Alex terdiam lama menatap sorot mata Madu yang menajam hingga air matanya jatuh pun Madu tetap tidak merubah ekspresi wajahnya.
Alex menatap ke arah Anya dan Maya membuat kedua orang itu tersentak kaget.
"May, ada telur gulung lewat noh. Beli yuk!" ajak Anya tiba-tiba membuat Madu dan Maya menatap heran ke arah Anya.
"A ayok ayok, kita beli sekarang." seakan-akan mengerti maksud dari ajakkan Anya, Maya langsung setuju begitu saja.
"Lo berdua mau kemana?" tanya Madu ketika kedua sahabatnya hendak pergi tanpa pamit.
"Mau beli telur gulung, Mel." tukas Anya kemudian menggandeng tangan Maya untuk pergi meninggalkan Alex dan Madu membuat Madu nendengus kesal karenanya.
"Madu ...." panggil Alex lembut.
"Lo kalo mau cerita tinggal cerita aja," ucap Madu tidak luluh sama sekali dengan wajah sendu Alex.
"Kau tahu kenapa papaku meninggal?" tanya Alex.
"Karena insiden kebakaran di museum Singapura ?!" sahut Madu santai.
"Setelah mendapatkan ide brilliant dari papa, papa langsung di bunuh oleh rekan bisnisnya sendiri." tambah Alex membuat Madu sedikit melebarkan matanya kaget.
"Saat itu papa di undang untuk datang ke Singapura oleh rekan bisnisnya lalu mereka melakukan diskusi panjang di museum milik rekan bisnis papa," ucap Alex kemudian.
"Malamnya papa menelepon mama. Papa bilang mereka menipu papa, mereka mengambil semua ide-ide papa, mereka memanfaatkan papa hingga suara ledakkan terjadi. Papa sudah tidak ada lagi." sambung Alex dengan tangan yang terkepal kuat.
"Mama ketakutan dan memelukku dengan erat, mama ma-ma ...."
"Jangab di lanjutin lagi," ucap Madu menggenggam tangan Alex yang bergetar kuat.
"Aku tidak bermaksud berbohong Madu, trauma lama yang menimpa papa membuatku harus waspada terhadap sekitarku." ucap Alex cepat membuat Madu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Salah ....
Madu merasa bersalah karena sudah berburuk sangka dengan Alex.
Maafin gue, Lex. Gue terlalu berharap buat dapat simpati dari lo jadi waktu gue tahu lo pinter. Gue sedikit kecewa karena ternyata gue bukan orang spesial buat lo - batin Madu merasa sedih.
"Maafkan aku, Madu." lirih Alex menatap dalan menik mata Madu membuat jantung Madu berdebar kuat.
"Lo enggak salah kok, cuma gue-nya aja yang terlalu berlebihan." ucap Madu tersenyum kaku.
"Janji jangan marah lagi," lirih Alex membuat Madu semakin merasa tidak enak hati.
"Janji." sahut Madu tersenyum tipis membuat tangan kanan Alex mengacak-acak rambut Madu kala merasa gemas.
Mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan banyak mengobrol tentang kehidupan mereka masing-masing, hingga malan hari kedua sahabat Madu kembali ke cafe untuk mengajak Madu pulang.
"Lo berdua dari mana?" tanya Madu pada kedua sahabatnya yang baru kembali setelah berjam-jam lamanya.
"Biasa lah, Mel. Sifat centil Anya muncul waktu lihat cowok ganteng." cibir Maya dengan nada suara yang terdengar malas.
"Apaan sih, lo juga tadi kecentilan dekat-dekat sama tu cowok-cowok." balas Anya membuat Alex dan Madu tertawa cekikikan.
"Ada yang berhasil di jadiin pacar enggak?" tanya Madu menaik turunkan alisnya bermaksud untuk menggoda kedua sahabatnya.
"Enggak ada," sahut keduanya jengkel.
"Yang sabar ya Anya - Maya, kalian belum beruntung." ucap Alex dengan nada mengejek.
"ANJI*G !!!" umpat Anya dan Maya membuat tawa Alex dan Madu pecah karenanya.