webnovel

About Love Triangle

Satu malam itu mengubah segalanya, tragedi berdarah itu membuat sebuah persahabatan hancur dan dua orang saling mencintai menjauh. "Jangan pernah menyalahkan cinta, karna cinta itu tidak pernah salah!" - Sang Penghianat Cinta

Quinwriter · Adolescente
Classificações insuficientes
19 Chs

Kesepuluh

"Lo nginep di sini aja," rayu Aura saat Jena sedang mengikat tali sepatunya. "Dari pada lo kesepian di rumah. Nyokap bokap lo masih di luar kota 'kan?" Aura kembali bertanya.

"Bentar lagi mereka pulang kok," ujar Jena sembari berdiri menghadap Aura. "Gue balik dulu ya? Besok lo sekolah 'kan?" Aura mengangguk semangat. "Baru kali ini gue liat lo semangat sekolah. Biasanya mana pernah," cibir Jena.

"Gak semangat marah semangat salah," protesnya dengan wajah dibuat - buat lesu.

Jena terkekeh. "Gak kok gak ada yang salah kalau Aura semangat sekolah. Yang salah itu adalah yang jadi penyemangatnya."

"Kenapa sih lo kayaknya gak seneng banget gue lagi jatuh cinta." Aura mengerucutkan bibirnya.

"Gue seneng kok seneng, tapi kalo jatuh cinta bisa jadiin lo waras!" tegas Jena. "Dah ah capek berdebat dengan lo hari ini. Sampai ketemu besok di sekolah." Jena melambaikan tangannya sebelum masuk ke dalam mobil.

Seperginya Jena, sebuah mobil berhenti tepat di depan pintu pagar masuk rumah Aura. Dengan bingung Aura mengerutkan dahinya menatap mobil tersebut.

"Eh Ibe ...," ujarnya yang tampak terkejut saat lelaki itu keluar dari dalam mobil itu. "Ngapain lo ke sini? Kangen ya ...?" Tiba-tiba ucapannya langsung terhenti saat melihat lelaki lain keluar dari mobil Ibe. "HAI JEJE," sapa Aura semangat sambil melambaikan tangannya. Berbeda dengan menyambut kedatangan Ibe, Aura malah menghampiri Jeje saat Jeje berjalan. "Lo kok tau rumah gue?" tanya Aura dengan lembut. Ia tersenyum malu-malu membuat Ibe yang melihatnya mencibir jijik.

"WOI DIA ITU KE SINI BARENG GUE!" teriak Ibe dengan kesal. "Je kasih Je," perintah Ibe.

Jeje hanya diam sambil memberikan teropong yang tertinggal di mobil Ibe.

"Makasih banyak ya Je." Aura mengambil teropong itu dengan tangan yang disengaja menyentuh tangan Jeje.

"Kesempatan dalam kesempitan," cibir Ibe. "Dah ya Ra. Kita mau pulang." Ibe segera menarik Jeje untuk pergi dari rumah Aura.

"Cepet bener. Masuk dulu lah." Aura yang tak terima malah ikut menarik tangan Jeje agar tidak jadi pulang. "Ngobrol-ngobrol cagan dulu," rayunya dengan lembut. "Sambil ngeteh-ngeteh mesra," lanjutnya lagi membuat Ibe yang mendengarnya semakin geli. Sedangkan Jeje hanya diam dengan raut wajah yang biasa saja.

"Kita mau futsal. Jadi gak bisa," saut Jeje saat Ibe menyenggol lengan Jeje untuk menolak tawaran Aura.

"Owh ... lo suka futsal?" tanya Aura dengan semangat. "Sama dong, gue juga suka liatin cowok main futsal." Ia terkikik geli sendiri sedangkan dua lelaki yang kini menatapnya hanya diam dengan eskpresi yang berbeda, yang satu ekspresinya datar dan yang satu lagi ekspresinya malas.

"Kapan-kapan bisa ajak gue kali. Kalo butuh pasangan untuk main futsal."

"Alibi dari mana tuh. Main futsal butuh pasangan? Lo kata ke ngondang? Ini futsal Bu Aura futsal! Bukan kondangan." Aura melirik Ibe dengan malas lalu ia kembali menatap Jeje dengan tersenyum manis. "Yok Je, gak selesai kalo ngeladenin si Aura." Ibe menarik Jeje. "Kita balik dulu Ra," pamit Ibe sambil melambaikan tangannya. Berbeda dengan Ibe, Jeje malah tersenyum sopan membuat sebelah lesung pipinya terlihat.

'Tin'

Klakson mobil Ibe, menandakan mereka pamit untuk pergi. Setelah mobil tersebut menghilang di ujung pembelokan. Aura langsung menjerit histeris. "AAAKKK ... LESUNG PIPINYA MENGALIHKAN DUNIAKUUU." Aura merentangkan kedua tangannya sambil berputar-putar setelah puas ia pun berhenti. "JEJE I LOVE YOU SO MUCH!!!" ucapnya dengan kiss bye ntah kepada siapa. "Aduh ... duh ... duh pusing," keluhnya saat ia berjalan masuk ke dalam rumah.

+-+-+-+

Aura mengendap-endap masuk ke dalam kamar Kakaknya Rio. Bunyi air mengalir yang terdengar dari kamar mandi menandakan Rio saat ini sedang mandi. Dengan pelan dan penuh hati-hati Aura mengembalikan teropong yang ia ambil dari lemari koleksi Rio.

"Kenapa kamu dek?" tiba-tiba suara Rio yang terdengar oleh Aura membuat ia berbalik perlahan dengan takut-takut.

"Eng—enggak," ucapnya terbata. Untunglah teropong yang diambilnya sudah ia kembalikan. Rio berjalan dengan menggosok-gosokkan handuk ke rambutnya yang masih terlihat basah.

"Yaudah, keluar sana. Kakak mau ganti baju," usir Rio. Aura bernapas legah sambil keluar dari kamar Rio. Baguslah kalau kakaknya itu tidak curiga sama sekali dengan dirinya.

Di dalam kamar Aura kini memikirkan bagaimana caranya ia bisa dekat dengan Jeje. Ia tidak mungkin memanjat pohon lagi. Itu berbahaya tubuhnya bisa hancur berkeping-keping kalau tiap hari ia harus menggantung nyawa di atas sana.

"Apa gue pindah kelas aja ya?" Tiba-tiba ide itu muncul dari dalam kepalanya. Tapi lagi-lagi Aura menggeleng. Orang tuanya bisa curiga kalau ia meminta pindah kelas.

Semakin ia berkeras untuk berpikir semakin ia tidak menemukan jawaban yang pas untuk bisa dekat dengan Jeje. Aura pun menyerah, ia berbaring di atas kasurnya. Sekarang hobby-nya merenung sambil menatapi langit-langit kamarnya.

Tiba-tiba deringan ponselnya membuat Aura mencari-cari ponselnya yang tak terlihat oleh jangkauan matanya. Suara ponselnya sangat terdengar jelas namun ia tak bisa menemukan dimana ponsel itu berada. Sampai deringan ke lima ia baru menemukan ponselnya di bawah bantalnya sendiri.

Nama wanita yang disayanginya muncul pada layar ponselnya.

"Halo Ma?"

"Halo sayang, kamu sudah tidur?"

"Belum Ma. Ada apa?"

"Gini sayang Mama sama Papa lagi di rumah Nenek kamu. Jadi malam ini Mama sama Papa gak bisa pulang. Gak apa-apa 'kan?"

"Loh emangnya nenek kenapa Ma? Aura sama Kak Yo perlu kesana gak?"

"Gak apa-apa sayang. Nenek kamu cuma kelelahan aja. Kamu gak perlu ke sini. Udah ya?"

"Yaudah, kalo ada apa-apa kabarin Aura ya Ma."

"Iya sayang, dah ...."

Sambungan pun terputus. Aura melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur. Tiba-tiba ia teringat bahwa sampai sekarang belum balas pesan Jeje.

"Kayaknya gue harus SMS dia duluan deh," gumam Aura yang tampak berpikir sambil menatap ke arah ponselnya. "Kapan gue bisa deket sama dia kalo gue nunggu dia SMS gue duluan? Ah ... harus semangat! Ingat Aura perjuangan tidak akan menghianatimu," yakinnya.

Aura pun kembali mengambil ponselnya ia mencari kontak Rio yang di tulisnya dengan nama Bidadaranya Aura.

-Bidadaranya Aura-

Hai?

Aura hendak menekan tombel send namun di urungkannya. "Kayaknya terlampau garing deh kalo cuma hai." Ia pun menghapus SMS yang diketiknya itu lalu menggantinya dengan ....

-Bidadaranya Aura-

Jeje?

Namun ia kembali berubah pikiran dihapusnya lagi SMS yang belum di kirimnya itu lalu kembali digantinya.

-Bidadaranya Aura-

Hai Jeje?

"Ah terlampau mainstream," ujarnya saat membaca kembali pesan yang ia ketik. Ia pun lagi-lagi menghapus pesan itu. Lalu di ketiknya sebuah pesan yang sedikit antimainstream untuk PDKT.

-Bidadaranya Aura-

Selamat Jeje No Anda Resmi Mendapatkan HADIAH 1 buah hati plus ketulusan cinta Dari Aura PIN: AQM2747QTBRSMA. U/INFO HUB: 083456712377 Klik: www.infocintakita.com

"Jeje bakal bales gak ya? Kalo gue SMS begitu?" tanya Aura pada dirinya sendiri. Ia langsung menggeleng saat membayangkan Jeje menerima pesan tersebut. "Terlampau gak masuk akal," gumamnya sambil menghapus kembali SMS yang diketiknya itu. "Apa gue sms kosong aja ya?" pikirnya. Namun ponselnya tak bisa mengirim SMS kosong. "Ah terlalu canggih nih HP SMS kosong aja kagak bisa," gerutu Aura. "Argh pusing, ketik apa ajalah!" pasrahnya.