Pukul tujuh pagi Anna sudah benar-benar siap dan memang Aksel itu sangat disiplin, sebelumnya Anna sudah membicarakannya dahulu karena tak melihat Aksel namun ia salah.
Justru sebelum Anna keluar rumah Aksel sudah ada di depan rumahnya.
"Bu, Anna pergi dulu," pamit Anna karena bagaimana pun itu tetap Ibunya.
"Hati-hati ya," ucap Ibunya seraya memperhatikan Anna meninggalkan rumah.
Anna menghampiri mobil Aksel, di dekat mobil tersebut ada seseorang yang sudah menunggu dan membantu Anna membawa kopernya. Orang tersebut tentu pegawai Aksel.
"Terima kasih," ucap Anna seraya menunduk dan mulai masuk mobil.
Saat itu Aksel tidak menyetir, melainkan dengan supirnya namun ia tetap duduk di kursi depan.
Kali ini, Anna cukup deg-deg an karena ini merupakan kali pertamanya naik pesawat apalagi dengan orang yang terbilang masih baru dikenalnya.
Perasaan dalam dirinya terus tak menentu, ia tak tenang tetapi Anna berusaha untuk tenang.
Sesampainya di bandara, supir tersebut yang membawa kedua koper tersebut.
"Saya saja, Pak enggak apa-apa kok," Anna meraih kopernya.
"Ini sudah menjadi tugas saya, Bu."
Anna tidak menolak, ia hanya mengikuti langkah Aksel saja. Saat itu memang tak lama setelah mereka sampai di sana langsung check in dan segera terbang menuju tempat yang akan ditujunya.
Mereka duduk bersebelahan dengan fasilitas pesawat yang berbeda, siapa yang tak mengenal Aksel. Akan menjadi suatu kehormatan maskapai jika Aksel hendak menggunakan maskapai tersebut.
Anna masih mengatur detak jantungnya, ia merasa lebih berdebar ketika hendak dicegat orang jahat dibandingkan saat ini.
"Kamu kenapa?" tanya Aksel membuyarkan lamunan Anna yang ke sana ke mari.
"E—nggak pak, saya…" kalimat Anna terhenti dan memandangi Aksel.
Jelas Aksel heran dengan Anna yang memperhatikannya. Alisnya naik seolah bertanya pada Anna. Kemudian Anna berbisik pada Aksel, "Ini pertama kalinya saya naik pesawat, Pak."
Aksel hendak tertawa lebar namun ia sadar sedang berada dalam pesawat dan ia hanya tertawa ringan saja, jelas dengan nada yang mengejek Anna.
Rasanya Anna menyesal mengatakan kalimat demikian.
Tidak lama kemudian seorang pramugari membawakan makanan untuk mereka.
Melihat makanan tersebut membuat Anna takjub kembali, selain ia takut tetapi bercampur haru dan rasa senang. Karena bekerja dengan Aksel inilah ia bisa melakukan hal yang tak biasa atau hal yang hanya ia impikan saja.
Penerbangan mereka sekitar 2 jam saja, dan setelah itu mereka menuju hotel, sebelum itu mereka harus menunggu mobil khusus yang menjemput mereka.
"Selamat siang, Pak. Silakan beristirahat saja di dalam ruangannya sudah disiapkan."
Seorang petugas bandara mempersilakan Aksel untuk menuju tempat beristirahat menunggu mobil yang akan menjemputnya ke hotel, ini sebenarnya hal yang tak disukai Aksel yakni menunggu.
"Saya ke dalam juga Pak?" tanya Anna yang tak mengerti.
"Ke mana saya pergi kamu ikut saya."
Anna berdiri meraih kopernya dan koper Aksel, namun Aksel melarangnya untuk membawa koper miliknya.
"Bawa saja milikmu," ucap Aksel dingin.
Mereka berjalan menuju satu ruangan yang sudah lengkap fasilitas khusus tamu VIP. Makanan pun sudah disediakan.
Aksel yang tak sabar ia terus memainkan ponselnya untuk pergi ke hotel segera.
"Masih lama?"
["Mungkin 15 menit lagi, Pak. Maaf ya Pak."]
"Kalau tahu saya tiba pukul berapa harusnya kamu tahu tiba di bandara pukul berapa, jangan sampai say menunggu!"
Seperti itulah Aksel, ia akan memarahi pegawainya yang menurutnya 'tak becus' dengan tugasnya.
"Kamu kenapa lihat saya begitu?" tanya Aksel yang melihat Anna memperhatikannya.
"Enggak kok Pak."
"Kalau kamu mau makan silakan makan dulu di sini, masih lama sepertinya."
Anna hanya menganggukkan kepalanya, karena ia merasa lapar sebab makanan yang ada di pesawat tak begitu cocok di lidahnya, ia mulai berjalan menghampiri derrtan makanan yang sudah disediakan.
Piring datar berwarna putih sudah digenggam, perlahan terpenuhi dengan makanan. Anna melahap makanan tersebut dengan senang, karena ia bebas memakannya. Tiba-tiba saja ia berhenti makan.
"Pak Aksel."
Aksel hanya berdeham saja tak melirik Anna sedikit pun.
"Ini bayarnya mahal?"
Barulah Aksel melirik ke arah Anna.
"Kamu pikir semuanya harus dibayar kalau kau pergi sama saya? Bisa jadi semuanya gratis kalau pergi sama saya."
Anna menelan kasar salivanya, ia tak menyangka kalimat tersebut diucapkan oleh Aksel dengan percaya dirinya, tapi memang itu juga kenyataannya.
Mendengar kalimat itu Anna kembali menikmati makanannya dengan lahap, Aksel diam-diam memperhatikan Anna yang sedang lahap makan.
Kursi yang sedari tadi di depan Anna rapi, kini mulai ditarik oleh Aksel. Melihat itu Anna pun heran bahkan ia terkejut, mengapa tiba-tiba Aksel duduk di hadapannya dan memperhatikan ia makan.
"Ada yang salah sama saya Pak?"
"Lihat kamu makan, saya jadi lapar."
Anna mengernyitkan keningnya. Aksell mulai mengambil makanan dan memang melahap makanan tersebut di meja yang sama dengan Anna.
Melihat Aksel makan di hadapannya, Anna terdiam ia tidak melanjutkan makannya. Ia heran mengapa bisa seorang Aksel Birendra di hadapannya. Oh bukan, tepatnya bagaimana bisa Anna satu meja makan dengan seorang Aksel Birendra, sang CEO ternama.
"Kamu mau lihat saya makan saja?"
"Pak, saya kaget lagi."
"Apalagi Anna?"
"Ini Bapak sadar kan makan satu meja sama saya?"
"Kamu masih belum cukup pintar rupanya, ini di luar Anna. Semuanya tahu kamu pacar saya, kalau saya makan dengan ruangan terpisah sama kamu yang ada Cathlin akan mendekati saya lagi."
"Oh karena itu," jawab Anna cuek, seperti orang yang cemburu.
"Jadi kamu mau alasan apa memangnya?"
"Enggak ada kok pak, lagian juga sering sih makan satu meja, eh enggak kok," Anna mengingat-ingat kapan ia berada satu meja dengan Aksel.
Ternyata ini bukan kali pertamanya, teyapi Anna merasakan hal yang berbeda saja dari perlakuan Aksel padanya.
Aksel tidak menjawab apa pun, ia meneruskan makannya, begitu pun Anna yang melahap kembali makanannya hingga selesai.
20 menit sudah berlalu, akhirnya mobil yang menjemput mereka sudah tiba, perjalanan ke hotel pun dimulai.
Anna diminta Aksel untuk duduk di depan saja, sedangkan ia duduk di belakangnya.
"Ini Frans, orang yang akan mengantar kita ke mana pun ketika di sini, kalau butuh bantuan bisa juga panggil dia," ucap Aksel memperkenalkan supit tersebut.
Sepertinya semua orang suruhan, pegawai atau orang kepercayaannya selalu yang berbadan besar dan berwibawa, bukan hanya itu terlihat menyeramkan.
Mereka sudah sampai di hotel tersebut, Anna dan Aksel segera menuju kamar mereka.
Kedatangan mereka disambut ramah, namun ada yang berbeda. Jika kebanyakan atasan akan meminta untuk diantar ke kamarnya atau bahkan dibukakan pintunya, Aksel tidak begitu. Ia membawa kartunya dan kartu milik Anna.
Aksel berhenyi pada kamar nomor 407, ia membuka kamar tersebut membawa kopernya, Anna sontak mengikutinya saja. Tidak ada arahan lain dari Aksel.