webnovel

09. AJAKAN MEMBELI KOSTUM

Tama di samping Geri menahan tawa saat David tidak sengaja menabrak Bu Dinda, guru perempuan paling menyeramkan di sekolahannya.

"Bu, maaf banget. Saya beneran ga sengaja, tadi ada yang dorong temen saya itu." rengek David yang di tatap tajam oleh gurunya tersebut.

"Ikut ke ruangan saya!" perintahnya tegas.

"Bu, kalau mau kasih hukuman langsung aja. Ga perlu ke ruangan Ibu segala." Vino menyahut lantang, dia sama sekali tidak takut dengan Bu Dinda yang masih berumur tiga puluh tahunan itu.

"Saya tidak suka ada yang ikut campur." cetus Bu Dinda.

Vino terlihat smirk. "Tapi saya yang menyebabkan dia menabrak bahu Ibu loh."

Bu Dinda menatap jenaka. "Sayangnya saya tidak percaya begitu saja, Vino."

Walau begitu Boby yang sebenarnya pelaku mendadak diam, dia merasa Bu Dinda mengetahuinya. Apa yang harus dia lakukan agar tidak di tunjuk oleh Ibu guru tersebut? Rasanya darah Boby berdesir semakin cepat seakan tidak bisa terkontrol. Wajahnya mulai pucat pasi.

"Ibu ... bisa nebak emang?" tanya Sandy sedikit ragu, dia pun takut jika sudah berurusan dengan guru BK itu. Selain tatapannya yang selalu menajam juga wajahnya yang terlihat seram bagi seluruh murid kebanyakan.

"David, ikut saya. Jangan membuang waktu berharga." Bu Dinda sudah melesat pergi menuju ruangannya, mereka saling melirik ke arah David yang sudah tremor dan ketakutan.

"Tenang, Dav. Gue bakal bantu, guru itu kayaknya ga tau lo siapa." ujar Vino tersenyum manis.

David menggeplak tangan Boby keras, dia menggeram, "Gara-gara lo! Gue yang jadi korban itu guru."

Boby sudah keringat dingin, dia benar-benar merasa bersalah pada temannya. "Dav, gue minta maaf banget. Gue ga tau kalo bakal kejadian gini."

David mendengus kasar sambil memicing tajam. "Pengecut." dia melangkah pergi dengan cekatan napas menahan amarah.

Vino membuang napas dari mulutnya, dia mengusap bahu Boby guna menenangkan. "Gue ikutin dia dulu. Lo semua balik kelas aja, biar dia jadi tanggung jawab gue di sini." cowok itu meninggalkan temannya, David pasti mendapat masalah besar. Vino tidak boleh membiarkan Bu Dinda menghukum satu temannya.

Dia masuk tanpa ada ijin, David menoleh cepat seolah sedang ketakutan di sana, Vino sudah tebak.

"Bu, mending hukum saya aja. Dia cuma korban yang di dorong oleh saya, jadi ... saya yang salah." kedua sudut bibir Vino menyeringai, dia menatap Bu Dinda dengan sorot lurus seolah sedang menghipnotis agar David tidak mendapatkan hukuman itu.

"Jangan pikir kamu murid paling pintar dan bisa mengalihkan segalanya, Vino!" Bu Dinda terlihat marah, dia berdiri dari duduknya menatap Vino geram.

Cowok itu tersenyum miring. "Bukan berarti Ibu juga berhak melakukan apapun pada teman saya." Vino tetap tenang, dia sama sekali tidak merasa takut pada sosok Bu guru yang sedang melotot ke arahnya tanpa kedipan satu kali pun.

"Keluar kamu ... murid yang tidak punya sopan santun." Bu Dinda memekik, Vino tertawa garing. David yang berada di pojok merasa aneh dengan temannya itu, dia menatap tak menduga.

"Ga mau."

Bu Dinda menarik kedua alisnya hampir menyatu, dia melotot lebar. "Vino! Keluar atau saya ..."

"Iya, hukum saya." jika semua tidak ingin ada yang melibatkan dirinya dengan guru satu itu maka Vino salah satu dan satu-satunya yang menunjuk dirinya untuk di hukum sesuai keinginan sang guru tersebut.

David yang sudah tremor berbisik pelan di jarak yang sedikit jauh. "Vin, udah ga pa-pa. Lo jangan membantah." walau sudah melarang pun Vino yang sudah keras kepala tidak mengabulkan, justru anak itu semakin menantang.

"Panjat dari bawah sampai atap sekolah, kan? Atau ... " Vino tersenyum lebar penuh tatapan, "percobaan menyayat nadi?"

********

Vino menuruni anak tangga saat terdengar suara temannya, dia berlari kecil takut mereka semakin tidak sabar. Kedua orang tuanya sudah pulang beberapa jam lalu, dia tidak ingin sampai sang Mama terusik mendengar suara ricuh dari kawannya.

Dia membuka pintu besar itu dan segera menutupnya rapat. Telunjuk Vino di letakkan di depan bibirnya, "Sutttt, bokap nyokap udah pulang. Mereka lagi istirahat di kamar, lo semua ngapain?" tanyanya dengan pelan.

Mereka kompak berdecak sebal, Vino apa sudah melupakan ucapannya?

"Heh, kita semua datang ke sini mau ajak lo cari kostum! Gimana dah." gerutu Geri yang menyilangkan kedua tangannya di depan perut.

"Kostum?" beo Vino yang masih nampak bingung, dia beneran lupa?

"Geri, bilang kalau keluarga lo mau ..."

"Eh, iya." Vino memotong cepat, dia cengengesan sambil mengusap leher belakang. "Sorry, gue lupa soal itu. Emang besok, sih. Hampir aja gue ga ada kostum, tapi kenapa ga besok sore? Kan ... acara di adakan malem." ucapnya.

"Besok gue yang ga bisa, Vin. Adek, ulang tahun mau buat acara dan di adain sore. Jadi ya ..., gue ajakin mereka terus ke sini buat bareng sama lo juga." sahut Tama menjelaskan.

Vino mengangguk. "Oke, deh. Gue ambil jaket dulu, lo semua tunggu di sini." ujarnya yang segera masuk kembali.

"Tapi ... kira-kira pake kostum apa gue?" Sandy berpikir meminta pendapat.

"Gimana nanti aja." sahut Boby di sebelahnya.

Tidak lama Vino sudah kembali, dia memakai cepat jaket kulit yang baru di pakainya. "Naik mobil gue aja, motor masukin parkir." ucapnya yang di angguki semua temannya.

Vino memang selalu mengerti, cowok itu tahu kalau dari sebagian belum mengisi bensin. Dia memang paling peka dan pengertian di antara lainnya.

"Vin, kira-kira lo mau pake kostum apaan?" tanya David yang duduk di sebelah cowok itu.

Vino berpikir sambil menatap jalanan, dia mengemudi seperti biasa. "Lo ada rekomen? Atau tau toko kostum paling lengkap deket sini?" ucapnya balik bertanya.

"Gue sih ... Kapten Amerika, yawww." Geri heboh meniru peran tokoh itu sampai Tama di sebelahnya menepuk pelan bahu belakang cowok itu.

"Bisa diem ga?" ketus Sandy yang membuat Geri diam, cowok itu hanya menampilkan cengiran lebar.

Boby dan Sandy duduk paling belakang, sedangkan Tama dan Geri berada di tengah. Vino yang melihat dari kaca di atasnya tertawa kecil.

"Geri, makin petakilan. Beruntung gue ama yang lain sabar, Ger. Lo emang kayak ... ikan lele, ga bisa buat diem bentar." kelakar Vino yang di tertawakan seluruh temannya.

"Mending ikan di makan enak. Jangan ampe lo bilang gue mirip barongsai, dih apaan itu." ketus Geri yang menatap malas semua sahabatnya.

"Kembaran lo, kan? Kenapa ga pake kostum barongsai aja? Menarik itu, Ger." timpal David lagi-lagi membuat semua terbahak.

"Nistain gue terus nanti ga bakal gue kasih permen helloween." ancamnya yang membuat semua diam seketika.

"Eh, iya. Gue udah tanya ama bokap tadi, Ger. Katanya ... lebih banyak orang bakal lebih rame lagi pesta mereka. Jadi di ijinin." sahut Vino membuat Geri berbinar, dia teriak senang.

"Akhirnya gue bisa ketemu sepupu jauh!!!"

Vino melerai. "Jangan berisik. Semua nenek kakek juga ga pa-pa asal ... jangan ada yang bawa anak bayi."