webnovel

Aksara Rindu

Warning!!! *** Cerita ini hanya akan membuatmu jengkel, kesel, marah, nangis, ketawa sampai senyum-senyum sendirian dan baper kepanjangan. Jangan baca kalau ngak kuat hehehe... Pernah tidak pria yang kalian cintai punya sahabat wanita dari kecil dan yang menyebalkannya lagi dia lebih mementingkan sahabatnya dari pada kita sendiri yang katanya orang yang dia cintai. Bagaimana rasanya mencintai pria yang berstatus suami, namun dia masih sering bertemu dengan wanita lain yang tak lain sahabat kecil suamimu di belakang kalian diam-diam tanpa memberikan penjelasan apapun? Pasti kalian akan sedih dan muak! Namun kadang kalian hanya bisa pasrah, karena takut kehilangan... Inilah kisahku yang memilih untuk menjadi wanita bodoh hanya karena seorang pria.... **** "Bumi begitu hebat ia bisa menampung gelap dan cahaya, juga duka dan suka secara bersamaan baik hujan, salju, badai, ledakan, tsunami dan lainnya. Hal itu membuatku ingin menjadi bumi yang bisa mencintai pagi dan malammu, sedih dan sukamu secara bersamaan, baik dalam waktu dan ruang yang sama ataupun berbeda," Ahwan Anggara Putra. Definisi Rindu?? "Rindu itu tanda enggan kehilangan. Akan selalu ada tangis di setiap kerinduan. Karena cinta sejati akan selalu mengeluarkan airmata rindu." Sheila Laksani. "Rindu adalah jeda untuk lebih mencintaimu." Ahwan. *** Created on 28 February 2019 Finished on 16 June 2019

wgulla_ · História
Classificações insuficientes
12 Chs

Bab 9

Yuk jangan lupa Vote And Coment 😘😋 voting cast buat Ahwan berakhir sampe hari Minggu yuk pilih....

*****

Ahwan menyeret Sheila masuk ke dalam rumah tanpa mempedulikan ringisan rasa sakit Sheila. Hati Ahwan dipenuhi kecemburuan melihat Sheila bersama Valdo. Pria yang ia tahu sebagai sahabat masa kecil Sheila. Ia tidak suka melihat keduanya begitu dekat, apalagi tadi Sheila berusaha menunjukkan aurat yang seharusnya hanya di lihat olehnya. Hanya dia yang boleh melakukan itu.

"Mas sakit," Ahwan langsung menghempaskan Sheila ke ranjang. Menatap Sheila dengan penuh amarah. Ia tidak peduli dengan ucapan Sheila.

"Kamu lupa dengan apa yang pernah saya bilang. Jangan dekati Valdo," Ahwan mengingatkan Sheila dengan apa yang dulu pernah ia katakan. Ahwan takut jika Sheila berpaling ke Valdo. Karena Ahwan tahu jika Valdo sangat menyukai Sheila.

"Saya tidak suka melihat kamu bersama Valdo. Kamu mau selingkuh di belakang saya?" Tuduh Ahwan, perkataan itu membuat Sheila meringis seharusnya dialah yang mengatakan itu pada Ahwan bukan sebaliknya.

"Lalu yang mas lakukan bersama Nada. Itu bukan selingkuh?" Dengan nada yang sedikit takut Sheila mengeluarkan itu. Tentu saja hal itu membuat Ahwan terdiam, karena apa yang Sheila ucapkan ada benarnya walau tidak sepenuhnya benar.

"Mas juga bertemu dengan mbak Nada bahkan mendonorkan darah untuk mbak Nada." Ujar Sheila penuh kemarahan. Airmatanya mengalir tanpa ia minta karena rasa cemburunya.

"Saya memiliki alasan untuk itu. Sedang kamu dan Valdo?"

"Alasan apa mas? Alasan yang membuat kamu lebih memilih dia. Kenapa mas tidak menikah saja dengan mbak Nada? Apa semua kata Cinta yang mas katakan pada Sheila adalah kebohongan? Apa mas mau bilang jika kalian sahabat dari kecil? Lalu apa bedanya aku dengan Valdo? Kami juga bersahabat dari kecil." Sheila terisak menahan rasa sakit. Hatinya yang perih dan juga kakinya yang tertatih-tatih. Semua rasa sakitnya melebur jadi satu hanya karena pria di hadapannya. Baru kali ini Sheila merasa sakit, sebelumnya ia tidak pernah hidup seperti ini. Apa salahnya hingga tuhan mengujinya seperti ini?

"Dengar Sheila, I only love with you, no other women. Saya punya alasan besar yang tidak bisa saya katakan. Tapi satu hal yang harus kamu tahu. Nada sakit, dia mengidap penyakit Von Willebrend Disease . Ketika terluka darahnya akan sulit di hentikan. Saya harus melindungi dia," Sheila terkejut mendengar itu pantas saja ketika dia melihat kaki Nada darah yang mengalir dari sana sulit sekali berhenti bahkan ketika di bebat sekalipun dengan baju Ahwan.

"Lalu apa hubungannya dengan mas? Kenapa harus mas yang menjaganya? Dia bukan tanggung jawab mas, tapi aku?" Ahwan menghela napas kasar kemudian mendekat ke arah Sheila meraih tangan gadis itu. Menggenggam erat tangan gadis yang paling ia cintai itu. Lalu menghapus airmata yang mengalir di pipi Sheila. Ahwan merasa bodoh karena membuat istrinya menangis karena kebodohannya.

"Dengar Sheila, Saya memiliki darah yang sama dengan Nada. Darah Nada sangat langka dan dari kecil saya sudah mendonorkan darah saya untuk dia. Dari kecil dia sudah menjadi tanggung jawab saya. Saya sudah ditakdirkan untuk menjaga dia."

"Kalau begitu mas menikah saja dengan Nada, ceraikan Sheila jika kehadiran Sheila hanya jadi pengangguran di antara kalian." ujar Sheila dengan nada merajuk. Ahwan mengembuskan napas, ia menatap Sheila lembut. Ia berusaha mengontrol emosinya walau sebenarnya ia marah dengan apa yang Sheila katakan.

"Saya hanya akan menikah dengan wanita yang saya cintai. Percaya sama saya, saya tidak mencintai Nada, saya tidak pernah memiliki perasaan lebih dan saya tidak akan pernah menikah dengan Nada. Bagi saya hanya kamu yang dapat menggenggam hati ini. Saya dan Nada hanyalah sebatas amanah yang telah diberikan kepada saya sejak saya kecil hanya itu." Sheila mencari kejujuran di wajah Ahwan. Pria itu nampak tulus mengatakannya. Mungkin Ahwan terbebani dengan janji pria itu pada ayah Nada. Sheila menghela napas, kemudian ia menarik leher Ahwan mendekat ke arahnya memeluk pria itu. Ia berusaha memahami Ahwan pasti berat berada di posisinya sekarang.

Sheila memeluk Ahwan erat. Walau ia belum terima, jika ia harus berbagi dengan Nada. Tapi ia percaya jika Ahwan tidak akan meninggalkannya. Ia hanya memberikan Ahwan kesempatan, jika pria itu pada akhirnya jatuh cinta dengan Nada. Sheila siap menerima resikonya.

"Kamu percayakan sama saya," ujar Ahwan sekali lagi. Sheila mengangguk pelan. Ahwan tersenyum kemudian meraih dagu Sheila mencium gadis itu dengan lembut. Lama kelamaan ciuman Ahwan semakin menuntut bahkan ia semakin merapat tubuhnya ke Sheila. Ahwan menatap Sheila sejenak meminta persetujuan untuk meminta hal yang lebih dari sekedar ciuman, sorot matanya  menatap Sheila penuh gairah. "Apakah boleh?" Sheila mengangguk sebagai persetujuan.

Ketika Ahwan mencium bibir Sheila kembali. Sheila meringis kesakitan ketika kakinya bergesekan dengan Ahwan. Ahwan menyadari itu langsung melepaskan ciumannya. Pria itu menatap khawatir ke arah Sheila.

"Kamu baik-baik saja,"

"Hanya sedikit terluka." Ahwan yang tidak puas dengan jawaban Sheila. Ia langsung membuka rok Sheila dan menurunkan kaos kaki Sheila. Tepat seperti dugaannya jika kaki Sheila terluka. Ahwan jadi bersalah karena tadi dia menyeret Sheila dengan keras, pasti Sheila kesakitan sepanjang perjalanan. Ahwan merutuki kebodohannya yang terlalu egois dengan orang lain.

"Tunggu sebentar," Ahwan bangun dari tubuh Sheila.  Walau Ahwan sebenarnya tidak rela, karena menahan gairahnya. Tapi ia tidak  ingin Sheila mencapnya sebagai pria yang brengsek karena lebih mementingkan nafsunya dari pada luka yang dirasakan Sheila.

Pria itu keluar dari kamar untuk mencari sesuatu sedang Sheila terdiam di atas ranjang. Ia merasa bodoh sekali, tadi dia menangis karena Ahwan dekat dengan Nada. Tapi bisa-bisanya dia dengan mudah luluh kembali dalam pelukan pria itu.

Sheila merasakan perih di lutut ketika ada cairan dingin membasahi lukanya. Ternyata Ahwan sedang membersihkan lukanya. Sheila terpaku melihat Ahwan yang sibuk merawat lukanya. Pria itu masih mengenakan kemeja yang lengannya sobek. Sheila meringis melihat itu, suaminya bisa berlaku baik pada siapapun. Bukan hanya dengan dirinya.

"Kenapa bisa terluka?"

"Tadi jatuh,"

"Maaf soal tadi," Ahwan tahu ia bersalah karena langsung menuduh Sheila. Ia juga tidak tahu jika Sheila terluka, dan tidak mungkin Sheila mencelakai Nada. Ia tadi begitu khawatir dan emosi karena melihat darah yang mengalir di kaki Nada begitu banyaknya.

"Sheila tidak mendorong mbak nada."

"Saya tahu," Ahwan tersenyum kemudian dia menempelkan hansaplast di lutut Sheila dan menciumnya berulangkali. Dengan merapalkan mantra, "cepet sembuh sayang," hal itu membuat Sheila merona karena Ahwan mencium lukanya dengan bibir pria itu. Ahwan seakan-akan tidak jijik malah terlihat senang dengan apa yang ia lakukan.

"Soal tadi lupakan saja. Saya merasa bersalah karena telah melakukan itu. Maafkan saya Sheila karena telah menyakitimu." Sheila mengangguk mendengar itu.

Kemudian Ahwan menyentuh wajah Sheila membawanya mendekat dan mencium gadis itu kembali. Sheila membalasnya, lalu mengangguk ketika Ahwan meminta izin untuk menyentuhnya. Sheila membiarkan Ahwan menyentuhnya meleburkan gairahnya, hingga mereka terbawa dalam pusaran gairah dan melupakan kejadian tadi seakan tidak pernah terjadi apapun dengan sentuhan yang Ahwan berikan di tubuh Sheila.