Jangan lupa Vote and coment. Gimana we try 10.000 Viewer Reader in this story, can we? 😘😘😍😍 Buat yang mau temenan di Instagram bisa follow aku @wgulla_ nanti saling follback hehehe....
****
"Bantuin gua ngerjain tuh anak." Nada membisikkan hal ini pada salah satu temannya Ranti. Ya dia agak sebal kemarin, karena Ahwan tidak seperti biasanya yang mau menemaninya sampai malam. Pria itu hanya menemaninya nonton dan langsung pulang dengan alasan sang istri sudah menunggunya dari rumah.
"Gila bahaya Nad." Tolak Ranti.
"Udah sih gak papa. Lagian tuh bocah ngk kayak gua yang kena luka dikit darahnya ngalir terus."
"Nanti kalau gua di hukum gimana," ujar Zahra merasa panik.
"Udah sih tenang aja. Gua yang ngatur nanti. Kalo berhasil gua traktir belanja sepuasnya," Nada berusaha meyakinkan teman-temannya. Mumpung Sheila sedang sendirian. Ia bisa mengerjai anak itu. Masih adik tingkat saja sudah belagu. Ahwan juga kenapa bisa jatuh cinta segala sama tuh orang. Nada bersungut-sungut menatap Sheila penuh kebencian.
Sesuai instruksi ketika Sheila dekat dengan mereka. Ranti dan Zahra langsung menjatuhkan pot bunga dari lantai atas, sedangkan nada di bawah bersembunyi di balik pohon. Tapi yang terjadi malah sebaliknya Sheila di dorong Valdo hingga pot itu jatuh tidak mengenai Sheila namun sialnya lutut Sheila lecet karena jatuh.
Nada mengumpat kesal karena rencananya gagal. Ia langsung mendatangi Sheila pura-pura prihatin.
"Kamu baik-baik saja," ujar Nada sambil menolong Sheila. Sheila tersenyum menanggapi itu. Kakinya sakit tapi ia berusaha kuat untuk berdiri.
"Aku baik-baik aja kak," Nada yang ingin membantu Sheila malah terjatuh. Perempuan itu bersikap seolah-olah karena Sheilalah dirinya jatuh. Kaki nada tergores panjang, kakinya tidak sengaja terkena pecahan pot yang tajam itu karena Nada mengenakan rok selutut hari ini. Darahnya terus mengalir tanpa berhenti.
"Awhh," rengek Nada. Ternyata saat itu ada Ahwan yang datang menghampiri mereka di latar gedung Fakultas Teknik.
"Kamu tidak apa-apa,"
Sheila terpana melihat Mas Ahwan datang. Pria itu langsung menghampiri Nada. Ahwan belum menyadari kehadirannya. Bahkan pria itu terlihat sangat khawatir dengan Nada. Sheila menelan ludahnya pahit, melihat Ahwan menghawatirkan wanita lain selain dirinya. Bahkan pria itu merobek kemejanya untuk menghentikan pendarahan Nada. Tentu saja hal itu menarik perhatian banyak orang. Semua orang terpana seakan menyaksikan adegan romantis, sedang Sheila terdiam seribu bahasa dengan air mata yang di tahannya.
"Kamu lain kali jangan bersikap seenaknya dan kekanakan, apalagi bersikap kasar dengan mendorong orang lain. Kamu itu perempuan harusnya bersikap lembut apalagi kesesama perempuan. Kalau punya masalah dilakukan dengan baik-baik, dia tidak bisa terluka seperti kebanyakan orang," Ahwan berpaling memarahi gadis yang menundukkan kepalanya itu. Ia belum menyadari jika orang yang dia marahi adalah istrinya.
"Kalau sampai terjadi apa-apa pada Nada. Saya akan menuntut kamu, tidak peduli jika kamu perempuan sekalipun."
"Maaf," suara itu membuat Ahwan terdiam. Suara yang sangat Ahwan kenali, Nada tersenyum di sela rasa sakitnya. Walau rencananya gagal, tapi rencana keduanya ini berhasil. Pasti setelah ini kedua orang itu akan bertengkar hebat. Apalagi Ahwan yang tidak akan mungkin bisa meninggalkannya terluka seperti ini.
"Maafkan Sheila," ujar Sheila sekali lagi. Gadis itu mengangkat kepalanya, ia menatap Ahwan yang terkejut menatapnya. Ahwan tidak menyangka jika gadis yang ia marahi adalah istrinya sendiri. Pasti Sheila terluka karena ia membela Nada di banding Sheila. Mereka saling bertatap satu sama lain. Sheila menatap Ahwan terluka, sedang Ahwan menatap Sheila terkejut. Tamatlah riwayatnya semua yang ia sampan terbuka di depan gadis itu. Bahkan Ahwan bisa melihat sorot mata terluka dari Sheila. Ingin sekali Ahwan menghapus luka itu, namun ia urungkan ketika ia mendengar suara ringisan Nada. Ia harus menyelamatkan Nada, sesuai dengan janjinya pada pria paruh baya itu. Untuk menjaga Nada dengan hidupnya.
Ahwan langsung berbalik tidak mempedulikan Sheila yang menahan rasa sakit di kaki dan hatinya. Suaminya lebih memilih menolong Nada tanpa mau tahu keadaannya. Sejujurnya Sheila juga bodoh untuk apa dia meminta maaf disaat ia tidak tahu apa salahnya. Hatinya terluka melihat Ahwan menggendong Nada dan membawanya pergi.
"Kamu tidak apa-apa," ujar Valdo.
"Ikuti mereka, tolong antarkan Sheila do." Pinta Sheila, mau tidak mau Valdo mengangguk. Mereka menaiki mobil Valdo mengejar Mobil Ahwan. Dalam hati Valdo mengumpati Ahwan yang tidak peka dan bodohnya pria itu lebih memilih Nada yang nyatanya perempuan rubah itu sengaja melukai dirinya sendiri dan mengkambinghitamkan Sheila.
Mobil mereka berhenti di rumah sakit. Sheila terpana melihat itu untuk apa ke rumah sakit hanya karena terluka seperti itu. Luka Nada dan dirinya bukankah tidak beda jauh. Sedang Ahwan sama sekali tidak peduli Sheila terluka atau tidak.
Valdo dan Sheila mengikut Ahwan di belakang. Ahwan membawa Nada ke ruang UGD sedang ia menunggu di depan. Sheila menghampiri pria itu, baru saja ia ingin menanyakan kebenarannya pada Ahwan dokter datang. "Pasien membutuhkan donor darah pendarahannya sulit di hentikan, namun persediaan darah habis karena darah pasien langka."
"Ambil darah saya dok, darah saya O Rhesus negatif." Ujar Ahwan yang memang sudah sering mendonorkan darahnya pada Nada. Pria itu langsung mengikuti dokter pergi keruang rawat untuk diambil darahnya. Sedang Sheila diam terpaku, ia begitu penasaran kenapa Ahwan sampai harus mendonorkan darahnya pada Nada. Ia cemburu karena Ahwan begitu peduli dengan perempuan lain.
"Sudah jangan sedih, lukamu juga perlu diobati." Ujar Valdo menuntun Sheila untuk duduk.
"Tidak perlu hanya luka kecil." Tolak Sheila.
"Jangan menolak Sheila," pinta Valdo sambil mengeluarkan obat luka dari kotak p3k yang dia bawa dari dalam mobil.
"Terserah," Sheila akhirnya menyerah membiarkan Valdo mengobati lukanya. Walau ia merasa ini tidak benar karena sama saja ia memperlihatkan aurat kakinya pada pria lain yang bukan mahramnya. Baru saja Sheila ingin mengangkat roknya. Tiba-tiba suara deheman menghentikannya. Disitu Ahwan berdiri dengan angkuhnya. Menatap tajam mereka seolah-olah tidak suka dengan apa yang mereka kerjakan.
"Kita pulang," ujar Ahwan sambil menarik Sheila. Gadis itu terhuyung bahkan meringis menahan sakit karena luka di lututnya. Valdo yang melihat kelakuan kasar Ahwan tentu saja menghentikan itu.
"Jangan bertindak kasar bajingan!" Valdo yang dulu memang sering berkata kasar tidak bisa menahannya lagi, ia tidak suka cara Ahwan memperlakukan Sheila.
"Kau diam dan jangan menganggu hubungan kami! Sheila sudah menjadi milik saya dan kau tidak ada kesempatan sama sekali untuk melarang saya melakukan apapun pada Sheila. Karena Sheila adalah milik saya." Ucapan itu tentu memancing emosi Valdo yang ingin menonjok wajah Ahwan. Karena pria itu bahkan tak merasa jika ia telah menyakiti Sheila begitu dalam. Valdo sadar ia berada di rumah sakit dan dia tidak ingin membuat keributan. Jadi ia membiarkan Ahwan membawa Sheila pergi.
Sheila hanya menurut walau ia meringis kesakitan di bawa ahwan yang nampak emosi. Seharusnya disini ialah yang marah bukan Ahwan. Seharusnya dia yang menuntut Ahwan karena pria itu menyembunyikan suatu hal yang penting. Bahkan pria itu merasa tidak bersalah atas apa yang telah ia lakukan.