webnovel

The Story of Us (Vol. II)

Kisah antara William, Teesha, dan Rey kembali berlanjut. Kali ini, William yang akan berusaha untuk mendapatkan hati Teesha. Apakah pangeran es kita kali ini akan berhasil untuk menekan ego nya yang sangat tinggi itu?

Nympadoraaa · 若者
レビュー数が足りません
42 Chs

Wishful Drinkin’

Separate me from the rest of the herd, so

I can run away from all of my hurt, oh

Drink what I want

Be what I want

Say what you want me to say, like

I can pretend that I don't want it and I'm afraid

(And dangerous)

Teesha ikut bersenandung saat suara Tessa Violet menyanyikan lagu miliknya yang berjudul Wishful Thinking mengalun merdu dari radio mobil. Teesha sudah mulai kelelahan karena sudah hampir empat jam ia duduk di kursi penumpang dan Gavin belum berniat untuk meminta sopirnya menepikan mobil untuk beristirahat di perjalanan pulang.

Weave a story so I don't have to talk, no

It's not a problem if I never get caught, oh

Drink what I want

Be what I want

Say what you want me to say, like

I can pretend that I don't want it and I'm afraid

(And dangerous)

Gavin melirik adiknya yang sedari tadi terus tersenyum. Sepertinya ia sedang bahagia. Gavin tidak tahu alasan nya apa tetapi ia sempat berpikir apa mungkin karena Teesha bertemu dengan pria Jaya itu?

Ah, ya. Gavin benar-benar tidak menyangka William juga datang ke acara kemarin. Ia curiga William memang sengaja datang agar bisa mendekati adiknya, meskipun hal itu juga tidak bisa terealisasikan karena Gavin terus menempel pada Teesha sepanjang acara berlangsung.

Well, kau tidak tahu saja. Adikmu itu sempat menghabiskan waktu dengan William menikmati sunset bersama-sama saat kau tertidur dan berkata tidak ingin diganggu. Bahkan mereka baru saja bertemu dan membeli oleh-oleh bersama. Teesha tidak bercerita padamu?

"Oh, wishful drinking. Tell myself that I'm not thinkin' 'bout. How I could drown, drown, drown, drown. Wishful drinkin', oh..." Gavin ikut tersenyum ketika ia melihat Teesha yang tidak hentinya tersenyum ketika bernyanyi dengan suara merdunya. Masa bodoh dengan apa alasan adiknya bahagia, yang penting Teesha tidak menangis lagi.

(Hey)

Wishful drinkin'

Go ahead and stop your thinkin' now

And throw it down, down, down, down

Wishful drinkin', oh

(Ahhh)

Entah ini sebuah kebetulan atau memang sudah takdir. Di dalam mobil Adriell lagu Wishful Drinkin' juga tengah diputar. Sejak tadi yang William lakukan hanya terdiam sambil menatap keluar jendela. Pikirannya tentang Teesha membuat kepalanya pusing. Otak pintarnya mendadak tidak bisa bekerja dengan baik ketika ia menyadari kedekatan Rey dengan Teesha yang terlihat tidak bisa dipisahkan. Ia tidak bisa menerima kenyataan jika memang ia harus kalah dari pria ash brown itu.

"Tch." William berdecih sambil tersenyum remeh. Kalah? Jangan bercanda. Dalam kamus seorang Jaya tidak pernah ada kata kalah.

Lalu, apa yang harus ia lakukan? Ia sama sekali belum terpikirkan cara apa yang bisa membuat Teesha kembali padanya. Teesha memang tidak berkata jika ia sudah tidak punya perasaan lagi pada William, hanya saja gadis itu juga tidak mengatakan jika ia masih menyukai William. Perkataan Teesha yang masih abu-abu itu membuat William terus berpikir keras. Ia tidak pernah dekat dengan gadis selain Nayara, jadi ia sama sekali tidak tahu dan tidak mengerti akan kode-kode yang Teesha berikan.

Hide your demons where no one can see 'em

Out of sight but in your mind, you believe them

Drink what you want

Be what you want

Say what they want you to say, like

I can pretend that I don't want it and I'm afraid

(Ahhh)

Adriell melirik William melalui ekor matanya. Ia heran mengapa adiknya menjadi pendiam begini? Oke, William memang tidak pernah banyak bicara sejak dulu, tetapi kali ini ia dua kali lebih pendiam dari biasanya.

Do you think, do you think that they notice?

I keep a bottle by my bed, it's a focus

Drink what I want

Be what I want

Say what they want you to say, like

I can pretend that I don't want it and I'm afraid

(And dangerous)

"William?" Adiknya sama sekali tidak menoleh ketika namanya dipanggil. Sepertinya William memang sedang fokus memikirkan sesuatu yang Adriell tak tahu apa itu.

Adriell mencoba memancing William dengan mengeraskan volume lagunya. Biasanya William akan protes jika ada sesuatu yang mengganggunya. Tetapi ternyata tidak berhasil. Adik tercintanya masih melamun sambil melihat keluar jendela.

"OH, WISHFUL DRINKIN'. TELL MYSELF THAT I'M NOT THINKING 'BOUT—"

William tersentak kaget ketika tiba-tiba sang kakak berteriak lantang menyanyikan penggalan lirik lagu yang sedang diputar.

Adriell tersenyum penuh kemenangan ketika melihat kini sang adik tengah menatapnya dengan penuh kekesalan. William membawa tangannya menuju radio, berniat untuk mematikannya.

"Go ahead and stop your thinkin' now..." Tetapi Adriell tidak kalah cepat. Ia menghentikan pergerakan tangan William sebelum adiknya menyentuh tombol power, "And throw it down, down, down, down. Wishful drinkin', oh..."

"Tck." William berdecak kesal sambil kembali menarik tangannya melihat sang kakak yang kini tengah mengejeknya.

Kini kepalanya terasa semakin sakit melihat kelakuan sang kakak yang tidak henti bernyanyi dengan suara 'merdu' nya. Demi apapun di dunia ini, William lebih memilih mempelajari bisnis yang rumit daripada harus mendengar Adriell bernyanyi.

Masih ada sekitar lima jam lagi untuk sampai di mansion megah mu, William. Nikmati saja dulu suara merdu kakakmu itu. Siapa tahu bisa membuat kau lupa akan segala hal tentang Teesha dan Rey.

.

.

"Butuh lagu penghibur lagi, Wil?"

BRAK!

William membanting pintu mobil sang kakak ketika mereka sudah sampai di mansion megah keluarga Jaya.

"Nevermind i'll find someone like youuu...." Adriell yang merasa jika William sedang 'galau' itu mencoba menghibur sang adik dengan menyanyikan lagu-lagu sedih yang biasanya ia dengarkan ketika putus cinta. Dan hal itu benar-benar membuat William kesal setengah mati!

"Lagu tadi belum mewakili hati ya? Kalau gitu coba lagu ini. Thinkin' maybe you'll come back here to the place that we'd meet

And you'll see me waiting for you on our corner of the street..." Adriell terus menerus mengganggu William meskipun ia tahu jika adiknya sudah sangat marah. Penggalan lagu milik The Script yang berjudul The Man Who Can't Be Moved ini menurutnya sangat mewakili William. Darimana ia tahu? Hanya menebak.

"So I'm not moving, I'm not mov—"

"Kak! Berisik!!" Adriell berhenti bernyanyi ketika ia melihat William dengan wajah yang memerah karena kesal. Oke, apa kali ini ia sudah keterlaluan? Ataukah kali ini reaksi William saja yang terlalu berlebihan? Adriell lebih memilih alasan yang kedua. Tidak ada kata keterlaluan untuk seorang kakak dalam mengganggu adiknya. Benar begitu, bukan?

"Wah, wah, wah.... Kalian masih aja suka bertengkar ya?" Suara lembut seorang wanita membuat dua kakak beradik ini menoleh ke arah sumber suara, "Apa lebih baik beli satu rumah lagi biar kalian gak bertengkar terus?"

William terdiam beberapa saat, "Ib—"

"IBUUUU!!" Dengan suara lantangnya Adriell berlari dan menghambur ke pelukan sang ibu.

Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu tertawa sambil memeluk anak sulungnya gemas. Adriell mengucapkan berbagai macam pujian kepada ibunya, seperti apa yang biasa ia lakukan jika wanita paling cantik sedunia ini pulang ke rumah.

"Wil?" Sang ibu mengalihkan perhatian kepada anak bungsunya yang masih terdiam di depan sana, "Kamu gak rindu sama ibu?"

Bohong jika William mengatakan ia tidak rindu. Tentu saja ia merindukan ibunya yang sudah lama tidak pulang ke rumah karena harus menemani sang ayah yang sedang mengurus bisnis di luar negeri sana.

William memeluk sang ibu dengan penuh sayang, "Kapan Ibu datang?"

"Pagi tadi." Ibunya melepaskan pelukan, ia menatap anak bungsu yang mempunyai sikap dan sifat yang sama persis seperti suaminya itu lekat, "Ayah udah nunggu kalian. Katanya ada hal serius yang mau dibicarakan."

Terlihat William mengerutkan dahinya. Ia kemudian menoleh ke arah Adriell yang masih memeluk sang ibu dari belakang sambil tersenyum manis, seolah bertanya ada apa? Karena tidak biasanya sang ayah ingin berbicara serius dengannya. Jika dengan Adriell, mungkin William tidak heran lagi karena kakaknya itu kini memimpin beberapa cabang perusahaan ayahnya. Tapi William? Kenapa ayahnya ingin berbicara serius juga dengannya?

.

.

To be continued