webnovel

AKU TERGODA (21+)

Indah yang terus terusan menggodaku, membuatku mencapai batasku menahan hasratku padanya, jika Indah tidak menahan dan mencegahku saat ini...apakah aku benar benar harus berhianat pada istriku?!!! Bahkan Lita istriku lebih cantik dari Indah tapi kenapa aku sampai hati, bermain dibelakangnya bersama Indah. Lita salah satu karyawan ku, dia adalah istri orang namun tak membuatku menyerah untuk mendapatkannya, awalnya aku hanya iseng, tapi lama kelamaan aku mencintainya, apa alsannya?! aku juga masih bertanya tanya, apakah karena aku tahu rahasia suaminya, atau karena aku tahu rasa sakit yang juga dialaminya!?

cesput · Urbano
Classificações insuficientes
62 Chs

Dia

Angin sepoi bertiup membelai kulit dua wanita yang berbeda usia, mereka sedang duduk diatas pasir pantai yang berwarna hitam pulkanik, dihadapan mereka terbentang laut biru yang begitu indah dipandang.

Sambil menatap sekeliling orang-orang yang ramai bermain dipinggiran pantai dan juga para peselancar, mereka berdua menikmati kebersamaan yang telah lama tak dirasakan.

Sambil sesekali memandang kejauhan genangan air tak berujung dihadapan mereka juga orang-orang yang ramai bercanda tawa bermain air, kedua perempuan itu terus saling memberikan senyum bahagia saat mulai bertatapan satu sama lain.

"disini sudah banyak berubah, padahal dulu belum seramai ini" ucap Lita sambil menikmati aroma laut yang terbawa angin menerpa setiap anggota tubuhnya, kedua tangannya menopang tubuhnya dan kedua kakinya menjulur kedepan berharap air laut yang diterpa ombak menyentuh ujung jemarinya.

"hemm... kamu melewatkan banyak perubahan yang terjadi disini" ucap Shella mengangguk pelan, dengan posisi yang sama dengan Lita.

Tidak pernah bosan bagi Shella yang setiap hari berada di pantai ini, bersantai dipinggiran pasir sambil menikmati pemandangan luar biasa didepannya efektif membuat ia melupakan kelelahan mengurus kafe miliknya.

"bagaimana kabar kedua mertuamu?" tanya shella sambil menyelipkan rambut hitamnya yang sedari tadi terbelai angin kebelakang telinga, wanita berumur empat puluh delapan tahun itu masih memiliki rambut hitam yang sehat tanpa uban sehelaipun.

"baik" jawab Lita setelah menghirup nafas dalam.

Shella menoleh kearah keponakan satu-satunya yang duduk tepat disebelahnya, ia menatap wajah Lita yang sedang fokus memandang laut didepan, wajah yang beberapa detik lalu penuh senyum berubah sendu seolah fikiran keponakannya melayang memikirkan hal rumit.

"apa ada masalah?" tanya Shella setelah mengamati mimik wajah keponakannya.

Lita menoleh, dan memberi senyum lebar saat matanya bertatapan dengan mata sang tante yang menyiratkan kekhawatiran, ia tak menggeleng ataupun mengangguk untuk memberi jawaban dari pertanyaan Shella.

"tante..." Lita menelan salivanya sebelum melanjutkan kalimatnya, jantungnya berdebar cepat, berfikir apakah akan bijak jika ia mengutarakan segala permasalahannya saat ini.

"hem?" Shella menaikkan alisnya antusias menanti kelanjutan kalimat keponakannya.

"mamah menyuruhku untuk berhenti kerja dan fokus program kehamilan" lanjut Lita, dan kembali menatap hamparan air yang berombak dihadapannya, berpaling dari tatapan sang tante.

Mata Shella masih belum ikut berpaling dan masih terus menatap wajah samping keponakannya yang kembali murung.

"sepertinya mertuamu sudah sangat menginginkan kehadiran cucu, lakukanlah jika itu yang mereka mau" balas Shella, matanya ikut melihat pemandangan yang sama dengan keponakannya.

"atau mungkin, kau mau menjaga salah satu anak Abirama sebagai pancingan?" sambung Shella menoleh lagi kearah keponakannya.

Lita sedikit terkejut dengan ucapan Shella, sampai ia refleks ikut menatap mata tantenya yang kini fokus menatap dirinya.

"sepertinya mereka akan kerepotan menjaga empat orang anak sekaligus, dan siapa tahu kau bisa segera punya anak" Shella melanjutkan.

Lita menautkan alisnya dan matanya lagi-lagi kembali memandang laut didepannya. "masalahnya..." ucap Lita ragu melanjutkan kalimatnya.

Shella diam menunggu lanjutan kalimat keponakannya, ia kembali menatap Lita yang sudah dua kali ragu dengan ucapannya. "apa masalahnya?" tanya Shella penasaran.

Lita bertemu pandang dengan Shella. "tante..." ia menelan salivanya dan menggantung kalimatnya lagi.

"hem? ada apa?" Shella menjadi tidak sabaran dengan sikap keponakannya, yang sedari tadi penuh jeda.

Lagi-lagi Lita tersenyum lebar kepada tantenya. "apa beliau akan sama persis dengan tante, kalau masih hidup sekarang?".

Shella terdiam mendengar kalimat yang baru saja terucap dari bibir keponakan satu-satunya, pertanyaan itu bukan hal asing lagi ditelinga Shella, karena Lita selalu mempertanyakan hal yang sama.

"entahlah, mungkin... dulu kami masih muda dan terlihat sama persis" jawab Shella diselingi tawa ringan di sela ucapannya.

"kalau begitu, ceritakan hal yang belum pernah aku dengar tentangnya" Lita bergeser menghadap sang tante, dan menyilangkan kedua kakinya duduk manis dihadapan sang tante.

Shella tersenyum tipis "kau sudah mendengar semua kisah masa kecil kami".

"aku ingin mendengar kisah tentang Ayah, Ibu dan Dia, aku belum mendengar cerita lengkap tentang mereka" Lita antusias mengungkap rasa penasaran dibenaknya.

Shella diam, matanya bergetar melihat senyum keponakannya yang terasa palsu. "kau yakin ingin mendengarnya?"

"he-em, aku ingin tahu seberapa besar mereka saling mencintai atau saling membenci" balas Lita penuh keyakinan.

Shella membelai lembut rambut sang keponakan, mengusapnya seolah wanita dihadapannya masihlah seorang gadis belia.

***

"ck, kenapa teleponnya enggak aktif dari kemarin" gerutu Leo, setelah mencabut aerphone bluetooth dari telinganya, ia mencoba menghubungi istrinya selama perjalanannya ingin menjemput Lita di tempat kerja.

Terakhir mereka bertemu di hari minggu, dan kemarin senin ia bersama Indah di apartemen, jadi hari selasa ini waktunya ia menjemput Lita dan bermalam dirumahnya.

Leo berharap mobilnya bisa bergerak cepat diantara kerumunan mobil lainnya, namun harapannya pupus karena jalan sore ini begitu macet.

Wajahnya terlihat kesal dan tidak sabaran, bukan hanya karena keadaan jalan, tapi fikirannya terlalu rumit membayangkan jika istrinya pulang dengan lelaki yang sudah terlanjur ia benci.

"sumpah... cepet jalan... argh shit" gerutunya lagi, sambil menekan klakson mobil sebagai pelampiasan.

Sekali lagi Leo mencoba menghubungi Lita, berharap panggilannya terhubung, namun tetap sahutan yang sama yang ia dapat. Sambil melajukan mobil yang pelan merambat dijalan, Leo hanya berharap semoga istrinya tetap menunggu sampai ia tiba di sana.

Langkah Leo lebar berjalan di sekitar koridor mall mewah itu, tatapan matanya fokus hanya melihat kedepan berharap untuk secepatnya bertemu Lita dan membawanya pulang, sebelum lelaki yang sudah terlanjur berada difikirannya yang mengantar pulang istrinya.

"bang Leo!" sapa salah satu staff perempuan yang kebetulan sedang tidak menghandle customer.

"hai Mel, Lita masih didalam?" Sapa balik Leo.

Melani terdiam heran dengan pertanyaan lelaki dihadapannya, bagaimana bisa sosok dihadapannya itu tidak tahu kalau wanita yang dicarinya sedang cuti, padahal yang ia tahu mereka berdua pasangan suami istri.

"bilang ke Lita kalau abang sudah sampai, teleponnya enggak aktif dari tadi abang hubungi" lanjut Leo menjelaskan.

Melani menaikkan alisnya, makin bingung dengan keadaan ini.

"kok kamu diam aja, Mel?" Leo menautkan alisnya menatap Melani yang tidak beranjak dari tempatnya, karena biasanya perempuan ini akan langsung berlari kedalam untuk memanggil istrinya.

"kak Lita kan sedang cuti dari hari senin kemarin" jawab Melani ragu-ragu. "emang abang enggak tahu?" tanya melani dengan wajah sepolos mungkin.

Leo diam mendengar ucapan Melani, ia tak mampu menjawab pertanyaan yang tentu saja sudah jelas jawabannya, sebagai seorang suami yang istrinya sedang cuti, ia tak tahu apapun.

"ada apa ini?" suara lelaki yang tak asing lagi ditelinga Leo terdengar cukup dekat disampingnya. Leo menoleh kearah lelaki yang baru saja bertanya.

"ini suaminya kak Lita, nyari kak Lita pak" Melani menjelaskan pada Manager Area salah satu anak bos besarnya.

"lanjutkan pekerjaanmu kembali" ucap Alex memberi perintah. Melani mengangguk dan langsung meninggalkan mereka berdua.

Alex tersenyum miring, penuh kebencian dan perasaan licik yang puas melihat lelaki dihadapannya membeku putus asa. "suami macam apa yang tak tahu keberadaan istrinya sama sekali"

"bukan urusanmu" balas Leo dingin sambil menusukkan kilatan mata geram pada Alex, kemudian ia langsung melenggang pergi meninggalkan lelaki yang baru saja menyindirnya.

Alex kembali memberikan smirk miring, sambil menatap punggung lelaki yang tengah kesal itu perlahan menjauh dari pandangannya.

Sejujurnya ia juga putus asa karena sulit menghubungi wanita pujaannya dari kemarin, namun setelah mengetahui faktanya sekarang, ia cukup puas, karena bukan dirinya saja yang diabaikan Lita.