webnovel

Chapter 02

Keheningan menjadi satu-satunya saksi bisu atas ketidakadilan yang baru saja sang ayah sampaikan. Tatapan sepasang manik hazel lurus ke depan bermanjakan hamparan kebun anggur yang terbentang luas.

Cerah, satu kata yang paling pas untuk menggambarkan cuaca pagi ini. Namun, tak secerah hati Sarah. Hingga detik ini aku masih tak percaya, laki-laki yang sangat ku hormati, memintaku menikahi pria brengsek. Dan tujuannya supaya terbebas dari jerat hutang. Menjijikkan! Tersenyum miris.

Maria yang menerobos masuk dikejutkan dengan punggung ringkih bergetar hebat. "Aku tahu bahwa keputusan ini sulit kau terima, Sarah." Menutup kembali pintu.

Daniel yang berada di kebun anggur menyipitkan mata dengan kedatangan Maria. "Mana Sarah, dan Elena. Mereka itu bukan Putri pejabat. Sudah seharusnya membantuku di perkebunan."

"Sarah, ada ri rumah. Dia sedang mendesain gaun." Bohong Maria.

"Elena?"

"Kau ini seperti tidak mengenal Putri kesayanganmu itu saja. Apalagi yang dia lakukan selain pergi bermain."

Daniel tersenyum kecut. "Kau tentu tahu bahwa tidak ada bedanya Sarah, dan Elena. Aku memperlakukan kedua Putri-ku dengan adil."

"Kalau begitu kenapa tidak Elena saja yang menikahi, Cloonely?"

Daniel terdiam.

Maria tersenyum miris. "Karena dia Putri kandungmu dan Sarah Putri angkatmu. Makanya, kau bersikap dengan tidak adil, iya, kan?"

Wajah Daniel berubah gusar. "Bukan itu."

"Kau sudah tidak bisa mengelak lagi, Daniel."

Kau tidak tahu saja bahwa Cloonely tidak tertarik dengan, Elena. Bahkan aku sudah pernah menawarkannya. Tetapi, yang dia mau, Sarah.

"Hari sudah semakin gelap. Lebih baik aku pulang menyiapkan makan malam."

"Aku juga sudah lelah, ayo."

Saat ini semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan kecuali gadis pemilik sepasang manik hazel yang sedang menangisi nasib buruknya.

"Pangil, Sarah." Perintah Daniel pada Elena.

"Biarkan saja dia. Lebih baik kita makan duluan saja. Aku sudah sangat lapar."

"Panggil, Sarah." Penuh penekanan pada setiap kata.

Derap langkah penuh emosi menuju kamar di mana Sarah berada. Pintu kamar yang tidak dikunci memudahkannya menerobos masuk. Elena menyandarkan tubuhnya pada dinding, menatap jijik sang kakak. "Apa gunanya menangisi nasibmu yang sebentar lagi berakhir di tangan, Cloonely, hah? Saranku, simpan saja air matamu itu untuk hari-hari burukmu selanjutnya." Cibirnya.

Sarah langsung menolehkan wajahnya berselimut tatapan nyalang. "Apa yang kau lakukan di kamarku, hah? Keluar!" Jari telunjuk mengarah tepat ke pintu.

Elena tak juga melenggang dari sana, seulas senyum penuh hinaan mengukir di bibir. "Cloonely, memang pantas menikah denganmu. Kalian ini senasib, sama-sama menyedihkan jadi, sudah sepantasnya di sandingkan."

"Kau!" Mengayunkan sebelah tangan hendak membelai hangat pipi Elena. Sayang sekali gerakannya terpatahkan oleh cengkeraman kuat tangan kekar. "Ini rumahku, tidak ada yang boleh bertindak dengan arogansi tinggi, paham?!"

Sarah sangat marah. "Lalu, apa bedanya denganmu, hah? Kau bertindak penuh arogansi tinggi. Kau jadikan aku tumbal atas hutang-hutangmu yang segunung itu. Aku Putri-mu tetapi, kau perlakukan aku seperti jalang kecil."

Elena menyahut. "No, no,no. Bukan jelang kecil tetapi … jalang professional." Di akhiri dengan gelak tawa.

Daniel murka. "DIAM KAU, ELENA!"

"Yang dia katakan benar, untuk apa harus diam, hah? Kau sudah menjadikanku, jalang professional."

Daniel mengusap kasar wajahnya. "Itu tidak benar."

"Itu kebenaran, Daniel!"

Tidak mau terlibat pertengkaran untuk ke sekian kalinya, dia memilih melenggang keluar kamar.

Elena tersenyum sinis melepas kepergian Daniel, kemudian menolehkan wajahnya pada Sarah. "Dasar Anak tidak tahu diri. Kami semua sudah menunggumu untuk makan malam. Segera turun! Itu pun kalau kau tidak mau membuat kami semua mati kelaparan." Membanting pintu dibelakangnya dengan sangat keras.

Sarah menggeram, mengepalkan kedua tangan hingga buku-buku jari memutih. Ingin rasanya menyeret rambut Elena, melemparkannya ke tengah-tengah kebun anggur. Kalau perlu potong kecil-kecil tubuhnya, cincang, rebus, goreng kemudian lemparkan ke tengah-tengah kandang Singa. No, sepertinya Singa juga tidak sudi menyantap daging ...

Emosi Sarah semakin membumbung tinggi, Daniel – Elena sedang tertawa lepas. Ingin rasanya membalik meja yang sudah reyot itu. Namun, untuk sekarang ini dia harus bisa berbesar hati sampai Marc membawanya kabur dari gubuk tua ini. Apa itu mungkin, tersenyum miris. Pernikahanku dengan, Cloonely, saja sudah di atur.

Maria yang menyadari kedatangannya langsung tersenyum. "Duduklah di sini." Menepuk kursi kosong disebelahnya.

Selama acara makan malam, pasangan Murphy dan si bungsu terlihat bahagia. Namun, tidak dengan si pemilik rambut ikal panjang. Wajahnya masih saja ditekuk, sementara manik hazel-nya menggeliat sendu. Bahkan tidak ada satu suap pun makanan yang masuk ke mulutnya. Jangankan makanan, seteguk air putih enggan melewati kerongkongan.

Maria berinisiatif membawakan makanan ke kamar. Namun, mematung di depan pintu. Tumben sekali pintunya di kunci. Apakah dia sudah tidur? "Sarah, ini, Mom. Buka pintunya!"

Hening sesaat.

Daniel menghampiri. "Apakah dia sudah tidur?"

Mengangkat bahu acuh tak acuh. "Entahlah."

Elena menyahut. "Si culun itu keluar dijemput oleh, Marc."

Daniel menggeram. "Kurang ajar."

"Antonio." Teriaknya.

"Jangan sering-sering berteriak. Kau membuat gendang telingaku serasa mau pecah." Protes adik Maria.

"Seret Sarah pulang!"

Pukul 01.00 dini hari, Sarah baru tiba di rumah dan langsung dihadiahi tamparan keras hingga wajahnya terlempar ke samping. "Apakah kau berlatih menjadi seorang jalang, hah?"

Kalimat tajam setajam mata pedang bagai hunjaman mengoyak jantung Sarah. "Tega sekali kau menyebutku jalang."

"Kalau begitu bertingkahlah layaknya gadis terhormat. Contoh Elena, dia santun. Tidak sepertimu, murahan."

"KAU SELALU BERTINDAK TIDAK ADIL PADAKU, DANIEL! APA BEDANYA AKU dan ELENA? APA?" Bentaknya hingga suara bentakannya terdengar memekakkan telinga.

"Lancang!" Kembali melayangkan tamparan keras membentuk jari-jari kekar di sana. "Jangan pernah meninggikan suaramu di hadapnku!"

Sarah benci ini, selalu saja di anak tirikan, diperlakukan layaknya anak pungut. "Kau membuat rumah reyot mu ini seperti Neraka, Tuan Murphy." Memegangi pipi bekas tamparan kemudian berlari meninggalkannya.

Seharusnya Daniel menyesal disuguhkan pada sorot mata terluka. Namun, luapan emosi melumpuhkan satu kata itu.

"Sarah, tunggu!" Panggil Maria. Sial, pintu kamar sudah menutup rapat diiringi suara dentuman. Kilat emosi memenuhi sorot mata Maria, melemparkannya pada Daniel. "Tidak seharusnya kau berlaku buruk. Dia itu, Putri-ku … Putri kandungku."

"Beritahu dia bahwa besok pagi dia harus menjemput calon Suami-nya di bandara."

Tatapan Maria berubah tajam. "Kau saja yang memberitahu."

Daniel berteriak. "Kau Mom-nya."

"Dan kau Dad-nya. Sarah, juga Putri-mu, bukan hanya, Elena." Teriaknya dengan suara yang tak kalah tinggi.

Kau menyulitkanku, Maria. Mengusap kasar wajahnya berpadukan dengan derap langkah mendekati kamar Sarah. "Besok pagi kau harus menjemput Cloonely ke bandara." Perintahnya dari balik pintu.

Sinar pagi mengintip malu-malu melalui tirai jendela menyapu hangat wajah cantik yang sedang bergelung di balik selimut tipis nan kumal. Sarah bergegas menuju kamar mandi untuk bersiap ke tempat Markisa. Ia harus menyerahkan hasil desainnya untuk di bawa ke kota tempat Markisa bekerja.

Rambutnya yang panjang di kepang dua, kaos tunik yang tak layak pakai di dobeli rompi berajut. Tak lupa menyelipkan topi ke dalam tas selempang. Siapa tahu ketika siang hari tiba, ia membutuhkannya.

Sarah yang sudah sangat paham bahwa Maria berada di dapur langsung menuju ke sana. "Mom, aku pergi dulu, ya." Mengecup pipi kiri Maria.

Maria tersenyum. "Apakah kau tidak mau menunggu sampai masakanku ini matang?"

"Aku buru-buru. Bye, Mom."

Elena mencibir. "Dia pasti sudah tidak sabar untuk bertemu dengan si pria tolol."

Maria memutar tubuh seraya menepuk-nepuk tangannya, membersihkannya dari tepung yang menempel. "Siapa yang kau maksud tolol?"

"Siapa lagi kalau bukan, Cloonely. Dia itu kan lelaki dari desa sama seperti kita. Sudah pasti dia itu … gembel."

"Siapa yang mengatakan itu?"

"Dad."

Sudut mata Maria menyipit. Aku tidak mengerti kenapa Daniel menceritakan hal berbeda mengenai, Tuan Cloonely.

"Aku pergi dulu, Mom."

"Kau mau ke mana?" Teriak Maria.

"Ketemu calon Suami."

Maria terlonjak kaget sembari menekan dadanya sendiri. "Ehm, Putri-ku, memiliki calon Suami, dan aku Mom-nya tidak tahu apa-apa."

Daniel yang sudah sangat lapar langsung menerobos ke dapur. "Apakah ada yang bisa ku makan?"

"Tunggulah sebentar."

"Lebih cepat. Aku sudah sangat lapar."

"Hm, bersabarlah."

"Kalau begitu aku kembali saja ke perkebunan. Oh, iya jangan lupa kau antarkan saja makananku. Aku malas pulang."

Setelah beberapa saat, Daniel kembali memasuki dapur. Maria kesal. "Bukankah sudah ku katakan bahwa makanan belum siap. Pergilah, aku yang akan mengantarkannya untukmu."

"Apakah Sarah sudah berangkat ke bandara untuk menjemput, Tuan Cloonely?" 

"Sudah, dari beberapa menit yang lalu."

Daniel tersenyum. "Good."

🍁🍁🍁

Next chapter ...

HAPPY READING!!

Hugs and kisses for my beloved readers!

Yezta_Auroracreators' thoughts