webnovel

Kepanikan Shazia

Harshad langsung menatap Freya. Ia juga merasa tidak terima dengan perkataan Freya. Freya juga tidak memperdulikan tatapan tidak terima dari Harshad. Freya pun kembali membujuk Shazia agar ia tidak merasa terasingkan lagi.

"Iya, aku mengerti. Tapi, aku tetap mau pulang sekarang! Please, Jangan ada yang mengejarku!" ucap Shazia sekaligus pergi dari tempat itu.

Kedua fokus pandangan Freya langsung tertuju kepada Harshad. "Kamu kenapa selalu mengganggu Shazia? Kamu bisa lihat sendiri, 'kan? Bagaimana Shazia kalau sudah seperti itu? Akan sulit untuk membujuknya kembali! Ini kesalahanmu, Shad! Aku tidak tahu harus bagaimana lagi untuk bertindak," gerutu Freya seraya membereskan barang-barangnya.

"Hei, kamu mau ke mana?" tanya Harshad yang sudah merasa kelimpungan.

"Aku juga mau pulang! Tiba-tiba mood-ku menjadi bad!" Freya langsung pergi begitu saja.

"Heh! Bill-nya! Siapa yang bayar?" teriak Harshad. "Gawat! Kalau begini, kantongku juga bisa bolong! Duh, Shazia! Kenapa kamu selalu membuatku susah?!" kedua mata Harshad langsung menatap nanar bill yang sudah tersemat di atas meja makan.

Setelah sampai di rumah, Shazia langsung berlari ke kamarnya. Ia juga langsung mengunci pintu kamarnya. Shazia langsung menangis sesegukan di atas ranjang. Ia merasa sangat sedih ketika mengingat semua perkataan Harshad. Tanpa Harshad ketahui, Shazia menyimpan rasa cinta kepada Harshad. Rasa itu sudah muncul sejak mereka duduk di sekolah menengah pertama. Namun, Shazia tidak mempunyai nyali untuk mengungkapkan perasaanya kepada Harshad.

Shazia dan Harshad memang sudah lebih dahulu berteman. Mereka juga mengenal Freya semenjak duduk di bangku sekolah menengah akhir. Sejak saat bertemu dengan Freya, Harshad menjadi lebih berbeda. Harshad lebih memperhatikan Freya daripada Shazia. Hal tersebut membuat Shazia merasa cemburu. Tetapi, Shazia mencoba untuk tidak menunjukkan perasaannya kepada Harshad. 

Hal itu, ia lakukan untuk menghargai persahabatan mereka bertiga. Kepribadian Shazia sangat berbanding terbalik dengan Freya. Shazia wanita yang dominan, keras kepala, dan mau menang sendiri. Sedangkan, Freya memiliki sifat kebalikan dari Shazia. Hal tersebut membuat Harshad lebih tertarik kepada Freya. 

"Harshad! Kenapa? Kenapa kamu itu selalu memperhatikan Freya! Selalu Freya! Freya dan Freya! Aku juga mau diperhatikan! Aku juga tidak kalah cantik dari Freya! Bahkan, di sekolah aku yang lebih dikagumi oleh semua siswa! Tapi, kenapa kamu tidak mengagumiku? Memangnya apa kekuranganku?" gerutu Shazia di atas ranjangnya.

Shazia terus memukul-mukul bantal yang masih menutupi wajahnya. Shazia juga terus menangis dan mengobrak-abrik seluruh barang-barang yang ada di dalam kamarnya. Kesedihan Shazia sudah terlalu dalam. Sehingga, ia sendiri juga sulit untuk mengendalikan emosinya itu. Tanpa Shazia sadari, ternyata keributan itu sampai terdengar di telinga Angela. Angela langsung memastikan apa yang sudah ia dengar.

"Nak, apa yang sedang kamu lakukan di dalam sana? Kenapa berisik sekali?" tanya Angela dengan kuping yang sudah menempel di depan pintu kamar Shazia.

Shazia langsung panik ketika ia mendengar suara mamanya di depan pintu kamar. Ia pun secepat mungkin membereskan semua kekacauan yang ada di dalam kamar. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi, jika Angela melihat kekacauan yang ada di dalam kamarnya itu. 

"Aduh! Bagaimana ini? Bagaimana jika mama melihat kekacauan ini? Aku bisa saja di bawa ke psikiater!" ucap Shazia sembari membereskan semua barang-barang yang sudah hancur berantakkan di atas lantai.

"Apa yang sedang kamu lakukan, Nak? Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaan mama?" tanya Angela yang sudah merasa khawatir dengan kondisi Shazia di dalam kamar.

Shazia langsung berteriak, "Iya, Ma! Sebentar! Shazia baru saja siap mandi." Shazia langsung memasukan semua barang-barang yang telah hancur itu ke dalam kolong tempat tidurnya. "Aduh, mampus!" gerutu Shazia ketika barang-barang yang sudah hancur itu sulit untuk disembunyikan di bawah kasur.

Jeglek! Angela berhasil membuka pintu kamar Shazia dengan menggunakan kunci ganda. Angela langsung terperangah ketika melihat Shazia yang sedikit membungkukkan badannya di sebelah ranjang berukuran king size itu.

"Nak, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Angela dengan kening yang sudah berkerut.

"Hm, Shazia hanya sedikit merenggangkan tubuh," elak Shazia sembari membungkukkan dan kembali meluruskan tubuhnya secara berulang-ulang.

"Mama tadi mendengar suara seperti ada barang yang terjatuh dari kamar kamu. Kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya Angela kemudian.

"I'm ok, i just … hm, tadi memang ada barang yang jatuh, tapi sudah Zia bereskan, Ma." Shazia masih terlihat tegang. Kedua matanya pun masih sesekali melirik ke arah kolong ranjangnya.

Namun, Angela tidak semudah itu untuk di kelabui. Wajah sedih dan kedua mata Shazia yang masih memerah membuat Angela semakin yakin bahwa anak bungsunya itu sedang dirundung sebuah kesedihan. Angela perlahan-lahan mendekati Shazia yang masih berdiri di samping ranjang. Shazia juga tidak bisa menghindari Angela. Kini, tangan Angela sudah menyentuh pipi Shazia dengan lembut.

"Kamu habis menangis, Nak?" tanya Angela dengan lembut. Angela pun menuntun Shazia untuk duduk di pinggiran ranjang. "Cerita sama mama, Nak. Jangan pernah menyembunyikan perasaanmu. Mama akan selalu siap mendengarkan keluh kesah kamu, Sayang," ucap Angela seraya merapikan rambut Shazia.

Shazia langsung memeluk Angela. Ia juga langsung menitikan air matanya di dalam pelukan Angela. "Mama, Shazia sangat sedih. Harshad! Dia kembali meledek Shazia. Dia meledek Shazia di depan umum. Itu sangat memalukan, Ma!" 

"Sayang, ini hanya masalah sepele. Mungkin saja Harshad bermaksud untuk bercanda dengan kamu." Angela langsung melepaskan pelukannya. "Sudahlah, jangan dipikirkan lagi ya, Nak."

Mendengar ucapan Angela, Shazia langsung menyeka air matanya. Ia pun langsung menceritakan semuanya kepada Angela. Angela sampai tercengang mendengar perkataan Shazia. Angela langsung menghela nafas panjang setelah Shazia selesai berbicara.

"Nak, hanya karena masalah ini kamu menangis?" tanya Angela dengan nada yang sangat lembut.

Shazia hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Angela kembali memeluk anak bungsunya. Ia juga menjelaskan kepada Shazia bahwa tidak perlu merasakan cemburu yang terlalu berlebihan. 

"Mama bisa mengatakan hal itu dengan mudah, tapi Shazia yang menjalaninya, Ma. Sakit sekali ketika melihat orang yang kita cintai itu lebih memperhatikan wanita lain. Memangnya Shazia kurang apa? Kenapa Harshad tidak menyukai Shazia?" Shazia kembali melepaskan pelukan Angela.

"Sayang, kamu tidak kekurangan apapun. Semua yang kamu mau, mama dan papa akan segera melakukannya. Tapi, ingat pesan mama ini, Nak. Kamu jangan menjadi pribadi yang buruk karena merasakan cemburu dan iri hati. Itu tidak baik, Sayang," jelas Angela kepada Shazia.

"Ma, tapi—"

"Ets, jangan membantah lagi. Ingat pesan mama, Sayang. Kamu seorang anak dari keluarga terpandang. Jangan bertingkah aneh karena masalah sepele seperti ini. Jika kamu mencintai Harshad, berusahalah mendapatkannya dengan cara yang baik, Nak." Angela langsung menyentuh hidung Shazia dengan lembut.

Shazia langsung menganggukan kepalanya dengan terpaksa. Setelah Angela pergi, Shazia langsung masuk ke dalam kamar mandi. Setelah selesai membersihkan dirinya, Shazia langsung turun ke ruangan makan untuk mengisi perutnya yang sudah terasa sangat keroncongan. Wajah sumringah Shazia langsung berubah ketika melihat ruangan makan yang hanya terisi oleh dua orang saja yaitu Angela dan Bryan.