webnovel

The Story of Us (Vol. II)

Kisah antara William, Teesha, dan Rey kembali berlanjut. Kali ini, William yang akan berusaha untuk mendapatkan hati Teesha. Apakah pangeran es kita kali ini akan berhasil untuk menekan ego nya yang sangat tinggi itu?

Nympadoraaa · 若者
レビュー数が足りません
42 Chs

Labrak - Bagian Dua

Jam istirahat kali ini Teesha berdiam diri di dalam kelas. Ia enggan pergi ke kantin karena kejadian tadi pagi. Kejadian yang menghebohkan itu pasti sekarang sudah tersebar ke seantero sekolah. Teesha tidak mau mengambil resiko jika ia pergi dari kelas, bisa-bisa ia jadi santapan para penggemar William.

Untungnya Teesha mempunyai dua sahabat di kelasnya yang sangat perhatian. Mereka rela berlari menuju kantin saat bel istirahat baru saja berbunyi untuk menghindari antrian. Divinia dan Adrea membelikan Teesha satu kotak bento makan siang dan juga segelas es jeruk untuk mengganjal perutnya. Mereka yang mengerti kondisi Teesha merasa kasihan pada gadis itu. Meskipun mereka berdua tidak bisa menemani Teesha di dalam kelas, tapi Teesha sangat berterima kasih atas perhatian yang sudah diberikan oleh sahabatnya itu.

Teesha yang kini sedang menikmati acara makan siangnya sedikit terganggu saat mendengar pintu kelasnya terbuka dengan kasar. Sekitar enam orang siswi yang kelihatannya merupakan siswi kelas dua mengedarkan pandangan mereka. Kemudian salah satunya menunjuk Teesha menggunakan dagunya, memberi kode kepada teman-temannya dan mereka pun berjalan menghampiri Teesha.

"Kamu yang namanya Teesha?" Teesha yang baru saja akan menyuapkan makanannya berhenti ketika ke enam orang itu mengelilinginya.

Teesha menurunkan sendoknya, memandang mereka satu persatu, "Iya. Ada apa ya?"

Perasaan Teesha mulai tidak enak. Ia bertanya-tanya untuk apa murid kelas dua datang ke kelasnya dan mencarinya?

"Bisa ikut kami sebentar?" Tanya salah satu dari mereka.

"Kemana?" Teesha harus memastikan kemana mereka akan membawanya karena ia harus mengabari teman-temannya. Sejujurnya Teesha sedikit malas meladeni mereka.

Siswi yang terlihat lebih mendominasi berdecak kesal, "Bisa gak kamu gak usah banyak tanya? Aku gak punya banyak waktu jadi cepat, jangan buang-buang waktu aku!" Sepertinya ia merupakan ketua kelompok.

Teesha tidak percaya apa yang ia dengar. Membuang waktunya, katanya? Bukankah disini mereka yang membuang waktu Teesha?

Teesha menyimpan sendoknya sambil menghela nafas panjang. Kemudian ia berdiri dari tempatnya karena ingin segera menyelesaikan semua ini agar ia bisa kembali menikmati makan siangnya.

Salah satu dari mereka melotot ke arah Teesha, "Kamu lihat tadi? Dia menghela nafas!" Katanya laporan pada sang ketua.

Sang ketua pun ikut melotot ke arah Teesha, "Gak usah menghela nafas kayak gitu!"

'Terus aku harus gimana?! Gak boleh nafas?!' Jerit Teesha dalam hati.

Teesha kembali menghela nafas, "Ayo pergi. Biar gak buang waktu kalian lebih banyak lagi."

"Dia nantangin kita." Ucap salah satu dari mereka menunjuk Teesha.

Astaga! Teesha benar-benar tidak percaya dengan pikiran mereka. Sepertinya ia harus diam saja agar tidak salah bicara lagi. Sebenarnya bukan ucapan mu yang salah, Teesha. Pikiran negatif mereka terhadapmu yang membuat setiap ucapanmu terdengar selalu salah di telinga mereka. Sabar ya, terima saja kenyataan ini.

Mereka kemudian keluar dari kelas 1-4 dengan Teesha yang diapit ditengah-tengah diantara mereka. Para murid yang berada di sepanjang koridor sekolah memandang Teesha dengan pandangan bertanya sambil berbisik-bisik. Teesha berdecak kesal ketika ia menyadari bahwa dirinya menjadi pusat perhatian. Hal yang sangat ia benci.

"Tumben Pak Tito ngasih tugas sebanyak ini." Nayara menggerutu ketika ia keluar dari ruang guru sambil membawa tumpukan kertas berisi soal-soal yang harus dikerjakan.

"Salah dia sih deket-deket sama William."

"Iya, dia gak tahu apa penggemar William itu paling buas diantara yang lainnya."

"Aku jadi kasihan sama anak kelas satu itu. Pasti dia lagi ketakutan sekarang."

Nayara menghentikan langkahnya ketika ia secara tak sengaja mendengar perbincangan dari beberapa murid yang dilewatinya. Mereka masih berbisik-bisik dan beberapa kali menyebutkan 'William' dan 'anak kelas satu'. Karena penasaran, Nayara mengikuti arah pandang dari murid-murid itu.

"Teesha?" Nayara menyipitkan kedua matanya untuk memastikan jika yang ia lihat adalah benar si sekretaris OSIS. Menyadari ada sesuatu yang tidak beres, Nayara melangkah cepat mengikuti kemana Teesha dan siswi-siswi yang membawanya itu pergi.

Sementara itu dari lantai dua, sang pangeran es melipat kedua tangan di dadanya. Ia hanya diam memperhatian Teesha dibawah sana dengan wajah datarnya. William kemudian beranjak pergi dari tempatnya dan kembali ke kelasnya setelah melihat Teesha menghilang dari pandangannya.

Wil, kau tidak mau menghampiri Teesha? Dia sedang kesusahan karena kau!

"Jadi, ada apa?" Tanya Teesha ketika mereka sampai di ruang musik. Para siswi kelas dua memilih ruang musik karena tidak ada kelas musik hari ini sehingga mereka yakin tidak akan ada yang mengganggu kegiatan mereka.

Sang ketua melipat kedua tangannya. Ia memperhatikan Teesha dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, "Dilihat dari sudut manapun kamu gak ada menarik-menariknya."

"Huh?" Teesha mengerutkan dahinya tidak mengerti.

"Aku yakin kamu yang menggoda dia duluan. Kalau nggak, mana mau dia sama kamu. Lihat aja nih—" Salah satu siswi itu memegang bahu Teesha, "Cantik juga nggak, menarik juga nggak, terkenal pun juga nggak. Dan lagi kamu bukan dari keluarga yang terpandang. Mana mau dia sama kamu."

Teesha menepis tangan yang mencengkam bahunya, "Maksud kalian apa ya? Aku sama sekali gak ngerti."

Teesha memang benar-benar tidak mengerti. Ia sama sekali tidak mengenal ke enam orang ini. Mereka tiba-tiba datang ke kelasnya, menyeretnya ke tempat yang sepi dan kini menghinanya dengan alasan yang tidak Teesha tahu.

"Apa yang kalian mau dari aku?"

Siswi itu berdecih, "Lihat? Dia bahkan gak ada sopan santunnya. Aku semakin penasaran, dengan cara apa kamu menggoda William sampai dia mau deket-deket sama kamu?"

William? Ah, Teesha mengerti sekarang. Jadi mereka adalah penggemar William. Jadi, apa ini? Teesha sedang dilabrak oleh perwakilan dari penggemar William? Kejadian tadi pagi benar-benar membawa masalah. Oh astaga, haruskah ia tertawa atau menangis sekarang?

"Kalian salah paham. Tolong jangan salah artikan kedekatan aku sama William. Aku dekat sama dia karena kami berdua sama-sama anggota OSIS. Aku yakin kalian tahu kalau William adalah ketua OSIS, dan sekedar informasi, aku sekretaris OSIS. Jadi wajar kan kalau kita sering kelihatan bareng? Ada banyak pekerjaan OSIS yang harus segera diselesaikan." Teesha berusaha menjelaskan dengan halus agar perkataannya tidak salah lagi di telinga mereka.

"Oh, jadi ini skandal antara ketua dan sekretaris? Pekerjaan apa yang bikin kamu sampai peluk-peluk William di depan umum tadi pagi?" Kerutan di dahi Teesha semakin dalam ketika mendengar perkataannya. Apa Teesha tidak salah dengar? Tidak kah mereka lihat dengan jelas siapa yang memeluk siapa?! Sudah jelas kalau William lah yang memeluknya tadi pagi, bukan Teesha!

"Alasan aja kamu! Kami semua tahu kok kamu kegatelan deketin William!" Teesha terkejut ketika salah satu dari mereka mendorong bahunya.

"Jangan sok cantik ya! Deketin William tapi deketin Rey juga!" Temannya ikut mendorong Teesha.

"Mulai sekarang jauhin William! Kamu gak pantas buat dia!" Dan kali ini dorongannya sangat kencang karena berhasil membuat Teesha hampir tersungkur.

Teesha memejamkan matanya, ia menarik nafas panjang berusaha untuk menenangkan dirinya. Tapi percuma, emosinya sudah tidak bisa ditahan lagi karena kini mereka sudah benar-benar keterlaluan.

"Kalian pikir kalian sempurna?" Teesha kembali buka suara.

"Huh?"

Teesha menatap mereka nyalang, "Kalian hina-hina orang lain, kalian pikir kalian juga cantik? Kalian pikir kalian juga pantas? Dan lagi, kalian pikir dengar sifat kalian yang seperti ini William mau sama kalian?"

Teesha tertawa meremehkan, "Bangun. Kalian terlalu asyik bermimpi."

Mereka berenam menatap Teesha tidak percaya. Berani-beraninya anak kelas satu mengatakan hal yang memprovokasi mereka seperti itu.

Teesha sudah tidak tahan lagi. Jam makan siangnya harus terbuang percuma untuk hal yang tidak penting seperti ini. Dan lagi ia tidak tahan dengan segala hinaan dari keenam siswi yang bahkan tidak pernah ia lihat disekolah!

"Anak ini benar-benar—" Sang ketua kelompok mengangkat satu tangannya dan siap untuk melayangkan sebuah tamparan di pipi Teesha sebelum sebuah suara menghentikan gerakannya.

"Teesha?"

Mereka semua termasuk Teesha menoleh ke arah sumber suara. Seorang gadis cantik berdiri di depan pintu masuk menenteng tumpukan kertas dan memandang ke arah mereka dengan pandangan penuh tanya. Dengan cepat si ketua kelompok menurunkan tangannya dan berusaha tersenyum meskipun terlihat kaku.

"E-eh. Hai, Nay."

Nayara tersenyum membalasnya dan berjalan menghampiri Teesha, "Aku gak sengaja lewat sini terus dengar ada suara orang di ruang musik. Seingatku gak ada jadwal musik hari ini jadi aku penasaran. Ternyata kalian. Lagi pada ngapain?"

Ke enam siswi itu saling menyikut siku, memberikan kode agar salah satu dari mereka menjawab pertanyaan Nayara. Mereka tahu Nayara merupakan orang paling dekat dengan William dan sempat diberitakan sebagai tunangan dari pria itu. Mereka tidak mau jika sampai Nayara tahu perbuatan mereka dan melaporkannya kepada William. Bisa tamat riwat mereka disekolah ini.

Well, tidak perlu dilaporkan pun sepertinya William sudah tahu. Jadi, aku sarankan kalian bersiap saja untuk kemungkinan terburuknya.

"Ah! Sebentar lagi waktu istirahat selesai. Ka-kami pergi dulu ya." Pamit mereka sambil masih berusaha untuk mempertahankan senyum dibibirnya.

"Nanti kita lanjut lagi ya. Urusan kita belum selesai."

Mereka pun pergi dengan tergesa-gesa. Nayara melambaikan tangan sampai mereka menghilang dari pandangan.

"Kamu gak apa-apa?" Tanya Nayara sedikit khawatir, "Mereka gak nyakitin kamu kan?"

Teesha menggeleng, "Aku gak apa-apa."

"Syukurlah kalau gitu." Nayara menghela nafas lega, "Mereka memang suka begitu."

Beberapa detik mereka saling terdiam sampai Teesha membuka suara untuk pamit, "Aku balik ke kelas dulu ya, Nay."

Gadis karamel itu melangkah pergi setelah mengucapkan terima kasih kepada Nayara. Ia ingin segera sampai di kelas dan melanjutkan sesi makan siangnya yang sempat tertunda

"Teesha." Panggilan dari Nayara menghentikan langkah Teesha.

Teesha berbalik, "Ya?"

"Pulang sekolah nanti kamu ada acara?" Tanya Nayara.

"Hm, kayaknya nggak."

"Ada toko kue yang baru buka. Mau kesana?" Ajak Nayara, "Ada sesuatu yang mau aku bicarakan sama kamu."

Teesha sempat terdiam dan berpikir. Ada angin apa Nayara tiba-tiba mengajaknya pergi? Padahal selama ini mereka tidak terlalu dekat. Dan lagi dia bilang ada sesuatu yang ingin ia bicarakan. Apa ini tentang William lagi?

Oh, baiklah. Sepertinya akan ada acara melabrak bagian keduanya.

Teesha kemudian mengangguk, "Boleh." Ia menyetujui ajakan Nayara.

.

.

To be continued