Pertemuan Kerajaan
Penghancuran yang ditinggalkan oleh serangan Lich masih menyelimuti langit, awan hitam menaungi pemandangan yang menyedihkan dari kota yang hancur. Bangunan-bangunan yang roboh, jalanan yang penuh dengan reruntuhan, dan warga yang terluka menciptakan pemandangan yang menyayat hati. Aiden dan Elara, yang terluka dalam pertarungan dengan Lich, dirawat dengan cermat di kota suci oleh para pendeta yang berdedikasi.
Di sebuah ruangan yang tenang di dalam istana, Seraphina, Ratu Negara Suci, duduk di sebelah tempat tidur Aiden. Ekspresi khawatir tergambar di wajahnya yang anggun saat ia memperhatikan kedua pengunjung asing ini. "Bagaimana kondisinya?" tanyanya kepada seorang tabib yang sedang merawat luka-luka mereka.
Tabib itu mengangguk serius. "Mereka akan butuh waktu untuk pulih sepenuhnya. Tetapi mereka dalam keadaan stabil saat ini."
Seraphina menghela nafas lega. "Terima kasih, tabib. Tolong pastikan mereka mendapatkan perawatan terbaik."
Ketika tabib itu pergi untuk mengecek pasien lainnya, Seraphina memalingkan perhatiannya kembali kepada Aiden dan Elara. Dia menyentuh tangan Aiden dengan lembut, matanya dipenuhi dengan rasa prihatin. "Kalian berdua telah melewati banyak hal," ujarnya dengan suara lembut. "Aku berharap kalian dapat pulih dengan baik."
Aiden mengangguk lemah. "Terima kasih, Ratu Seraphina. Kami berhutang nyawa pada keramah-tamahanmu."
Elara, yang terbaring di sebelahnya, menambahkan dengan suara lemah, "Kami tidak akan melupakan bantuanmu."
Seraphina tersenyum lembut. "Kalian adalah tamu terhormat di negeri kami. Kalian selalu disambut dengan tangan terbuka di sini."
Saat Aiden dan Elara terus pulih, berita tentang serangan Lich dan penghancuran yang ditinggalkannya menyebar ke seluruh penjuru kerajaan. Negara-negara tetangga segera mengirimkan bantuan, baik dalam bentuk pasukan maupun sumber daya, untuk membantu memperbaiki kerusakan dan mendukung upaya pemulihan.
Di ruang pertemuan yang agung, para pemimpin dari kerajaan-kerajaan yang selamat berkumpul untuk membahas masa depan mereka. Raja dan ratu, kaisar dan pemimpin kekaisaran, semua duduk bersama untuk pertama kalinya sejak serangan mengerikan itu. Ketegangan dan kekhawatiran terasa di udara, tetapi juga ada semangat solidaritas dan tekad untuk bangkit kembali.
Seraphina berdiri di hadapan para pemimpin itu, wajahnya bersinar dengan keberanian dan kebijaksanaan. "Kami telah menderita kerugian yang besar," katanya dengan suara yang tenang namun tegas. "Tetapi kami tidak akan menyerah pada kekuatan kegelapan. Bersama, kita akan bangun kembali apa yang telah hancur, dan kita akan melawan ancaman ini bersama-sama."
Raja dari Kerajaan Terang, Raja Azarias, yang telah mengalami serangan langsung dari Lich, angkat bicara dengan penuh semangat. "Kami akan bangun kembali lebih kuat dari sebelumnya! Tidak ada kekuatan gelap yang dapat mengalahkan tekad kita!"
Ratu dari Kerajaan Angin, Ratu Aeris, menambahkan, "Kami siap memberikan segala bentuk bantuan yang diperlukan untuk mendukung rekonstruksi dan pemulihan."
Demikian pula, pemimpin-pemimpin dari kerajaan lain menyatakan dukungan mereka satu sama lain dan berjanji untuk bekerja sama dalam upaya pemulihan. Keputusan dibuat untuk membentuk aliansi yang kuat, sebuah persekutuan yang tidak akan pernah mundur dalam menghadapi ancaman yang mengancam dunia mereka.
Di akhir pertemuan, saat para pemimpin berkumpul untuk meninggalkan ruang pertemuan, Seraphina menyisipkan sebuah pesan di tangan salah satu bangsawan negara suci. Pesan itu berisi undangan untuk bertemu secara rahasia. Bangsawan itu menerima pesan itu dengan diam-diam, sebelum menghilang ke dalam kerumunan.
Di tengah kerumunan yang sibuk, seorang bangsawan Negara Suci bergerak dengan hati-hati melalui koridor istana. Dia menyusuri lorong-lorong yang sepi, hatinya dipenuhi dengan kekhawatiran yang tak terucapkan. Saat dia mencapai ruangan yang dituju, pintu itu terbuka dengan halus, dan dia masuk ke dalam.
Di dalam ruangan yang tenang, dia bertemu dengan Seraphina, yang duduk dengan anggun di tengah-tengah ruangan. Ekspresi Seraphina tampak tegang, dan dia segera memandang bangsawan itu dengan tatapan tajam. "Apa kabar, Bangsawan Roland?" tanyanya dengan suara yang tegas.
Bangsawan Roland menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Aku baik-baik saja, Ratu Seraphina. Ada yang bisa aku bantu?"
Seraphina menatapnya dengan serius. "Kamu tahu tentang kedatangan dua tamu kita yang tak terduga," katanya pelan.
Roland mengangguk. "Ya, Ratu. Aiden dan Elara, bukan?"
Seraphina mengangguk. "Benar. Aku telah melihat kekuatan yang mereka miliki. Ada sesuatu yang tidak biasa tentang mereka, sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan."
Roland menatapnya dengan seksama. "Apa yang kau maksud, Ratu?"
Seraphina menggertakkan gigi. "Aku tidak yakin. Tetapi aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka. Sesuatu yang berbahaya."
Roland mengangguk perlahan. "Apa yang kau usulkan, Ratu?"
Seraphina menyandarkan dagunya dengan tangannya, matanya penuh dengan keputusasaan. "Aku ingin kau menyelidiki lebih lanjut tentang latar belakang mereka. Temukan segala informasi yang bisa kau dapatkan. Aku tidak ingin mengambil risiko dengan keamanan negara kita."
Roland menundukkan kepala dengan hormat. "Aku akan melakukan yang terbaik, Ratu."
Seraphina mengangguk. "Terima kasih, Bangsawan Roland. Kita harus tetap waspada terhadap segala kemungkinan."
Dengan itu, bangsawan itu meninggalkan ruangan, meninggalkan Seraphina sendirian dengan pikirannya yang gelisah. Dia merasa bahwa masa depan mereka semua bergantung pada apa yang akan dia temukan tentang dua tamu misterius itu.