Tama dan Boby sudah menyepakati untuk mengawasi Vino yang tidak ada kabar seharian kemarin. David juga Sandy pun sama, dia sudah bertemu dan mengobrol dengan Geri saat di sekolah. Mereka akan ke rumah Vino bersamaan, namun ada dua dari mereka juga tidak ikut di karenakan ingin menjaga di luar.
Geri ternyata tidak menginap, cowok itu setelah makan dan mengobrol beberapa topik dengan Vino langsung saja pamit pulang dan dia sendiri tidak tahu apa-apa mengenai Vino. Geri pun sudah mengungkapkan hal itu pada semua temannya.
"Gimana, nih? Kita masa rame-rame ke sana? Apa ga di sangka ngajak baku hantam?" tanya Sandy yang meminta arahan.
Semua temannya saling melirik bingung.
"Tapi kita biasanya emang ke sana barengan, kan? Walau banyak jarangnya, asal security di rumah dia ijinin aja." sahut David menyarankan.
Saling melirik dan merasa tidak ada yang protes tanda mereka semua setuju dengan David.
"Jadi ikut semua, nih?" tanya Boby. "Kita cek di rumahnya dan sebagian di luar buat nunggu aja, mastiin kalau dia baik atau ... sebaliknya."
Semuanya mengangguk cepat, dengan mengendarai motor masing-masing akhirnya mereka semua melesat. Vino pasti sedang tidak baik-baik saja di rumahnya, buktinya hingga sekarang pun anak itu belum ada mengabari salah satu dari temannya.
Pertama kalinya juga Vino tiba-tiba menghilang, sebelumnya cowok itu pasti akan menghubungi semisal ada acara atau dia sedang sakit. Namun dari kemarin hingga sekarang kenapa masih saja belum ada niatan untuk menelfon sekedar tidak membuat temannya khawatir?
Vino memang jarang bercerita mengenai masalah buruknya, namun dia sesekali menceritakan masalah saat dia sendiri sedang membutuhkan para sahabatnya, Vino tidak pernah seperti ini sebelumya.
"Pak. Kami boleh masuk, kan?" pinta Tama pada penjaga rumah Vino saat mereka sudah sampai.
Terlihat dua security itu nampak ragu untuk menjawab membuat semua teman Vino saling melirik menunggu jawaban yang sangat di harapkan.
"Vino, ada di dalem 'kan, Pak?" kali ini pertanyaan dari David yang terlontar.
"Tuan muda ... sepertinya tidak bisa di ganggu, dek." sahut salah satu penjaga.
Geri mengelus dagu dengan telunjuknya. "Gue yakin dia ada di sana, ga mungkin pergi jauh. Vino, kan … trauma." ucapnya sambil menatap rumah besar di depannya.
Semua temannya mengangguk cepat sambil menatap dua penjaga yang terlihat gelagapan itu.
"Bener, tuh."
"Maaf, dek. Tapi memang tuan kami sedang tidak ingin di ganggu untuk saat ini." balas sang penjaga yang masih tidak memperbolehkan masuk.
Mereka di luar pagar besi yang menjulang tinggi, Geri yang terus menatap kini tersenyum lebar kala melihat siluet yang sangat ia kenali. Cowok itu berdiri tegak sebelum melambaikan tangannya hingga berjinjit di sana.
"Vin!!! Ini kita di larang masuk ama dua penjaga rumah lo!!!" cowok itu berteriak, semua temannya melihat arah pandang Geri.
Dua penjaga itu nampak terkejut sampai susah untuk menelan ludah.
"Lo semua ngapain ke sini?" Vino berjalan cepat, dengan lari kecil dia menatap bingung semua temannya.
"KITA SEMUA KHAWATIR! Lo ga inget kita apa sampe ga ada kabar atau mau hubungin salah satunya?" Boby menyembur kilat, dia memang paling emosian di antara semua temannya.
Vino terkekeh geli. "Iya, sorry udah buat kalian khawatir." ucapnya, dia melirik kedua penjaga di sebelahnya, "Pak, bukain. Kasihan mereka belum ada tenaga buat dorong gerbangnya."
"Tapi ..."
"Ini perintah tuan muda kalian." Vino memotong cepat sebelum dua penjaga itu protes.
"Baik, tuan." mereka berdua membuka pintu itu segera, semua teman Vino pun masuk dengan motor yang di dorong untuk memasuki garasi besar tempat mereka menyimpan kendaraannya.
"Lo hutang cerita, Vin. Kenapa tadi ga sekolah? Tanpa ijin ke kita apa lagi guru." David menatap tajam, Vino merangkul bahu cowok itu.
"Nanti gue bilang, deh. Tapi makan malam dulu, gue udah siapain semuanya." ucap Vino yang di sertai tawa kecil.
David mendengus sebal, bisa-bisanya Vino bersikap santai seolah dia tidak ada salah pada temannya. Tama dan yang lainnya mulai masuk, mereka sudah memakirkan motornya masing-masing dengan rapi di garasi.
"Orang tua lo udah pulang?" tanya Sandy melirik Vino yang membalikan piring temannya itu.
Dia menggeleng. "Belum, mungkin besok atau ... lusa." balasnya.
"Rumah segede gini tinggal sendiri." kata Tama yang menelisik sekitarnya saat di ruang makan. "Vin, lo serius ga kesepian di sini?" dia masih ragu Vino tidak jenuh karena menjalani apapun seorang diri saja.
Vino tersenyum manis. "Terbiasa. "ucapnya singkat.
Geri menggeleng tak heran. "Padahal dia udah gue takutin pake film creepy. Masih aja anteng, kayak ga takut ada setan. Gue yang waktu itu pulang ampe keringetan takut di cegat."
Semua orang terbahak. Geri sok banget mau nonton padahal aslinya penakut akut, semua temannya satu pemikiran. Bahkan Geri sudah termasuk orang yang bisa menahan rasa takut itu hanya untuk menakuti dan akhirnya kena sendiri.
"Gue emang ogah nonton horor begitu, ga mau!" tukas David merinding, dia sudah tidak berniat untuk mendengarkan jika hal itu ada dalam kategori horor. David akan menutup kedua telinganya jika mereka akan mengobrol soal itu.
"Gue langsung narik selimut dan tidur selepas lo udah pulang." sahut Vino menuangkan air ke dalam gelasnya.
"Vin, ini lo masak sendirian juga?" tanya Sandy yang sudah mencicipi makanan di atas meja. "Enak banget loh." lanjutnya dengan memuji.
"Iya, ya. Kok, gue baru nyadar." timpal Tama di sebelahnya.
Vino tersenyum senang. "Syukur lo semua suka. Tadi gue nyuruh orang, setelahnya langsung pulang sebelum kalian pada ke sini."
Mereka mengangguk beberapa kali sambil menyuap hidangan yang terlihat begitu lezat di pandangan.
"Terus, kapan cerita alasan lo ga masuk sekolah, Vin?" David mengingat tujuannya ke sana, dia menunggu Vino berkata jujur.
"Pagi tadi gue demam. Dua penjaga di luar itu liat gue di kamar udah pingsan, mereka yang sampe bawa dokter ke rumah. Sorenya udah medingan, jadi pas tadi keluar itu udah niat buat ke rumah kalian. Ya, ini ... kejutannya." terang Vino.
"Harusnya kalau lo udah ga enak badan hubungin kita. David, udah ratusan kali lebih hubungin lo malah handphone lo ga aktif waktu siangnya. Siapa yang ga khawatir coba?!" Boby kembali emosi, hampir saja membuat Vino tersedak makanannya.
Cowok itu mengelus leher belakangnya. "Gue minta maaf. Lagian mana tau kalau mau gitu, gue juga ga inget siapapun. Yang ada kepala gue sakit ngilu kayak di timpa besi panas." tatapannya tertuju pada Geri, Vino melirik yang lainnya. "Handphone gue juga ga tau di mana. Antara lupa naro atau ... ada yang ambil."
David melotot. "Gue inget, Vin." dia berucap sambil telunjuknya mengapung. "Pagi itu gue telfon lo dan yang angkat emang bukan suara lo ... jadi itu siapa?"
"Suara serak namun berat."