sejenak; menatap scarf yang digenggam oleh Reina, sembari memikirkan untuk melepas scarf pemberian Kanna atau tidak; hingga ia putuskan suatu hal.
"Hmm, baiklah" Kata Haru sembari melepaskan scarf pada lehernya, dan segera mengambil scarf yang disodorkan oleh Reina, lalu mengenakannya.
Ia pun berbalik untuk meletakkan scarf yang baru saja dilepasnya di atas sofa, lalu mulai pergi menuju bar, tempat kerja paruh waktunya, bersama Reina yang menggandeng lengannya.
.....
"huft! dingin sekali..." Kata Reina dengan menyenderkan kepalanya pada bahu Haru saat berada di perjalanan.
Tangan Haru pun segera bergerak untuk merangkul tubuh Reina yang katanya sedang kedinginan itu. Bukan karena tanpa aba-aba, tetapi ia adalah seorang yang peka terhadap perkataan seorang wanita.
Di perjalanan ini, Reina menceritakan banyak hal. Seperti, pengalaman di universitasnya hari ini, hal lucu apa hari ini, dan banyak lagi. Namun, seperti biasa, pembicaraan seperti ini adalah hal yang biasa bagi Haru sendiri; tidak menarik sama sekali. Dan seperti biasa, ia hanya perlu menjadi pendengar yang baik untuknya saat ini.
"Oi, Haru?!" Suara seseorang sedang memanggilnya dari belakang, hingga membuat Haru dan juga Reina segera berbalik ke asal suara itu.
Haru tersentak kaget, dan segera melepaskan rangkulan tangannya di tubuh Reina saat melihat Daiki sedang menghampiri mereka berdua.
"Kekasihmu?" Lanjut Daiki; menanyai Haru ketika sudah berada di dekat mereka berdua.
"Yap! Kami sudah menjalin hubungan hampir 4 bulan ini" Jawab Reina seketika, dengan begitu bersemangatnya sembari kembali menggandeng tangan Haru begitu kuat.
Daiki tersenyum setelah mendengar pernyataan wanita itu. "Perkenalkan, aku Takayashi Daiki. Haru dan juga aku sudah berteman sejak masih di sekolah dulu".
Wanita itu membalas senyuman yang ia tunjukkan. "Aku Nakao Reina. Salam kenal".
"Aku baru tau kalau Haru mempunyai kekasih yang sangat cantik sepertimu". Kata Daiki dengan melirik sinis ke arah Haru yang sedang berpura-pura untuk tidak menyadarinya.
"Takayashi juga orang yang tampan" Balas wanita itu dengan senyum lebar yang masih setia di wajahnya.
Haru menyeringai melihat mereka mengobrol seperti sedang ingin mengakrabkan diri satu sama lain. Dan senyuman yang Daiki tunjukkan saat ini, membuatnya benar-benar...argh! Menyebalkan! Mereka berdua mengabaikan Haru sebagai pengamat obrolan mereka!
Kenapa dia malah tersenyum seperti itu?!
"Hmm, Reina? Tunggu disini". Segera Haru menyambar lengan Daiki dan membawanya bergerak lebih jauh dari Reina, lalu menanyainya dengan berbisik: "Apa yang kau lakukan disini?!".
"Bukannya kau ingin mentraktirku, bodoh?!" Daiki berbalik menanyai Haru dengan berbisik pula.
"Eh?! Kupikir kau tidak mau! Dasar bodoh!" Jawab Haru dengan berbisik lagi.
"Aku khawatir, orang bodoh sepertimu akan bunuh diri nantinya jika aku tidak menurutimu!" Bisik Daiki.
"Brengsek kau! Tapi, apa kau tidak cemburu saat Reina mengatakan tentang statusnya denganku?!" Balas Haru dengan masih berbisik.
Daiki menghela napas panjang, lalu tangannya bergerak menyambar kepala Haru. "Aw! Apa yang kau lakukan, bodoh?!"
"Berhentilah berbisik seperti itu, bodoh! Kau pikir, dia akan mendengarmu jika kau berbicara normal?! Kau tau, sikap bodohmu semakin terlihat bodoh saat kau berbisik seperti itu!". Tegas Daiki yang geram dengan pembicaraan mereka yang berbisik-bisik tadi.
"Dan apa-apaan dengan pertanyaan bodohmu itu?! Kenapa aku harus cemburu dengan kalian berdua?!" Lanjutnya.
Haru menatap dingin ke arahnya. Bahkan, setelah apa yang Daiki katakan beberapa hari yang lalu, ia belum juga mengakui perasaannya sendiri. Pikirnya. "Brengsek!Sudahlah. Ayo pergi".
Haru pun melangkah menuju Reina yang sedang menunggu, dengan diikuti oleh Daiki yang segera menyusul.
"Ah, Reina. Maaf membuatmu menunggu. Ayo kita pergi. Aku sudah hampir terlambat saat ini" Kata Haru dengan senyum untuk menutupi perasaan kesalnya.
"Bukan masalah" Sahut Reina yang juga tersenyum padanya.
Haru pun mulai melanjutkan langkah dengan merangkul tubuh Reina kembali di sebelah kanannya, dan membiarkan Daiki berjalan sendiri; yang saat ini berada di sebelah kirinya.
Tentunya, ia melakukan hal ini hanya untuk membuat seorang yang dingin seperti Daiki merasakan sebuah kecemburuan, hingga ia mengatakan bahwa ia begitu mencintainya atau tak ingin diabaikan olehnya.
Hanya ilusi jika itu terjadi!
Bahkan, ia sudah menjadi seorang penjahat sekali lagi hanya untuk mendapatkan perhatian dari seorang yang begitu sulit mengungkap perasaan sendiri, Daiki.
.....
Haru melirik ke arah Daiki yang hanya terus terdiam dengan wajah bekunya, lalu kembali melirik Reina yang begitu sumringah pada rangkulan tangannya saat ini.
Dua orang berbeda sedang berada disisinya saat ini. Satu adalah sumber cinta sebenarnya, dan satunya lagi hanya sebagai kepura-puraan semata.
Huft! Sekarang ia yakin bahwa ia benar-benar seorang yang brengsek!
Tangan kiri Haru bergerak perlahan hingga menyentuh jemari Daiki yang dingin, lalu menggenggamnya dengan kuat, seperti tak ingin membiarkannya pergi sekali lagi. Dan seketika membuat wajah Daiki yang putih, terlihat memerah dan segera menoleh ke arah Haru yang tersenyum begitu manisnya.
Haru tersenyum melihat wajah yang terlihat memerah menahan malu. Setidaknya, menggenggam tangannya akan menyadarkannya bahwa perasaan yang ia miliki hanya untuknya seorang; tak peduli dengan siapa raganya saat ini. Pikirnya.
.....
Sepertinya, malam ini, Haru mempunyai dua orang yang harus ia senangkan dengan perlakuan berbeda yang bukan sebenarnya. Perlakuan untuk seorang yang sebagai kekasihnya, tetapi dengan perasaan yang tidak menyertainya. Dan, perlakuan untuk seorang yang menjadi temannya, tetapi dengan perasaan yang jauh berbeda.
Sekarang, ia benar-benar berada pada posisi yang memaksanya memainkan peran sebaliknya untuk dua orang berbeda yang bersamanya saat ini.
*****