webnovel

Ai No Koe (Suara Cinta)

Ai No Koe "Voice of Love" Okino Kaito, remaja yang kehilangan seseorang yang sangat berharga baginya. Ame (hujan) gadis yang ia temui di musim panas hari itu lenyap dari dunia ini. Walau hanya satu bulan mereka bersama, tapi cinta bisa tumbuh kapan saja. Sampai saat Ame meninggalkan dunia ini. Kaito seakan kehilangan hujan semangat nya. Dua tahun kemudian ia bertemu dengan gadis misterius yang tak mau berbicara sama sekali. Entah kenapa takdir membuat Kaito tertarik pada gadis itu. Hari demi hari Kaito lalui, mimpi mimpi aneh mulai menghantui nya. Potongan potongan mimpi itu memberi sebuah petunjuk pada Kaito. Kenapa Kaito selalu bermimpi aneh?

OkinoKazura · Adolescente
Classificações insuficientes
114 Chs

Chapter 2

   

     Ruang klub sastra sangat hening. Hanya ada suara halaman buku yang saling bergesekan. Dan suara jam dinding yang berdetak. Seketika kehehingan terpecah dengan suara pintu ruang klub sastra yang dibuka oleh seseorang.

==============

Kaito

     Ternyata pak Kakegawa yang masuk. Dia melangkah dan berhenti di samping Ai.

"Wah ... kali ini ada pasangan remaja yang masuk"

"Permisi pak? Apa anggota nya cuma kami berdua?", tanyaku sembari memgangkat tangan ku.

"Hmm ... Betul ... dan kau akhirnya mengerti apa bakat mu kan Kaito?"

Kata pak Kakegawa sembari melangkah ke arah ku dan menepuk pundak ku. Tahun lalu memang pak Kakegawa menawari ku masuk ke klub sastra karena aku memiliki nilai bahasa yang bagus.

     Pandangan ku tak lepas dari novel yang aku baca. Dan bertanya.

"Lalu apa tugas kami pak?"

"Kalian hanya membaca dan ada tugas akhir semester yaitu menulis novel", kata pak Kakegawa sembari melangkah kembali ke pintu keluar.

Lalu pak Kakegawa keluar dan menutup pintu keluar ruangan klub sembari melambaikan tangan nya. Aku memang termasuk akrab dengan pak Kakegawa dibanding dengan guru lain. Aku merasa dia seperti kakak sendiri karena umurnya yang masih 22 tahun.

     Keadaan menjadi kembali hening seketika. Aku kembali fokus untuk membaca novel. Sesaat kemudian suara sobekan kertas kembali mengambil perhatian ku. Aku melihat ke arah Ai yang sedang menulis di selembar kertas kecil. Ai memberikan kertas beserta pulpen padaku. "Terima kasih, ini aku kembalikan pulpen mu", tulis nya.

=============

     Kaito pun membalik selembar kertas kecil itu dan menulis sesuatu dengan pulpen nya. Dan memberikan kertas beserta pulpen nya kembali pada Ai.

"Apa kau punya email? Dari pada pakai kertas dan pulpen lebih baik kita ngomong lewat email aja".

Ai terkejut dan pipi nya mengeluarkan rona merah. Ai segera mengeluarkan smartphone dari tas nya dan menunjukan alamat email nya.

     Kaito pun segera mencatat nya dan menyimpan nya. Kaito pun mengirimkan pesan pertama nya pada Ai, pesan itu bertuliskan "Halo Ai". Ketika membaca nya mata Ai berbinar dan tersenyum manis tanpa suara.

=============

Kaito

     Ketika aku melihat wajahnya yang tersenyum manis itu, aku kembali mengetikan pesan di smartphoneku. Aku menulis "itu pulpen nya buat kamu aja". Lalu aku menerima pesan darinya yang bertuliskan " terimakasih kamu baik sekali", aku merasa sedikit senang karena baru kali ini aku berbalas pesan dengan perempuan. Di saat yang sama aku merasa aneh, karena kami hanya berjarak 2 meter dan hanya terpisahkan sebuah meja.

     Jam dinding sudah menunjukan pukul 5 sore, dan langit sudah mulai berubah warna. Warna kuning ke merahan yang terpancar menembus jendela ruangan itu membuatku sedikit merasa tenang. Dalam beberapa jam tanpa sepatah kata apa pun ini, entah mengapa aku tak memikirkan rasa bosan dalam diriku.

      Aku pun menutup novel yang ku baca. Aku sedikit menghela nafasku dan memejamkan mataku yang lelah karena membaca. Ai masih fokus membaca novel yang ia baca dari tadi.

"Hei ... emm ... apa kau mau pulang?".

Setelah mendengar perkataan ku dia pun mengangguk dan memasukan novel yang ia baca ke dalam tas merah muda nya.

      Kami berdua pun melangkah menuju gerbang sekolah. Aku sudah lama tak merasakan suasana sore hari di sekolah. Kami berdua pun berpisah dan berjalan sesuai arah rumah masing masing.

     Mirai, artinya masa depan ya. Ditengah langkah ku aku pun kembali teringat. Aku tak punya masa depan. Orang tua ku pun sudah lelah mengingat kan ku tentang penting nya masa depan.  Sejak aku SMP dulu aku merasa tak punya tujuan hidup. Hah sudah lah, aku lelah memikirkan semua itu lagi.

     Aku selalu memandang langit untuk menenangkan hati ku. Hanya dengan itu aku merasa sedikit tenang.

=============

*Satu minggu kemudian *...

     Pagi ini Kaito kembali bangun dari ranjang nya dengan wajah malas nya. Setelah memakai seragam sekolah nya dengan rapi Kaito sarapan mie instan seperti biasa. Ia meninggalkan semua alat makan nya berserakan di meja makan dan segera melangkah menuju sekolah. Seperti hari hari sebelumnya, Kaito berangkat bersama Mina.

=============

Kaito

"Eto ... Kaito ... belakangan ini kau sering berduaan dengan Ai di ruangan klub ya?".

     Perkataan Mina tak membuat wajah cuek ku ini berubah. Aku hanya menjawab nya sembari mengusap kepalanya dengan sedikit kasar.

"Kalau iya kenapa? Mina chan?"

"Jangan menyebutku dengan nama itu lagi tau Kaitolol ..."

Wajah nya jadi aneh dengan rambut yang ku acak acak barusan. Aku pun sedikit tersenyum. Dan merapikan rambutnya kembali.

"Maaf maaf ... sini rambut mu".

=============

Mina

     Kehangatan tangan nya, aku benar benar merasakan nya kali ini. Laki laki yang selalu berbuat baik padaku. Sekarang sudah tumbuh dewasa, tapi cara dia memperlakukan ku masih sama seperti dulu. Dia memang tolol, kalau begini, aku bisa jatuh cinta pada nya.

     Aku menyembunyikan wajah malu ku dengan berkata.

"Gosip nya sudah menyebar loh ... Ai bisa kena masalah dengan para gadis yang suka pada mu".

Dia hanya menghela nafas nya dan berkata dengan wajah santai nya.

"Hmm ... apa peduli ku ... aku hanya ingin hidup sebagai bayangan".

Apa apaan jawabanya itu. Dari dulu dia selalu berbicara tentang hal yang tak masuk akal seperti itu.

=============

Kaito

"Dasar tolol!!!"

       Apa maksud nya itu. Mina berlari mendahuluiku dengan sangat cepat. Aku tak akan bisa mengejar nya. Itu sudah seperti hukum alam, sejak kecil Mina selalu berlari lebih cepat dari ku. Aku hanya tetap melangkah dengan santai menuju sekolah.