56 Orang Asing

Terik matahari menyengat kulit tanpa ampun menyerap panas kedalam tubuh orang-orang yang saat ini sudah ramai berlalu lalang disekitar pantai.

Bukan hanya sekedar untuk bermain air di pinggir laut, dan membangun istana pasir disana, banyak para peselancar yang sudah bersiap untuk berteman dengan ombak agar mau menuntun laju papan selancar mereka.

Saat ini mata Lita fokus memandang tampilan laut dihadapannya, genangan air tanpa ujung yang terbentang Indah berwarna biru membuat hatinya sedikit lebih tenang mengingat kenyataan pahit hidupnya.

Setelah Adisri menyelesaikan tugasnya untuk mengantar Lita menuju echo beach, ia segera berangkat kekampusnya dan meninggalkan Lita di sisi pantai yang lumayan jauh dari kafe.

"kak aku buru-buru banget, aku antar kakak sampai sini yah, jangan marah, ini salah kakak juga loh yang bangun siang, bye!" cerocos Adisri beberapa menit lalu sebelum meninggalkan kakak sepupunya.

Lita tak keberatan walau hanya diatar setengah jalan oleh adik sepupunya, bahkan menurutnya ini sebuah kesempatannya untuk menikmati pemandangan laut yang menenangkan mata.

Sambil berjalan santai Lita melangkah diatas pasir pantai echo beach yang berwarna hitam pulkanik, bukan hanya kafe milik Tantenya, ia juga melewati banyak kafe lain yang ada disepanjang pinggir pantai Echo Beach yang disinggahi para turis asing.

Angin Laut mulai mengibas rambut terurai Lita, dan menyibak outer kimono pantai bermotif bunga milik Lita.

"Hai, kamu kakak sepupu Adisri, kan?!" sapa salah satu lelaki bule berambut pirang ikal sebahu dengan bahasa inggris yang kental.

Lita diam menghentikan langkahnya saat dihadapannya sudah berdiri empat orang pria yang kemarin berbincang dengan Adisri, yang sempat ia temui di kafe milik tantenya.

"Hai, bagaimana kabarmu? sedang apa kamu sendirian disini?" sapa pria asing lainnya yang berambut pirang pendek, yang juga kental berbahasa inggris

"kamu sendirian? boleh kami bergabung dengan mu?" tanya pria berambut sedikit gelap dengan alis mata tebal pekat.

"oh, enggak perlu, saya hanya ingin sendirian" jawab Lita menggunakan bahasa inggris juga, dengan perasaan sedikit takut karena mereka berempat pria asing yang tak dikenalnya sama sekali, Lita berharap dengan jawabannya barusan bisa membuat mereka meninggalkannya sendirian.

"kenapa? kita bisa berbincang lebih lama sambil berkeliling pantai" ucap pria bermata biru dengan rambut perak sedikit cepak.

"iya, disini terlalu berbahaya jika kamu sendirian" sambung pria dengan rambut sebahu.

"bahaya?! kelihatannya, kalian yang lebih berbahaya dari siapapun" gerutu Lita mencoba menghindar dari kepungan para pria itu.

"apa? apa yang baru saja kamu katakan, tolong dengan bahasa inggris" protes pria berambut gelap setelah mendengar gerutuan Lita.

"saya bilang, saya ingin sendirian, kalian bisa pergi lebih dulu" balas Lita dengan suara sedikit kencang, sambil menahan kesal.

"kenapa? kenapa harus sendirian? lebih banyak orang, itu lebih baik dan seru" ucap pria berambut ikal sebahu tak terima dengan penolakan Lita.

"Honey! honey! kamu kemana saja aku cariin loh" timbrung satu pria asing lagi yang secara to the point bersikap seolah ia adalah pacarnya Lita, dengan bahasa Inggris yang juga kental.

Pria yang baru datang tadi melanjutkan ucapannya dengan bahasa yang tidak dimengerti Lita, bahkan terdengar sangat asing ditelinga Lita.

Namun entah apa yang diucapkannya sampai keempat pria yang keras kepala itu akhirnya pergi berpamitan dan menjauh dari Lita serta pria yang baru saja mengaku sebagai pacar Lita.

"hai, kamu baik-baik saja?" tanya pria yang baru saja mengaku sebagai pacar Lita, masih dengan bahasa inggris.

Tanpa menjawab Lita langsung berjalan cepat menghindar dari lelaki yang sok akrab dengannya itu.

"Hei!" pekik si pria sambil ikut berjalan dibelakang Lita.

Langkah Lita semakin lebar dan cepat sambil sesekali menoleh kebelakang, dan ternyata pria itu masih saja berada dibelakangnya seolah mengikutinya, Lita hanya berharap segera sampai di kafe tantenya untuk melarikan diri dari pria yang mungkin berbahaya itu.

"om! om Aryan! tolong! tolongin Lita om! Lita diikutin terus sama cowok aneh itu om! kayaknya dia punya niat jahat ke Lita om" suara Lita tersenggal-senggal mengadu kepada omnya sesampainya didepan enterance bangunan kafe, sambil menunjuk kearah belakangnya tanpa menoleh lagi.

Aryan yang langsung menoleh kearah tangan yang dituju Lita malah tersenyum ramah pada pria yang baru saja diadukan oleh keponakannya.

"Hai Guilio!" sapa Aryan penuh semangat menyambut pria bule dengan kulit yang sudah sedikit kecoklatan akibat ulah sinar matahari.

"om kenal orang itu?" tanya Lita keheranan, dengan alis terangkat dan nafas yang masih tersenggal.

"tentu! dia teman om" terang Aryan bersemangat.

Pria yang disapa Guilio langsung mendekat kearah Lita dan Aryan yang masih berdiri dienterance bangunan kafe seolah sedang menyambut kedatangannya.

"Hai Aji! kita jadi surfing hari ini kan?!" seru Guilio yang sudah mendekat dan kemudian berdiri disamping Aryan sambil menepuk pelan pundak lelaki yang terlihat hampir sama tuanya dengan ayahnya.

"ah... sepertinya tidak bisa, Adisri akan pulang malam, karena ada acara dikampusnya" jawab Aryan dengan logat Bali yang kental, karena ia orang asli Bali.

"oke, kalau begitu lain kali saja, Aji" jawab Guilio dengan bahasa Indonesia yang fasih dan sedikit logat Bali.

Lita terbengong menatap dua lelaki dihadapannya berbincang, terlebih keheranannya dengan kefasihan pria yang bernama Guilio berbahasa Indonesia.

"kenalkan, ini keponakan saya, namanya Lita" Arya langsung memperkenalkan Lita kepada Guilio.

"hai, saya Guilio, salam kenal" sambut Guilio sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Lita.

"huh? em... saya Lita" ucap Lita kikuk dan menyambut uluran tangan Lelaki ber iris mata hazel itu.

"Lita mana cowok yang kamu bilang...."

"om! Lita mau bantu tante didapur" Lita memotong ucapan Aryan dan langsung melenggang pergi, masuk kedalam dapur.

Sekarang gantian Aryan yang keheranan melihat tingkah keponakannya.

"padahal tadi dia minta tolong, bilangnya ada cowok aneh yang ngikutin, sekarang malah masuk kedalam begitu saja" gerutu Aryan yang terdengar oleh Guilio.

Pria dengan iris hazel itu hanya tersenyum mendengar gerutuan Aryan, yang ia sadari jika cowok yang dimaksud itu adalah dirinya sendiri.

***

"kamu baru datang? bagaimana tidurmu, nyenyak?" Tanya Shella sambil memotong mentimun, setelah mendapati keponakannya masuk menemuinya didapur.

"iya, nyenyak tan" jawab Lita sambil mendekat ke samping Shella. "sini tan, Lita bantu" Lita bermaksud meringankan pekerjaan tantenya.

"enggak perlu sayang, kamu nikmatin liburan kamu saja, jangan malah membuat diri kamu kelelahan disini" ucap Shella menolak tawaran Lita.

"enggak lelah kok tante, lagi pula aku sendirian, iseng kalau enggak ngapa-ngapain, biar Lita bantu yah" balas Lita.

Shella tersenyum lembut dan membelai lembut pucuk kepala sang keponakan. "kamu itu paling keras kepala kalau dibilangin, yaudah kalau begitu kita nikmatin pemandangan didepan aja yuk" ajak Shella dan menghentikan kegiatannya, kemudian mengenggam tangan Lita menuntunnya keluar dari dapur.

avataravatar
Next chapter