webnovel

Bab Dua

Siapa Kamu?

Langkah kaki Calista berhenti ia membalikkan badan. Di hadapannya kini berdiri lelaki yang telah menyakiti perasaannya.

Dengan berani Leo mendekati Calista, ia ingin mengungkapkan semuanya.Calista sama sekali tak ingin melihat wajah Leo, ia memalingkan wajahnya.

"Calista im sorry, maaf aku yang salah. Aku yang mulai semua ini."

"Andai saat itu aku tahu bahwa melakukannya akan membuat hatimu sakit. Aku egois aku hanya memikirkan perasaanku sendiri." Wajah Leo tertunduk, Isak tangis pun mulai terdengar.

"Calista jika aku tak menikahi kakakmu apa jadinya. Dia tak berdosa kami yang berdosa."

Mendengar perkataan Leo kening Calista mengernyit, mungkinkah didalam rahim kakaknya tumbuh seorang yang tak berdosa?

Jika ia mengapa Leo dan Miranda tega melakukannya?

Tanpa menghiraukan Leo, Calista kembali berjalan menuju pintu keluar. Kepalanya sekarang terasa amat pusing.

"Kak, kakak mau ke mana?" tanya Niko.

"Jangan pedulikan aku, Nik. Aku ingin sendiri," kata Calista berlalu meninggalkan Niko.

Niko hanya bisa memandang Calista dari kejauhan, rasa sakit jelas ia rasakan betapa Calista sangat mencintai Leo tetapi apa yang di dapat.

Sepupunya itu dengan tega mengkhianati cinta Calista bermain dengan orang lain yang tak lain adalah kakak kekasihnya sendiri. Sungguh sesuatu yang sangat mengejutkan.

Siang berganti malam Calista yang rapuh berdiri di atas sebuah jembatan.

Pikirannya sangat kalut, hatinya benar-benar hancur.

Harapannya untuk bersama Leo pupus sudah.

"Kakak! Kenapa kakak tega padaku! Apa salahku Kak!" teriak Calista.

Matanya melihat ke bawah disana arus sungai mengalir sangat deras.

Oh mangkinkah ia berniat untuk bunuh diri, perlahan kaki Calista menaiki pagar jembatan.

Calista memejamkan kedua matanya berharap esok akan baik-baik saja.

Akan tetapi saat ia hendak turun tiba-tiba kakinya terpeleset .

"Auu!!!"

"Pegang tanganku kuat!"

Ia mendongak wajahnya tampak lelaki yang tak ia kenal mencoba membantunya agar tidak terjatuh.

"Satu dua tiga!" Lelaki itu berteriak.

Akhirnya Calista dapat kembali ke atas, nafas pria itu terengah-engah.

"Terima kasih," ucap Calista.

"Iya sama-sama lagian ngapain sih kamu mau bunuh diri kaya enggak ada kerjaan lain," cibirnya.

"Hah, bunuh diri maksudnya?" elak Calista menangkis ucapan pria itu.

"Ya tadi ngapain berdiri di atas jembatan biasanya tuh orang gitu kan mau???" Pria menghentikan ucapannya.

"Mau apa? Kok diam?"

"Ah sudah beruntung udah gua tolongin," desis pria itu kemudian pergi meninggalkan Calista.

"Hey apa maksud kamu! Aku sudah bilang terima kasih apa kamu tidak tahu artinya? Hei pria bertopi hitam!!" teriak Calista.

Malam semakin larut kaki Calista terasa amat pegal sudah sedari tadi ia berjalan tak tentu arah.

Kali ini tubuhnya memerlukan istirahat rasa lapar juga menyerang perutnya.

Cacing dalam perut seolah sudah berdemo meminta agar segera di beri makan.

Tanpa menunggu lama Calista masuk ke dalam sebuah resto lalu memesan beberapa makanan.

Sungguh rasanya ia sangat lapar begitu pesanan datang Calista langsung menyantapnya .

Rasa sakit hati ia lupakan sejenak, yang terpenting bagi dirinya sekarang adalah perut kembali terisi.

Selesai makan Calista segera mencari penginapan beberapa kali ponselnya berdering.

Mama Caling tertera di layar ponselnya.

Calista menonaktifkan ponsel miliknya, ia ingin tenang, sebisa mungkin ia mengikhlaskan Leo untuk Miranda.

Sepanjang malam Calista tidur dengan perasaan tak tenang.

Perasaan marah dan kecewa masih menyelimuti dalam hati.

"Mereka benar-benar tega!" batin Calista.

Pagi menjelang sang surya tampak menyinarkan silaunya. Dengan malas Calista bangun dari tidur, tangannya mencoba meraih ponsel lalu menghidupkan ponsel itu kembali.

Mata Calista melebar saat melihat sebuah panggilan, dua puluh kali nomor itu menghubungi dirinya.

"Ya ampun mati aku." Calista segera loncat dari tempat tidur berlari menuju kamar mandi.

Dengan terburu-buru ia memakai baju yang dia kenakan kemarin.

Aroma tidak sedap tercium dari pakaiannya.

"Hem, bagaimana ini? Apakah aku harus ke toko dulu," ucap Calista.

Tring!!!!!

Nomor itu menghubungi Calista lagi, cepat – cepat Calista mengangkat telepon.

"Halo, iya Pak?" ucap Calista dengan nada lembut.

"Kamu dari mana saja? Bukankah kamu tahu hari ini sudah masuk kerja!" teriak Bos Calista.

"Apa iya, Pak? Bukankah ini hari Minggu?" tanya Calista dengan polos.

Mendengar ucapan Calista, seseorang yang menelepon dirinya terdiam.

Mangkinkah Calista lupa akan hari?

"Calista apa-apaan kamu ini hari Jumat!" bentaknya.

"Ah iya, Bos. Saya lupa."

Kejadian kemarin membuat otak Calista seolah tak berjalan dengan semestinya.

Ia terkenal pintar dan jago berbicara seperti kehilangan arah.

"Cepat, hari ini kita akan kedatangan tamu! Dan saya tidak mau proyek ini gagal oke!"

Tut....

Telepon terputus Calista mengusap wajahnya kasar.

"Dasar selandainya lu bukan pimpinan gua udah gua sikat!" caci Calista.

Tanpa pikir lama Calista meninggalkan tempat penginapan, kakinya berjalan menuju sebuah toko yang letaknya tak jauh dari tempat penginapan.

Tangan cantiknya dengan cepat memilih sebuah kemeja dan rok yang akan ia kenakan tak lupa ia juga membeli sebuah sepatu untuk memaksimalkan penampilannya.

Dirasa cukup ia bergegas ia membayar belanjaannya ke kasir kemudian memesan sebuah taksi Online yang akan mengantarkannya ke kantor.

Setibanya di kantor semua orang menetap Calista dengan pandangan aneh. Calista yang menyadari merasa heran apakah penampilannya terlihat berbeda?

"Calista!" Katrina berlari menghambur Calista lalu memeluknya.

"Yang sabar ya, Beb," ucapnya sambil membelai lembut rambut sahabatnya itu.

"Ih ada apa sih, Katrina?" Calista mencoba melepaskan pelukan Katarina.

"Kamu wanita hebat yang sabar ya," kata beberapa teman kantor wanita.

"Hah, maksudnya apa?"

Calista semakin tak mengerti dengan ucapan teman-teman kerjanya. Wajah mereka terlihat sendu bahkan ada dari beberapa terlihat mengeluarkan air mata.

"Hey, wake up ada apa ini!" sunggut Calista.

Katrina menceritakan semuanya, rumor pernikahan Miranda dan Leo sudah terdengar hingga kantor.

Mereka semua tidak menyangka Leo akan tega berbuat seperti itu.

Yang mereka tahu Leo dan Calista adalah pasangan yang serasi. Dimana keduanya selalu terlihat kompak dan romantis.

"Ya ampun kalian ini aku enggak papa lihat aku, santai saja kan? Berarti dia bukan jodohku iya kan friends!" kilah Calista meski dalam hati sakit bukan main.

"Oh, my angel." Katrina memeluk tubuh Calista di susul teman-teman yang lain.

Mereka semua saling berpelukan layaknya sebuah keluarga mencoba menghibur di kala sedih.

"Tuhan maafkan diri ini yang takkan pernah bisa menjauh dari angan tentangnya." Calista dan teman-teman bernyanyi bersama-sama.

Ada sedikit rasa senang dalam benak Calista, ia merasa sangat beruntung memiliki rekan kerja yang begitu menyayangi dirinya.

"Calista-Calista, go!!!"

Semua berteriak tak lama terdengar gelak tawa dan tepuk tangan.

"Hey, apa-apaan ini! Ini bukan pasar!! Calista!!!" teriak Pak Salman yang berdiri di depan pintu.

"Taman riwayat gua, Kat," lirih Calista.

Lelaki di sebelah pak Salman memperhatikan Calista dengan tatapan sinis.

Jujur saja Calista merasa sangat gugup.

Siapa lelaki itu? Kenapa dia memandang Calista seperti itu?