webnovel

Berisik

Bunyi dari mesin microwave membuatnya tersadar, dengan hati-hati ia mengambil lauk yang sudah dipanaskan untuk teman nasinya, sarapan pagi ini bukan lagi telur dadar, tapi masakan rumahan hasil pemberian tetangga sebelah.

Gadis itu bangun cepat sekali hanya untuk makan dengan pelan dan lahap. Ia akui masakan ini sangat enak. Tetangganya itu terlihat sangat bahagia dan akur sekali. Mereka juga memiliki anak yang pintar dan lucu, sebuah potret keluarga harmonis.

Ia segera menggeleng pelan, mengusir isi kepalanya yang muncul banyak hal secara tiba-tiba tanpa bisa ia cegah. Ini masih terlalu pagi memang, tapi ia tak kerasan jika harus diam di sana lebih lama, jadinya lebih memilih untuk menghabiskan nasinya lalu meletakkan piring kotor ke bak cuci piring. Setelah itu langsung mengambil tas dan mengenakan sepatu.

Ia sudah terbiasa dengan sepi.

Ketika pintu apartemennya dibuka, pemandangan pertama ia lihat adalah wanita tetangganya yang berada di sebelah tengah menggendong putrinya, lalu satu lagi, ia ingat namanya kalau tak salah Naura telah memakai seragam lengkap. Sepertinya ia mau berangkat ke sekolah, dari lambang di di lengan bajunya, ia bisa tahu sekolahnya tak jauh dari sini, karena memang kompleks apartemen itu berada di tempat yang strategis. Tahu bakalan begini, harusnya ia keluar sebentar saja lagi. sayangnya tidak butuh janji tapi bukti..

"Pagi Kak," sapa Naura ramah pada Xena, gadis itu agak terkejut karena di sapa, ia hanya mengatakan ya pelan dengan canggung.

"Wah, mau berangkat sekolah juga ya?" tanya Lika pada Xena, harusnya sih sudah jelas, ia memakai seragam meski tertutup hodi, tapi dari roknya, sepatu dan tas juga sudah kelihatan. Ia mau ke sekolah bukan membajak sawah atau pun mau cosplay.

Xena yang tak terlalu paham basa-basi juga hanya menjawab ya singkat. Saat baru saja Lika ingin berangkat, Nara menangis, balita itu menunjuk popoknya, dari aromanya sang ibu sudah tahu, anaknya yang berusia dua tahun baru saja pup.

"Naura pergi sendiri saja Ma, kan dekat, jadi tidak perlu diantar," kata gadis itu merasa sang ibu kerepotan, ia tak bisa menunggu terlalu lama, sebab di suruh datang tepat waktu, dan sepertinya sang adik juga tidak bisa diajak pergi dalam keadaan seperti itu.

"Tapi, Nak kamu bisa tunggu—"

"Naura pergi sama Kak Xena saja, kan satu arah, dia pasti lewatin sekolah Naura!" katanya langsung menunjuk Xena yang baru saja akan beranjak pergi.

Ibunya ingin bilang sesuatu lagi sebelum tangisan Nara malah makin kenceng, ia menoleh pada Xena sekilas, seolah berkata tolong jaga anak saya.

Begitu pintu apartemennya tertutup, kini tinggallah Naura dan Xena, Xena pun segera berjalan tanpa bicara apa pun, sementara si gadis kecil mengikutinya.

Mereka pun naik lift bersama, hanya ada keheningan ketika lift itu turun, dan berhenti ketika beberapa orang masuk membawa kardus besar di tangan masing-masing. Melihat hal itu, refleks Xena menarik Naura untuk mendekat padanya, jadinya anak itu tak terhimpit.

Diperlakukan demikian membuat Naura senang, kakak itu memang sungguhan baik sekali pikirnya.

"Kak Xena punya banyak teman di sekolah?" tanya Naura padanya saat mereka baru saja keluar dari apartemen.

"Tidak."

"Benarkah? aku juga sih," kekeh gadis kecil itu.

Xena tak terlalu memerhatikan, namun ia mendengarkan.

"Kenapa?" tanya Xena tanpa sadar, ia tak bisa menahan dirinya untuk bertanya, sebab gadis itu terlihat ceria dan mudah bergaul, soal teman pasti ia tak akan kesulitannya menemukannya, sebentar, apa itu teman pikirnya.

"Kenapa? hm, gak tau juga sih, tapi yang pasti Mama bilang mungkin karena belum terlalu kenal dekat juga, sebab kami kan baru pindah ke sini juga.

Xena tak merespon.

"Kakak orang baik, aku yakin pasti nanti punya banyak teman," kata gadis itu lagi.

Jadi sepanjang sisa perjalanan mereka, gadis itu

menceritakan tentang teman-teman di kelasnya. Mulai dari kolektor peruncing bernama Ivan. Si tukang tidur Ihsan, dan teman sebangkunya Meri.

Mulutnya seakan tak kenal lelah, dan Xena hanya diam saja, tak merespon, hanya terus berjalan.

Sampai tidak sadar bahwasanya Naura sudah sampai.

"Terima kasih Kak, sampai jumpa nanti!" katanya riang sambil melambaikan tangan, lalu segera masuk karena Meri memanggilnya.

Ia kemudian meneruskan langkahnya lagi.

"Berisik," gumamnya.

***

Sedari awal ia sudah sadar ini terlalu pagi baginya untuk datang. Jadi ia tak akan kaget jika para siswa masih kisaran jantung.

Tapi pikirannya itu salah, sekarang sekolah sudah ramai, begitu melihat jam ia terkejut, lima belas menit lebih cepat, tunggu sepertinya bukan begitu, ia lalu ingat dengan Naura, sepertinya gadis itu yang membuatnya datang tepat waktu.

Mungkin karena sibuk mendengar cerita si gadis kecil ia memelankan langkahnya yang sebelumnya selalu saja tergesa-gesa.