Kesalahan terbesarku yaitu jatuh cinta terhadap roh yang sedang aku giring menuju gerbang pengadilan. sehingga aku di hukum dengan diasingkan kebumi dan juga sayapku di penggal serta dipajang di sebuah patung dilingkungan tempat tinggal para malaikat. Kejadian demi kejadian aku lalui dibumi tanpa keberdayaanku menghadapinya, tetapi aku yakin pertolongan akan selalu ada bagi yang memerlukannya, saat aku merasakan hanya penderitaan muncul seseorang yang membuatku menjadi lebih semangat dan fokusku ke depan untuk menjaganya, begitu juga dengan teman dan keluargaku dibumi.
"Atas kesalahan yang tidak termaafkan karena jatuh cinta kepada roh yang akan dihantarkan dan mencoba mengembalikan roh tersebut ke bumi. Dengan ini Pengadilan Agung Malaikat menetapkan hukuman kepada Justin Rossler Malaikat pengantar Roh dengan dijatuhi Hukuman berupa pemenggalan sayap dan pengasingan kebumi."
Tok!
Tok!
Tok!
"Ti-tidak, aku mohon berikan aku kesempatan, Malaikat Agung! Tolong Beri aku kesempatan! Jangan buang akuuuuu."
Justin.
"Tidaakkkkkkk!" Aku terbangun sambil berteriak dan keringat membasahi tubuhku bahkan nafasku memburu seperti seseorang yang baru saja lari maraton.
"Sial! Kenapa mimpi itu datang lagi setelah sekian lama!"
Aku meringkukkan badanku dan menangis sejadi-jadinya mengingat saat-saat terbodoh dalam hidupku jatuh cinta kepala roh wanita yang seharusnya ku antar ke gerbang penentuan.
Cahaya matahari menerpa wajahku dan kicauan merdu burung bernyanyi dengan indahnya. Aku membuka mataku perlahan untuk menyesuaikan mataku dengan cahaya matahari yang masuk ke dalam kamarku.
"Akkhh, badanku sakit semua karena mimpi semalam." aku merenggangkan badanku sambil berjalan menuju jendela dan membukanya. Sungguh pemandangan pagi hari yang sangat ku sukai.
---------------------
Kini Justin menikmati udara segar yang sangat ia sukai dipagi hari sambil mengisi kembali tempat makan untuk burung-burung yang berterbangan.
Dengan kondisi jendela yang masih terbuka, Justin berjalan kearah cermin yang terletak disamping pintu kamar mandinya. Ia membuka piyama dan memiringkan badannya sambil menatap miris bekas penggalan sayapnya yang meninggalkan bekas lalu tertunduk sedih, memorinya kembali memutar kejadian yang paling membuatnya menyesal.
"haahhh, itu masa lalu. Sekarang kehidupanku sebagai manusia, ayo semangat melakukan kebaikan Justin barang kali hukumanmu bakal diperingan." Justin memakai piayamanya kembali dan menyambar handuknya, ia lalu masuk kekamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap pergi ke kampus, ya begitulah dengan bantuan pemilik kos Justin dapat kuliah seperti manusia biasa.
Satu jam telah berlalu dan Justin sudah selesai serta berpakaian rapi.
"Semangat Justin! Hari ini kau akan ujian, semangat! Semangat!" Justin berteriak dan menggepalkan tangannya keatas. Tak lupa ia mengunci kamarnya lalu bergegas berlari sebelum ketinggalan bus menuju kampusnya.
Justin yang telah menunggu bis selama 20 menit tersenyum bahagia ketika melihat bis yang akan mengantarkannya ke kampus telah berhenti, segera ia berlari dan masuk ke bis menuju tempat duduk favoritnya yaitu di bagian tengah sebelah kanan.
"Ah, hari ini pasti akan bahagia." Ia tersenyum dan menyamankan duduknya lalu mendengarkan lagu yang telah ia nyalakan melalui earphonenya.
Do your thang
Do your thang with me now
Do your thang
Do your thang with me now
What's my thang
What's my thang tell me now
Tell me now
Yeah yeah yeah yeah
Ayy
Simjangi ttwiji anneundae
Deoneun eumageul deureul ttae
Tryna pull up
Sigani meomchun deuthae
Oh that would be my first death
I been always afraid of
Ige nareul deo mot ullindamyeon
Nae gaseumeul deo tteollige mot handamyeon
Eojjeom ireoke han beon jukgetji ama
But what if that moment's right now
Right now
Gwitgaen neurin simjang soriman bump bump bump
Beoseonallaedo geu ipsogeuro jump jump jump
Eotteon noraedo wadachi mothae
Sori eomneun soril jilleo...
Masih menikmati lagu yang ia dengarkan, tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. Dengan segera Justin melepaskan earphonenya.
"Eh Vera, ada apa ?" Justin senyum dengan manisnya.
"Kak, kursinya kosongkan ? Boleh aku duduk disitu ?" Vera menunjuk kursi disebelaha Justin.
"Ah, boleh boleh silahkan." Dengan cepat Justin mengambil tas yang diletakkannya dan mempersilahkan Vera untuk duduk.
"Terimakasih Kak Justin." Dengan menundukkan sedikit badannya lalu Vera duduk disebelah Justin.
Keadaan mulai canggung karena baru Vera yang mau duduk bersebelahan dengan dirinya, semua teman sekolah enggan duduk dengannya karena mereka menganggap Justin aneh.
Selama perjalanan mereka hanya diam dan mematung, tidak ada yang saling berbicara. Sedangkan Justin dia melanjutkan mendengarkan lagu tetapi tetap saja rasa gugupnya tetap lebih tinggi dari rasa lainnya.
1 jam kemudian
Bis mereka telah sampai di halte tepat disamping sekolah mereka, satu per satu bis yang penuh dengan siswa dan siswi turun dengan teratur termasuk Justin dan Vera.
"Kak, aku deluan ya, bye kak Justin." Teriak Vera sambil melambaikan tangannya kearah Justin dan berlari menuju ruangan musik.
"Ya Tuhan, wajahku panas." Justin memukul-mukul pelan pipinya yang mulai merona merah.
Justin melangkahkan kakinya naik ke tangga menuju lantai dua dimana kelasnya berada.
"Aakkkhh aaaakkkhh!" Tiba-tiba Justin terduduk dan berteriak kesakitan memegang kepalanya. Pandangannya buram, dipenglihatannya ada seorang berpakaian putih yang mendekat tetapi sosok itu tidak jelas.
"Vera dalam bahaya! Selamatkan dia!"
Begitulah suara yang diucapkan oleh sosok tersebut, kemudian Justin terdiam dan pandangannya kembali normal.
"Vera? VERA!" Justin membuat teman-temannya terkejut dan ia langsung berlari turun.
-------------------------------
Vera.
Ah sangat gila, hari ini aku satu bis dengan Justin oppa dan dia itu tampan sekali, baik juga orangnya gak seperti yang diomongi mereka. Aku bersemangat lari menuju ruang musik karena ada janji dengan Kak Riko. Segera aku masuk keruang musik dan mendapati sejarik kertas berisi pesan.
Bagi yang pertama datang keruang musik, tolong beritahu Vera agar datang ke gedung B gudang peralatan musik. Terimakasih.
"Aish! Aku lelah harus kegedung B mana gudang peralatan di lantai 3 lagi. Kak Riko ada-ada saja!" Aku menghentakkan kakiku dan segera keluar dari ruang musik menuju gedung B menjumpai Kak Riko, gak ada terbesit sedikitpun perasaan curiga di benakku.
Kakiku terus melangkah, ayo semangat Vera satu lantai lagi! Aku berusaha menyemangati diriku yang sudah kelehatan. Aku berhenti sejenak sambil menegak air minum yang ku bawa, kemudian kembali melangkahkan kakiku.
"Hah! Akhirnya! Awas saja kau Kak Riko, akan ku pukul kau!" Vera masuk kegudang peralatan musik dengan wajah yang kesal dan bibir yang manyun.
"Mmmmm..mmhhhh!" aku terkejut, ada yang membekapku dari belakang. Aku melawan dan memberontak, tapi tetap tidak bisa karena perbedaan tenaga kami yang begitu besar.
Aku tidak tahu itu siapa, semakin lama pandangan mataku semakin buram, "Tolong, siapa pun tolong aku" aku hanya mampu berkata dalam hati karena tubuhku yang semakin lemas dan pada akhirnya akupun pingsan.
----------------------
Justin dengan kencang berlari keruang musik dan membuka pintu dengan kasar.
"Diman Vera?! Vera!" Justin segera masuk dan mencari adik kelasnya itu kesegala penjuru ruangan musik.
"Sumbaenin, Vera gak ada disini, tadi Kak Riko meninggalkan pesan supaya Vera ke gedung B dan keruangan gudang peralatan musik" Salah seorang teman Vera memberitahu begitu melihat Justin yang kalang kabut.
Nafas Justin begitu memburu, jika perkataan orang pakaian serba putih tadi benar, maka ia harus menyelamatkan Vera.
"Kamu, tunjukkan dimana gudang peralatan musik." Justin menarik seorang pria berkaca mata dan segera berlari di ikuti oleh adik kelasnya itu.
Mereka berdua segera berlari dan Justin berhenti seketika di tangga menuju lantai dua dimana ada terletak kotak Box panggilan, ia menekan tombol panggilan dikotak tersebut dan berkata "Anak musik segera kegudang peralatan dan bawa seorang Guru ini darurat!"
Justin menarik kembali anak berkaca mata tersebut dan berlari kembali menaiki tangga. Sesampainya di lantai 3 si anak berkaca mata berceletuk. "Kak istirahat bentar nafasku hampir habis." mereka berdua berhenti sebentar dan menarik nafas.
"Gak ada waktu, dimana gudangnya ? Kasih tau ke saya!" Justin menatap anak berkaca mata itu.
"Lurus saja sampai mentok lalu belok kanan Kak"
"Kamu tunggu teman-temanmu dan guru setelahnya langsung ke sana, Vera dalam bahaya!" Justin kembali berlari dengan sisa-sisa tenaganya. Ia menyurusi lorong dan mendapati 3 ruangan setelah mengikuti arahan anak kaca mata tadi.
"Sial! Gudang musik disini ada 3, Vera dimana dia!" Justin langsung masuk ke gudang yg berada di pojok kanan dan nihil Vera tidak ada disana, dia pun menyusuri gudang yang posisinya ditengah dan sama saja tidak ada juga.
Begitu juga dengn ruangan ke tiga yang berada di pojok kiri, tidak ada orang juga didalamnya.
"Sial! Dimana dia, Vera! Vera!" Justin berteriak dengan kencang berharap Vera mendengarnya, Justin masuk lebih dalam kegudang peralatan tersebut, ternyata ruang gudang ke tiga sangat besar hampir sama seperti ruang musik yang dilantai 1. Dilihatnya terdapat dua ruangan lagi berbentuk seperti kamar didalam gudang tersebut.
Justin mendekatinya sambil terus berteriak, pintu pertama dia buka dan kosong, begitu banyak file folder didalam kamar tersebut. Justin berpindah ke kamar yang satu lagi, saat ia memutar gagang pintu tersebut terkunci.
"Vera! Vera kami didalam?!" Justin kembali berteriak dengan menggedor-gedor pintu yang terkunci.
"MMMMMMMMMHHHHH" terdengar samar-samar seperti suara orang yang mulutnya di bekap dari dalam bilik tersebut. Justin Yakin bahwa Vera berada didalamnya, sibuk masih mendobrak pintu. Beberapa mahasiswa kelas musik yang berjumpa dengan Justin juga ikut beserta Prof. Jonathan.
"Prof. Tolong Vera didalam dia dalam bahaya!" Justin masih berusaha mendobraknya dengan bahunya yang mulai sakit.
"Minggir biar saya yang dobrak." Prof. Jonathan mengambil ancang-ancang dengan memfokuskan gerakan kakinya. Dengan dua kali tendangan yang kuat, pintu tersebut copot dan rusak.
Pemandangan yang membuat semua orang disitu sangat terkejut, dimana Vera di ikat disebuah bangku dalam keadaan menangis dan jeritannya tertahan karena bagian mulutnya diikat dengan kain, terdapat luka di wajahnya. Kondisinya begitu sangat kacau. Berbeda dengan Kak Riko yang berada disisinya, dengan wajah terkejut karena aksinya untuk membalas dendam ke Vera diketahui.
Ia melarikan diri dengan menerobos kumpulan anak musik yang memadati gudang peralatan.
"HEI! JANGAN LARI!" Justin berteriak dan mengejar Kak Riko. Sepertinya satu pelajaran akan diberikan oleh seorang Justin kepala seniornya tersebut.
Justin berlari mengikuti seniornya tersebut, mereka berdua lari menuju gedung belakang yang pembangunannya terhenti 3 bulan lalu.
"YA! BERHENTI KAU!" Justin berteriak dalam pengejarannya, suara hentakan kaki mereka menggema dibangunan kosong tersebut.
Pada saat mereka terus berlari makin dalam, Kak Riko berhenti berlari dilorong yang sedikit gelap. Ia tertawa seperti orang gila, tawa yang mengerikan.
"Hahahaha, mengapa kau merusak rencanaku hai malaikat yang diusir dari surga ?" Kak Riko membalikkan badannya menghadap Justin.
Aura dari senior itu berubah menjadi mengerikan, lorong yang lumayan gelap tetapi Justin masih dapat melihat bentuk tubuh Kak Riko yang berubah menjadi lebih agak besar serta mengeluarkan sayap merah dari punggungnya.
"K-kau mengikat kontrak dengan Iblis ?! Kak sadarlah!" Justin berteriak, ia merasa takut karena belum pernah berhadapan langsung dengan iblis seperti itu, sewaktu masih disurga ia hanya pernah melawan iblis-iblis kroco yang ingin merebut jiwa-jiwa dari pengawasan para malaikat.
"Kenapa Justin Rossler ? Mana keberanianmu ? Apa kau menjadi penakut karena hampir menjadi manusia ? Aku sangat benci denganmu Justin! Anak buahku kau habisi dan jiwa-jiwa yang seharusnya untukku kau rebut!"
Suasana berubah menjadi sangat gelap, angin bertiup dengan kencangnya. Justin menjadi bingung, jika saja dia masih menjadi malaikat maka ia masih bisa melawan iblis tersebut.
"Kak Riko sadarlah! Kau hanya dipengaruhi Iblis itu, kau sudah termakan omongannya!" Justin mencoba mendekati tubuh seniornya tersebut.
"AAAAARRGGGG! OMONG KOSONG!" Iblis itu makin mengambil alih tubuh seniornya Justin, saat ia berteriak begitu besar gesekan perbedaan kekuatan mereka dan Justin terpukul mundur.
"Apa aku bisa melawannya ? Aku bahkan belum pernah iblis sekuat ini."
Justin mengokohkan badannya agar tidak terlempar karena gesekan aura mereka. Justin kesusahan berjalan mendekati Kak Riko, dia terus berusaha mendekatinya. Lalu, Justin memegang bahu seniornya tersebut.
"Aakkhh! Sadarlah! Vera membutuhkanmu! Aku tau, yang menyakiti dan membuat Vera seperti itu bukan kau Sumbae, tapi iblis!" Justin tetap menggoyangkan bahu Riko dan berusaha tetap dengan kata-katanya agar ia sadar, tangan Justin berasa terbakar, panas dan melepuh.
Tetapi, iblis yang mengambil alih tubuh Riko memukul Justin sampai ia terpental dan menabrak dinding. Nafas Justin tersegal-segal dan dia mendudukkan dirinya perlahan, kini bukan telapak tangannya yang sakit dan melepuh melainkan seluruh tubuhnya. "Tuhan, kuatkan aku melawan kejahatan." Justin yang sudah duduk dengan bersandar lemah melihat iblis tersebut bergerak cepat kini sudah berada di depan Justin.
Semua sangat cepat, kini Justin dicekik dan badannya terangkat menempel didinding, wajahnya memerah menandakan oksigen yang masuk sangat minim. Yang hanya dapat dilakukannya hanya memukul dan mendaratkan sepakan kakinya ke tubuh iblis tersebut.
Jika ini ajalku, aku siap menerimanya. Jika Tuhan masih memberikanku kesempatan, tolong kirimkan pertolongan untukku ya Tuhan.
Justin berdoa didalam hatinya, tendangan dan pukulannya kini melemah, pandangan matanya sudah buram. Cahaya putih yang terakhir Justin lihat mendarat di belakang iblis itu.
"Segel Malaikat, tarian ikatan iblis!" Terdengar suara seseorang dari belakang dan badan Iblis tersebut terlilit dan terikat sehingga Justin jatuh lemas kelantai.
"Kalian akan mati Malaikat tengik!" Lagi-lagi iblis tersebut meronta dan semakin meronta, maka ikatan yang membelenggu dirinya semakin ketat.
"Segel Malaikat, Kuasa pemusnahan!" Teriak seseorang lagi sambil menancapkan sebilah pedang tepat ke dada Iblis tersebut.
"AAAKKHHH! AKAN KU BALAS PERBUATAN KALIAN!" Seketika terjadi ledakan dan hamparan abu yang berterbangan, meninggalkan Tubuh Senior Kim yang tergeletak tak sadarkan diri.
"Hais! Kenapa manusia mau mengikat kontrak dengan iblis ? Mereka bahkan tidak bersyukur dengan berkat yang diberikan Tuhan." Zekiel menatap manusia yang sedang kehilangan kesadaran itu dan menghela nafasnya.
"Kau kan tau, Iblis banyak cara untuk menggoda manusia, terlebih jika manusia tersebut sedang mempunyai banyak masalah, Iblis akan menggoda mereka dan menjanjikan hal-hal yang menurut manusia indah dan dapat mewujudkan impian mereka. Ah, sudahlah..biar aku yang bawa manusia ini, kamu bawa Justin saja." Rian segera mengangkat tubuh Riko dan Zekiel segera menghampiri Justin.
"Kakak! Kakak! Sadarlah,Kiel disini, Kak Justin harus kuat, Kiel sama Kak Rian disini, Kakak bertahan ya." Zekiel menggendong Justin, dan mereka berdua terbang meninggalkan gedung terbengkalai tersebut.
Mereka pergi sambil membawa kedua orang yang sudah pingsan tersebut ke rumah sakit, sesampainya di rumah sakit. Rian dan Zekiel meyamar menjadi manusia dan berlagak menemukan Riko dan Justin di dekat bangunan kosong. Mereka melancarkannya dengan sangat rapih dan sempurnah sampai keduanya mendapatkan pertolongan. Setelah mengetahui keduanya sudah dalam keadaan baik, Rian dan Zekiel menghilang dan mereka kembali ke Surga melaksanakan tugas mereka kembali.
2 minggu kemudian
Justin
Setelah beristirahat selama dua minggu setelah dari rumah sakit, badanku sudah kembali segar. Tapi, ada yang aneh sekali karena aku tidak mengingat apapun dan kenapa aku bisa pingsan. Semakin aku mengingat sama saja, aku tidak tau kejadian apa yang menimpaku.
Yak, waktunya berberes 25 menit lagi aku harus berangkat kuliah. Segera aku mengganti pakaianku setelah selesai mandi, kemudian aku berdiri merapikan rambutku biar keren.
"Ah Justin kau sungguh mempesona, bahkan para roh akan jatuh hati melihatmu." Aku memandangi pantulan wajah kerenku di cermin.
Jangan belaga keren, kau cupu, sangat cupu, dasar malaikat buangan.
Aku terkejut dan langsung membalikkan badanku memastikan siapa yang ada dibelakangku. Bulu kudukku berdiri, aku merasa seram didalam kamarku ini. Langsung aku ambil tasku dan memakai sepatu secepat mungkin lalu lari keluar kamar.
"Bibi, aku pergi kuliah ya kamarku belum terkunci, aku terlambat." Aku berteriak ke Bibi penjaga kos, dia yang mengasuhku dari awal aku diasingkan kebumi.
Aku langsung berlari ke halte bis yang tidak terlalu jauh dari kos tempat tinggalku, aku melihat bis sedang berhenti dan para penumpang sedang naik. Aku mempercepat lariku dan segera naik, seperti biasa aku mencari lokasi duduk favoritku. Aku segera duduk, meski tidak mendapatkan kursi dekat jendela. Aku sedikit melirik orang disebelahku, aneh sekali, memakai pakaian serba hitam dan wajahnya ditutupi dengan topinya. Ah, sudahlah mungkin hanya seorang pemabuk yang tertidur.
---------------------
Seseorang aneh yang duduk disamping Justin tidak bergeming dari awal semua penumpang masuk sampai sekarang pemberhentian bis telah sampai di halte depan kampusnya. Ia berjalan turun sambil sesekali melirik orang tersebut. Digerbang sekolah Justin berpapasan dengan Vera.
"Kak Justin, Selamat pagi. Apa kabar ? Sudah sehatkah ?" Vera tersenyum sambil berjalan bersebelahan dengan Justin.
"Selamat pagi juga, sudah baikan dong Vera. Masih terkadang agak burem aja pandangan mata sih. Kamu kok gak naik bis tadi ?" Justin mengusap kepala adik kelasnya itu.
"Syukurlah, makanya lain kali hati-hati kalau jalan ih, bisa pula kakaj ngelinding dari ruang komputer, mana menimpa kak Riko pula hahaha" Vera tertawa sambil menyikut lengan Justin.
"Eh ? Terguling dari ruang komputer ? Benarkah ?" Justin memberhentikan langkahnya sambil melihat Vera.
"Iya beneran, emang kakak gak ingat? Atau jangan-jangan kakak hiportemia sampek lupa ?" Vera berteriak kaget, ia tidak sadar suaranya sangat kuat saat itu.
"Bunda, kakak yang cewek itu bodoh, kalau lupa ingatankan amnesia bukan hiportemia." Celetuk seorang anak kecil yang melewati Vera bersama Ibunya setelah mengantar kakak lelakinya masuk sekolah.
"Hei, tidak baik bicara begitu. Ayo minta maaf, maafin anak saya ya adek." Si ibu anak itu meminta maaf lalu menggendong anaknya pergi.
Vera hanya bisa cengo mendengar seorang bocah mengatain dirinya bodoh. "Hah, hahaha..YA! AKU INI PINTAR, AKU HANYA TERPELESET LIDAHKU SAAT BERBICARA!" Sontak semua orang teryawa melihat tingkah Vera.
"Sudahlah, ayo masuk udah mau mulai jam pertama kuliah." Justin menarik tangan Vera untuk masuk ke halaman kampus. Mereka berdua masuk ke gerbang dan berpisah dihalaman.
Setelah Justin sampai, ia duduk manis dibangkunya. Tiba-tiba temannya menepuk pundaknya.
"Hei jangan melamun nanti kerasukan setan."
"Eh ? Kak Mike hehehe, aku gak melamun kok, cuma duduk cangtip aja." Justin berpose sok imut karena hal itu merupakan yang sering Mike tampilkan kepadanya.
"Idih, idih jangan sok imut, geli dih." Mike menutup wajah Justin memakai selebaran kertas yang dia dapatkan di halte tadi.
"Yak! Mike Wijaya, kau gak sopan sama yang muda." Justin menarik kertas itu dan membacanya.
"Heh kutil badak! Dari mana ada peraturan begitu ? Yang ada yang muda harus sopan sama yang tua." Mike menjitak kepala Justin.
Mereka lalu bersenda gurau sembari menunggu Pak Kardi datang. Tidak berapa lama kemudian, dosen yang mereka gosipin masuk dan mengeprak meja.
"Keluarkan alat tulis, dan simpan semua buku! Hari kuis dadakan!" dengan nada tegas dan sambil merapikan kertas lembar ujian.
"Yaahh, Pak gak bisa begitu dong! Hhhuuuu!!!" Satu kelas menyoraki dosen mereka yang terkenal galak tersebut.
"Ish, aku belom belajar. Kau bagaimana hyung ?" Justin mengacak rambutnya.
"Owh, aku ? Hahahha, makanya Justin kau harus banyak belajar, cupcupcup." Mike meledek Justin sambil mengelus kepala adiknya tersebut.
"Yak! Jawab Kak, kau sudah belajar belum ? Kasih tau aku ya kak. Nanti akan ku traktir." Justin memandang Mike dengan penuh harapan.
"Iya, iya akan ku kasih tau." Mike membenarkan duduknya.
Brak!
Pak Kardi meletakkan dua lembar kertas dimeja mereka dengan gebrakan.
"Tidak ada contek-contekan!" Pak Kardi menatap mereka dengan tajam.
Mereka hanya bisa menganggung melihat Pak Kardi yang kali ini sangat seram menurut mereka. Waktu berlalu dua jam, satu ruangan sangat hening karena fokus mengerjakan kuis yang diberikan.
Kau malaikat bodoh, kau dibuang, kau dibenci
Justin mendengar bisikan itu lagi, dan kali ini suaranya sama. Dia melirik kekanan dan kekiri tadi semua fokus mengerjakan kuis.
KRIIINNGGGGG!!!
Justin kaget dan kembali dari lamunannya, sudah dua kali dalam hari ini dia mendengar suara itu. Dia berdiri dan berjalan ke depan mengumpulkan langsung lembar kuisnya dan meninggalkan Mike. Setelah mengumpulkan kuis, ia berlari keluar kelas menuju kamar mandi.
"Hah! Hah! Hah! Sepertinya aku kurang tidur." Justin membasuh wajahnya diwastafel, kemudia dia mendongak menatap pantulan wajahnya dicermin.
"Khukhukhu bodoh!" Justin membesarkan matanya mendapati pantulan dirinya di cermin berubah, matanya hitam dan rambutnya berubah merah.
"Aaa!" Justin terduduk dan bayangan dirinya sangat menyeramkan masih berada dicermin sambil tertawa.
Justin meraba kantong celananya dan mengeluarkan botol kecil yang berisi air, kemudian di percikkannya air tersebut ke cermin dan diusapkannya kematanya. Bayangan di cermin itupun seketika lenyap. Justin tanpa sadar menangis karena kejadian-kejadian dan bisikan-bisikan yang terus menerornya.
Mike
Aku melihat Justin begitu buru-buru berjalan dan mengumpulkan kertas kuis lalu berlari keluar. Aku heran melihatnya karena dia begitu aneh. Dengan sigap alu juga mengumpulkan kertas kuisku lalu mengejar Justin.
"Ais, kemana anak itu berlari! Apa dia sakit ya makanya berlari begitu untuk keruang kesehatan ?" Aku langsung berlari mengecek keruang kesehatan.
"Permisi, pak apa tadi Justin ada kesini ?" Aku menyembulkan kepalaku dari balik pintu untuk bertanya kepada petugas hari itu.
"Oh ya ? Justin ? Tidak, tapi dia tadi berlari ketoilet Bapak lihat, berpapasan soalnya tadi, cuma Bapak tegur dia gak menjawab. Coba kamu periksa dikamar mandi."
"Oh, Baik Pak, terimakasih. Saya permisi." aku langsung berlari kekamar mandi. Dan aku mendengar dari kejauhan ada suara yang teriak. Segera aku masuk ke kamar mandi dan mendapati Justin terduduk dengan wajah yang basah dengan airmata.
"Hei! Hei! Kau kenapa ? Kok nangis ?" Aku menggoyang-goyangkan badannya, dan menenagkanya. Setelah sedikit tenang meski masih menangis, aku memberikan Justin air minum.
"Ti-tidak, h-hanya tadi kakiku keram saja." Aku aneh melihatnya, kaki keram mana ada yang sampai menangis begini.
"Ya sudah, ayo kembali ke kelas, bentar lagi Miss Olivia masuk." Aku membantu Justin berdiri.
-----------------------
Nafas Justin tidak beraturan, ia terduduk dan tidak percaya apa yang dilihatnya. Sungguh hal ini merupakan penghinaan baginya. Setelah cukup lama, Mike datang dan menyadarkan Justin, dia juga membantu Justin berjalan untuk keluar dari kamar mandi. Mike berubah pikiran untuk kembali kekelas dan lebih baik membawa Justin ke ruang kesehatan untuk istirahat.
Mike membolos 3 mata kuliahnya hari ini karena ia menemani Justin di ruang kesehatan. Mike tidak tega untuk meninggalnya karena melihat Justin sangat rapuh saat kejadian tadi, saat ini Justin tertidur setelah dari tadi ia menangis dan akhirnya terlelap tidur.
Mike meninggalkannya sesaat, selagi Justin tertidur untuk membeli makanan dikantin, lalu Mike segera kembali ke ruang kesehatan setelah makanan yang ia pesan sudah selesai. Tidak terasa sudah beberapa jam berlalu, Mike mengambil handphonenya, sudah pukul 2 siang dan menandakan perkualiahan kelas pagi sudah selesai.
"Justin, bangun, hei bangun." Mike menggoyang-goyangkan tubuh Justin yang masih larut dalam tidurnya.
"Nghh...k-kak Mike." Suaranya begitu lirih, ia menyesuaikan cahaya yang masuk ke pelopak matanya dan duduk bersandar di tempat tidur itu.
"Kau sudah baikan ? Apa yang sebenarnya terjadi ?" Wajah Mike sangat begitu penasaran, karena selama ini Justin tidak pernah menangis bahkan saat dia ditolak sama seorang cewek.
"Ah, aku baik-baik saja kok. Em aku ? Aku tidak apa-apa, hanya sepertinya aku kangen Japchae buatan ibuku saja. Akhir minggu aku akan pulang, kau mau ikut gak ?" Justin mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Mike berlibur ke kampung halamannya.
"Woahh..apa aku boleh ikut ? Pasti di sana sangat indah ya ? Tapi, engh..maaf aku boleh bertanya sesuatu ? Memang tidak sopan." Mike sedikit khawir akan pertanyaan yang akan dilontarkannya.
"Tentu, kau boleh ikut jika mau. Apa yang mau kak Mike tanyakan ? Santai saja, kau kan sudah seperti keluarga kandungku." Justin merebut botol air mineral yang dipegang Mike dan meminumnya.
"Em..bukannya, orang tuamu sudah tiada sejak kau kecil ? Maaf sekali aku sudah lancang bertanya." Mike menunduk meminta maaf berkali-kali.
"Oh itu, hehehe...belum ku kasih tau ya ? Aku punya orang tua angkat. Em ngomong-ngomong aku lapar." Justin memegang perutnya membuat ekspresi sedih yang membuat Mike tidak tega melihatnya.
"Baiklah, baiklah. Bangun dari tempat tidur, aku akan mentraktirmu Japchae." Mike menggelengkan kepala dan keluar deluan dari ruang kesehatan disusul Justin.
Mereka jalan keluar dari kampus dan ke restaurant Japchae langganan mereka. Selama perjalanan mereka bersenda gurau dan Justin berhenti sesaat disebuah kedai untuk membeli beberapa makanan. Mike hanya menggeleng, dalam hatinya berkata, "Kau masih saja membeli makanan yang lain, padahal baru baikan. Dasar anak ini."
Setelah membayar makanan, mereka kembali berjalan dan masuk ke dalam restauran. "BIBI AKU DATANG, AKU SANGAT LAPAR." Justin berteriak seperti dirumah sendiri diikuti oleh Mike yang berteriak demikian.
"Haisss, kalian ini ribut sekali kalau sudah datang. Sebentar bibi buatkan Japchae kan ? Seperti biasa ? Bibi sampai hapal." Bibi pemilik warung itu tersenyum dan menyuruh karyawannya memasakkan makanan di dapur.
"Bagaimana kuliah kalian ? Tidak pernah boloskan ?" Tanya si Bibi sambil menata peralatan makan ke kotaknya setelah di cuci dan dikeringkan.
"Tentu baik-baik saja, aku tidak pernah bolos. Tapi tadi aku menemani Justin di ruang kesehatan." Ucap Mike sambil memainkan ponselnya.
"Hais kau ini, pasti kesemua orang akan dikasih tahunya." Justin berdecak kesal dan ingin mencubit Mike tapi seperti biasa Mike berhasil menghindar dan memanyunkan bibirnya.
"Aigoo..kau kenapa ? Kau sakit Justin ? Sekarang sudah bagaimana ?" Bibi pemilik restauran itu langsung meninggalkan pekerjaannya dan menarik kursi untuk duduk disebelah Justin.
"Ah, Bibi enggak kenapa-kenapa kok. Tadi aku agak kecapekan saja Bi, jadi aku meminta Mike menemaniku di ruang kesehatan." Justin tersenyum meyakinkan si Bibi.
"Benar Mike ? Apa benar begitu ? Kau harus menjaga Justin, kau kan sudah kenal sangat dekat, bahkan kalian kemana-mana selalu berdua."
Justin melotot ke Mike agar Mike tidak keceplosan memberi tahu apa yang di alami Justin.
"I-iya Bi, tadi hanya kecapekan hehehe." Mike tersenyum dengan memperlihatkan gigi putih dan bersih miliknya.
Si Bibi hanya menggeleng, lalu berdiri dan mengembalikan kursi ketempatnya. Kemudian mengambil dua kotak besar susu sapi dan memberikannya kepada Justin.
"Kau harus minum susu, itu baik untuk kehatan. Hais, kau masih muda begini jangan sakit-sakitan. Bibi saja sudah setua ini sehat terus." Bibi tersebut menepuk-nepuk pundak Justin.
Berlanjutlah mereka larut dalam obrolan dan obrolan yang mengasyikkan sambil tertawa-tertawa sambil menunggu pesanan mereka datang. Setengah jam berlalu dan makanan mereka datang.
"Woaaa Bibi aku sudah lapar." Mike bertepuk tangan melihat tumpukan daging yang banyak.
Pada akhirnya mereka mulai makan sambil berbincang dentan Bibi pemilik restaurant, mereka sangat akrab seperti orang tua dan anak. Sesekali perbincangan mereka dihiasi dengan tawaan dari Justin maupun Mike.
Setelah selesai, mereka membayar makanan tersebut dan kembali pulang ke rumah mereka sendiri, Mike berpisah dengan Justin di persimpangan.
"Tae, besok aku bawa kendaraan. Kita sama ya perginya, aku tunggu disini. Bye bye" Mike melambaikan tangannya dan berlari melewati beberapa rumah untuk sampai ke rumahnya.
"Baiklah aku nunggu disini besok!" Justin menyambut dengan berteriak juga dan melambaikan tangan. Kemudian Justin jalan masuk kedalam kos untuk beristirahat.
Rumah Mike
Mike
Aku memasuki rumah dengan gembira, gak sabar menunggu akhir minggu untuk ikut Justin pulang ke rumah orang tua angkatnya, sudah lama juga aku gak jalan-jalan kepedesaan.
"Mama..aku pulang, Mike akhir minggu pigi ya ikut Justin ke kampungnya jalan-jalan." Aku berteriak dan langsung lari ke kamarku di lantai dua.
Setelah masuk langsung aku loncat ke kasur empuk dan terlarut dalam tidur berhubung badanku sangat lelah sekali rasanya seperti bekerja berat padahal aku tidak ngapa-ngapain hari ini.
Kesadaranku mulai hilang dan berganti dengan mimpi ditemai kasir dan bantalku yang terasa sangat nyaman sekali.
Setelah beberapa jam, aku terbangun karena ada yang menggoyang-goyangkan badanku. Dengan malas aku membuka mata dan bertanya kenapa aku dibangunkan.
"Bangun, kak Mike bangun, sudah malam ih jangan tidut terus." Ternyata adikku yang mengganggu tidurku.
"Iya iya, padahal lagi enak tidur juga." aku duduk dan merenggangkan badanku. Dengan mata yang masih mengantuk aku langsung berdiri dan mandi. Air hangat yang keluar dari shower membuat tubuhku rileks, dan rasa lelahku seperti luntur terkena air hangat.
Tiga puluh menit aku mandi, ya aku terkenal lama, untuk mandi aku hanya butuh 10 menit, sisanya aku bernyanyi membayangkan diriku seperti seorang penyanyi yang terkenal, tak jarang mamaku memerahiku karena suaraku saat bernyanyi terdengar sampai kebawah.
Setelah selesai dan aku memakai baju santai, aku keluar dari kamar dan menuju dapur.
"Sudah bangun ? Mama baru mau bangunin kamu."
"Sudah dong ma, tadikan adek udh bangunin Mike." Aku langsung duduk.
"Adek ? Adekmu kan belum pulang Mike, diakan diasrama sekolahnya sana." Mamaku hanya menggeleng.
Aku membulatkan mataku, aku yakin sekali tadi adikku yang membangunkanku. Astaga, apa yang terjadi. Buru-buru aku mengambil handphone ku dan menelefon adikku. Aku memborbardir adikku adengan banyak pertanyaan, aku sangat khawatir dengannya. Setelah adikku menjelaskan keadaannya, hatiku sedikit lega. Aku mengakhiri telefonku dengannya lalu aku kembali menelefon temannya untuk bertanya lagi. Dan ternyata memang adikku baik-baik saja.
"Ma, Mike akhir minggu gak jadi sama Justin, Mike mau liat si adek ya."
"Ya sudah sekalian bawakan stok makanan dia. Sekarang kita makan."
Kamupun makan bersama, meski makan hanya berdua kami saling bersenda gurau.
-----------------------
Back to Justin
Didalam kamar kosnya, Justin menghabiskan waktu dengan menyusun pakaian-pakaian yang akan dibawanya ke tempat orang tua angkatnya. Sudah lama sekali ia tak ketemu dengan orang tua angkatnya.
Mau kemana ? Hihihi apa aku boleh ikut ? Sepertinya akan seru jika aku bermain dengan orang tua mu
Justin membulatkan matanya, tangannya menggenggam erat kaos yang akan dimasukkannya, air mata Justin turun membasahi pipinya. Sepertinya cobaan demi cobaan selalu menghampirinya. Kali ini Justin tidak akan membuat kesalah. Justin melirik kesamping, dia melihat ada sesosok bayangan hitam berdiri memantau Justin dari luar.